[31] Kejujuran Clara

83 9 9
                                    

Jakarta, Indonesia.

Tepat pukul 17.30 pesawat yang ditumpangi Clara berhasil mendarat dengan sempurna di Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Para penumpang satu persatu mulai keluar dari pesawat dan masuk kedalam bandara.

Clara meletakkan koper dan juga barang-barangnya diatas troli bandara, setelah mengambilnya dari tempat pengambilan bagasi. Wanita itu menatap ponselnya yang baru saja dihidupkan. Langsung masuk beberapa chat dari Dava. Pria itu mengabari bahwa ia sudah di bandara menunggu Clara dikursi tunggu didepan pintu keluar kedatangan penumpang. Senyum Clara terbentuk setelah membaca pesan-pesan dari Dava. Wanita itu mulai berjalan sambil mendorong troli yang berisi koper dan juga barang-barangnya. Tepat disaat ia berada diambang pintu keluar, Dava melihatnya sambil tersenyum dan berdiri. Wanita itu melambaikan tangan dengan antusiasnya. Dan pria yang sudah menunggunya itu langsung menghampiri tanpa berpikir panjang lagi.

"Kangen banget!" ucap Clara dan langsung memeluk tubuh Dava.

"Aku juga kangen kamu, Ra." Dava membalas pelukan Clara dan mengusap lembut punggung wanita itu. "Udah selesai semua urusan disana?"

Clara melepaskan pelukan mereka, lalu mengangguk. "Udah. Makanya aku pulang."

"Aku kira kamu bakal semingguan disana."

"Nanti kamu gila karna kangen aku lagi, kalo aku lama-lama." Clara tertawa pelan.

Dava tertawa. "Bisa aja kamu!" Pria itu mengambil troli dan mulai mendorongnya. "Surat resign kamu udah beres?" Mereka mulai berjalan keluar bandara dan menuju parkir.

"Udah."

"Ini barang-barang dari apartement semua?" tanya Dava saat mereka sudah berada didepan mobilnya.

"Iya."

"Beneran semua?"

"Iya, Dava." Clara menoleh. "Aku cepet ngurus semuanya kemarin. Dan ternyata juga gak lama, makanya bisa cepet selesai dan aku bisa balik cepet."

"Ooh, yaudah deh kalo gitu," ucap Dava. "Kita makan dulu, ya? Kamu pasti belum makan kan?" Pria itu menatap Clara sejenak, lalu mulai memasukkan koper dan barang-barang Clara kedalam bagasi mobilnya.

"Iya, belum." Clara menggeleng. "Tadi aku cuma makan roti doang. Terakhir makan burger sama kentang pas transit."

Dava menutup bagasi mobilnya. "Yaudah, ayo sekarang kita cari makan dulu, ya." Pria itu membuka pintu untuk Clara. "Silahkan masuk, Tuan Puteri."

Clara tersenyum, lalu membungkukkan badan layaknya penghormatan. "Terimakasih, Pangeran." Wanita itu masuk kedalam mobil.

Dava tersenyum dan menutup kembali pintu Clara. Pria itu berlari kecil menuju pintu bagian pengemudi, dan segera menjalankan mobilnya.

♥♥♥

Clara dan Dava sudah sampai disalah satu restaurant yang sering mereka kunjungi bersama. Mereka baru saja selesai memesan makanan dan minuman kepada pelayan, tinggal menunggu pesanan mereka datang.

"Oh iya, Dav. Next time kita jalan-jalan ke Manhattan, yuk?" ajak Clara dengan tersenyum senang. "Kamu harus liat gimana indahnya Manhattan, dan asiknya disana."

Dava menghela napas. "Iya, kota yang buat kamu gak pulang-pulang, kan?" Pria itu tersenyum miring.

Clara menyengir. "Tapi aku serius. Manhattan emang se-menakjubkan itu, Dav!"

Dava tetap setia memperhatikan dan mendengarkan calon istrinya itu berbicara banyak tentang Manhattan. Kota yang menjadi tempat wanitanya menetap beberapa tahun belakangan. Kota yang menjadi pilihan Clara untuk meninggalkannya. Kota yang membuat Dava tidak bisa bertemu dengan Clara bertahun-tahun.

Still About UsWhere stories live. Discover now