Suara penyiar radio terdengar memenuhi mobil Dava. Pria itu sedang menuju perjalanan ke kantornya. Lampu lalu lintas yang sedang berwarna merah membuatnya berhenti untuk menunggu lampu berganti menjadi warna hijau. Pria itu menatap keluar jendela, memperhatikan para pengendara lainnya yang sedang berhenti juga menunggu warna lampu berganti seperti yang dilakukannya. Sejak pulang dari Puncak kemarin, Dava terlihat lebih segar. Pria itu memutuskan untuk membuang aura sedihnya dan meninggalkan segala hal yang buruk disana.
Setelah beberapa menit, Dava telah sampai di kantornya. Menggunakan celana bahan berwarna darkgrey dan kemeja lengan panjang biru muda, ditambah sebuah jas berwarna senada dengan celananya membuat Dava terlihat semakin tampan. Tidak lupa sepasang sepatu Oxford yang semakin menyempurnakan penampilan pria itu. Ia berjalan menuju ruangannya, sesekali tersenyum kepada karyawannya yang menyapa.
"Selamat pagi, pak Dava."
Dava tersenyum. "Iya, selamat pagi."
Sampai di ruangan, Dava meletakkan jasnya dibelakang kursi sebelum ia duduk dan mulai sibuk dengan laptop yang ada dihadapannya nanti. Ada beberapa pekerjaan yang harus Dava selesaikan, yang menumpuk pada saat ia ke Puncak kemarin. Lalu pria itu mulai berkutat dengan laptop dihadapannya.
Beberapa jam berlalu, namun Dava masih sibuk dengan laptopnya. Meski pekerjaannya sudah jauh berkurang karna sudah diselesaikannya, hanya tinggal sedikit lagi. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruangannya.
"Iya, masuk," tutur Dava tanpa repot mengalihkan pandangan dari layar laptop.
Tidak lama kemudian muncul seorang wanita berpakaian rapi dengan beberapa dokumen yang berada ditangannya. Dava melirik sekilas siapa yang ingin menemuinya, setelah itu kembali menatap layar laptop. Ternyata wanita tersebut adalah sekretarisnya.
"Permisi, pak. Saya mau ngantar ini untuk bapak tandatangani." Wanita itu memberikan beberapa dokumen kepada Dava. "Ini dokumen-dokumen yang belum bapak tandatangani ketika bapak libur kemarin."
Dava menoleh sambil mengambil dokumen-dokumen tersebut. "Oke, terima kasih, ya."
"Iya, pak, sama-sama,"
Kedua sahabat karib Dava tiba-tiba datang dan langsung masuk kedalam ruangan.
"Eh, kita ganggu, ya?" tanya Aldrian tidak enak dan Kevin dengan ekspresi terkejutnya.
"Enggak," jawab Dava.
"Saya permisi dulu ya, pak," pamit Ghina, nama sekretaris Dava.
Setelah Ghina keluar, Aldrian dan Kevin langsung duduk disofa yang sudah tersedia. Sedangkan Dava mulai membuka dokumen-dokumen yang diberikan Ghina.
"Dav," panggil Kevin.
"Hmm."
"Lo sadar gak sih Ghina suka lo?"
Dava langsung menatap Kevin. Aldrian pun menoleh melihat Kevin.
"Lo pada inget gak sih, dulu kan pas SMP kabarnya si Ghina suka Dava."
"Tapi itu kan udah lama, Vin," ujar Dava.
"Bukan gak mungkin kan kalo dia masih ada perasaan sama lo?"
"Gak mungkin lah."
"Tapi emang kalo diliat dari sikapnya beda gak sih, Dav?" tanya Aldrian.
"Beda gimana?" Dava mengernyit bingung. "Biasa aja perasaan."
"Enggak enggak, gue rasa dia masih suka lo, Dav!" bantah Kevin.
"Kenapa lo gak coba sama dia aja, Dav?" ujar Aldrian.
YOU ARE READING
Still About Us
Romance[SEQUEL of HOPE YOU KNOW] Memutuskan untuk pergi tanpa tahu kebenarannya merupakan tindakan yang bodoh. Meninggalkan segala kenangan beserta seseorang yang berperan penting dalam kehidupan. Dalam persoalan cinta, tidak selalu berada pada fase bahagi...