13 - MARVEL & SEMESTANYA

32 5 0
                                    

CHAPTER 13

Di atas meja Shena pagi itu, tergeletak sebuah amplop putih dengan tulisan tangan yang rapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di atas meja Shena pagi itu, tergeletak sebuah amplop putih dengan tulisan tangan yang rapi. Di dalamnya hanya ada secarik kertas dengan pesan singkat:

Gue ganti uang lo.
-M-

Shena tak butuh waktu lama untuk menyadari siapa pengirimnya. Hanya Marvel yang punya gaya bicara seperti itu, apalagi setelah semalam ia ngotot ingin membayar makanan mereka. Namun, Marvel tetap keras kepala dan memilih membalasnya dengan cara seperti ini.


Belum sempat Shena menyimpan amplop itu, suara familiar muncul dari belakangnya.

"M? M siapa, Shen?" Anya, yang tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangnya, membuat Shena terlonjak kaget.

"Anya! Ngagetin aja sih!" Shena menoleh dengan mata melebar.

"Sorry, babe." Anya duduk di bangkunya sambil memerhatikan amplop itu sejenak, lalu melanjutkan, "By the way, soal yang di kantin waktu itu, gue minta maaf ya ngga bisa bantu lo."


Shena mengangguk kecil, senyum tipis terlukis di wajahnya. "Ngga apa-apa"

"Tapi gue denger, katanya mereka udah dikeluarin. Keluarga mereka juga tiba-tiba ngilang, kayak ditelan bumi!" lanjut Anya penuh antusias.

"Maksudnya?"

"Kak Trisya and the geng, lo tau kan? Keluarga mereka itu dari kalangan kaya raya, selalu muncul di media. Tapi sekarang, kayak ngga ada kabar sama sekali," jelas Anya dengan nada serius. "She has a beautiful face like an angel, but she's a devil!" 


Shena mengangguk pelan. "Gue juga dengar, mungkin dia suka sama Kak Marvel."

Anya menyeringai kecil, menopang dagunya dengan tangan. "Lebih ke terobsesi, sih. Eh, ngomong-ngomong soal lo, kapan nih buka hati lagi?"

Shena mendesah panjang. "I’m not the type of person to fall in love easily."


"Itu masalahnya! Lo nggak pernah berpikir lo pantas untuk orang lain," kata Anya dengan nada tegas.

Shena hanya tersenyum tipis, matanya menerawang. "After him, I just can't trust anyone anymore. Feels like everyone’s just trying to play me."

Anya menggeram kecil, jelas frustrasi. "Lo akan terus terjebak di masa lalu kalau kayak gini. Kapan orang lain bisa buat lo bahagia kalo lo selalu nutup hati?"

Shena menunduk, suaranya melemah. "Gue nggak butuh orang lain buat bahagia. Cukup gue dan diri gue sendiri."

Anya menatapnya lama. Ia tahu luka di hati sahabatnya itu masih ada, tersembunyi rapi di balik senyum yang selalu terlihat baik-baik saja. "Gue cuma mau yang terbaik buat lo."

Shena tersenyum tipis. "Ngga apa-apa, Yan. Gue ngerti."

***

Di tempat lain, Marvel masih berdiri di tangga sekolah, seragam abu-abunya masih utuh meski ini sudah waktunya pelajaran olahraga. Ghani, yang berdiri tak jauh darinya, mengangkat alis, menatap heran.

"Ngga ganti baju olahraga, Vel?" tanya Ghani dengan nada menggoda.

Marvel hanya mengangkat bahu acuh tak acuh. "Gue mau ke perpus, ngadem."

Ghani tertawa kecil. "Serius nih, nggak ikut olahraga? Ntar nyesel loh."

"Ngga nyesel dunia-akhirat," jawab Marvel sambil berjalan menuruni tangga. Tapi sebelum melangkah lebih jauh, dia berhenti sejenak, menatap Ghani. "Bilang aja ke Pak Faris, gue izin sakit perut."

Ghani tersenyum penuh arti. "Padahal kelas kita digabung sama 10 IPA 3 loh, kelasnya Shena," sindirnya, sengaja menyebut nama itu.

Marvel terhenti di tengah tangga, seolah terkejut mendengar nama itu. Tapi dia segera menepis perasaan aneh yang muncul. "Ngga peduli," jawabnya singkat, lalu terus melangkah pergi.

***

Namun, beberapa saat kemudian, seluruh lapangan dikejutkan oleh kedatangan Marvel. Dia berdiri di barisan belakang, mengenakan baju olahraga lengkap, membuat banyak orang menatapnya heran.

"Marvel?" Pak Faris menatapnya tak percaya. "Hari ini kamu kenapa, tiba-tiba semangat banget olahraga?"

Marvel berbisik pelan kepada Chandra di sampingnya. "Sengaja minta dikatain ngga sih ini?"

"Sabar, Vel," Chandra terkikik pelan.

"Ngomong-ngomong, tadi katanya nggak mau ikut olahraga, Vel?" Ghani kembali menyeletuk, mencoba menggoda. "Niatnya mau ke perpus, tapi kok masih ada di sini?"

Marvel mendekatkan wajahnya ke Ghani, berbicara dengan suara rendah. "Ngga usah banyak bacot. Napas lo bau azab."

Ghani tertawa kecil, meski kesal. "Sialan lo."

Namun suasana tenang itu berubah seketika ketika terdengar teriakan dari sisi lapangan. "SHENA, AWASSS!!!"

Bola futsal meluncur dengan cepat, menghantam kepala Shena. Tubuhnya terhuyung, jatuh ke tanah. Seluruh lapangan tiba-tiba dipenuhi oleh murid-murid yang berlarian mendekati Shena.

"Sorry, ngga sengaja," ucap salah satu pemain futsal dengan nada panik.

Ghea, yang ada di dekat Shena, langsung berteriak panik. "Cepat bawa ke UKS!"

Namun, sebelum Ghea sempat membantu, sebuah tangan besar telah lebih dulu mengangkat tubuh Shena. Mata Ghea terbelalak saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya—Marvel.

Marvel membopong Shena dengan mudah, napasnya tersengal, matanya memancarkan kemarahan yang nyaris meledak. "Kalo sampai terjadi apa-apa sama Shena, gue kubur lo semua buat nemenin dia," ancam Marvel dingin, suaranya rendah tapi penuh intensitas.

Cowok yang menendang bola tadi hanya bisa menunduk, ketakutan oleh tatapan tajam Marvel. 

Tbc

Mervel & Semestanya (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang