45 - MARVEL & SEMESTANYA

28 6 0
                                    

CHAPTER 45

Keysa tertawa ringan, membalikkan tubuhnya ke arah Marvel yang berdiri angkuh di atas podium

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keysa tertawa ringan, membalikkan tubuhnya ke arah Marvel yang berdiri angkuh di atas podium. "Ternyata dunia ini terlalu baik buat iblis kayak lo ya, sampe dipertemukan sama malaikat kayak Shena," ucapnya dengan nada mengejek namun tajam, matanya menyipit menatap Marvel.

Dia kemudian menepuk pundak Shena dengan lembut. "Dia ngga minta maaf sama lo, ngapain lo maafin? Nanti malah bikin dia besar kepala, Shen," lanjutnya, mengerling ke arah Anya dengan sinis.

Shena menarik napas panjang, suaranya gemetar tapi tegas. "Meskipun Anya ngga minta maaf, perlakuannya tetap salah, dan saya mau maafin dia, Kak," jawabnya lirih namun penuh keyakinan.

Keysa berdecak takjub, ekspresi heran tergambar jelas di wajahnya. "Wah... lo emang luar biasa, Shen. Untung masalah ini sama lo, coba kalau sama gue, Anya udah tamat sekarang," gumamnya sambil melirik ke arah Anya yang duduk diam di sisi Shena.

Dia menghela napas, kemudian berkata dengan nada lebih santai, "Gapapa, gue hargain keputusan lo buat maafin nenek lampir ini." Lalu, dengan senyum puas, dia melanjutkan, "Akhirnya, gue bisa ngatain orang lain nenek lampir juga. Seru juga, pantes ada yang suka ngatain gue begitu."

Keysa melirik Jaefran di ujung ruangan, menggoda. "Ternyata begini rasanya ngatain orang nenek lampir. Gak nyangka, ya. Makin paham gue sekarang," ucapnya sambil terkekeh.

Dia lalu kembali ke Shena, mengacungkan ibu jarinya dengan penuh pujian. "Keputusan lo udah tepat, Shen. Good girl!" puji Keysa dengan senyum puas.

Sementara itu, Shena berdiri diam, menatap Anya dengan hati yang tersayat. Betapa sakitnya sekarang melihat Anya, bukan lagi sebagai sahabat, tapi sebagai seseorang yang tega menjebaknya dengan foto mesum yang menghancurkan reputasinya.

"Makasih udah bersikap baik ke gue, meskipun gue tahu itu cuma formalitas biar lo masih terlihat seperti manusia," kata Shena, berusaha tersenyum meski terasa sangat berat di dadanya.

"Dan terima kasih juga atas janji lo yang katanya bakal bantu bersihin nama gue. Sekarang semua orang udah tahu gimana peran lo di sini, jadi gue nggak perlu pura-pura terlihat baik-baik aja lagi."

Anya menunduk, suaranya hampir tak terdengar saat dia berbisik, "Maaf, Shen..."

Shena hanya mengangkat bahu, tatapannya kosong. "Ah, pasti permintaan maaf lo cuma formalitas juga, kan? Kalau gitu, sebagai formalitas juga, gue maafin lo."

Matanya berkaca-kaca, namun dia tetap mencoba berbicara dengan tenang. "Lo masih orang baik yang pernah gue kenal, dan maaf gue jadi sahabat lo yang 'penyakitan' ini. Gue cuma ngga enak sama Ghea, karena dia harus ngeliat drama pertemanan kita yang hancur."

Ghea, yang berdiri tak jauh dari mereka, menatap tajam ke arah Anya. "Mungkin Shena bisa maafin lo, tapi gue ngga. Hati gue ngga selembut hati Shena," ucap Ghea tegas, wajahnya keras tanpa ampun.

Waktu terasa melambat ketika guru BK datang membawa Anya keluar dari ruangan. Sudah pasti Anya akan dihadapkan pada konsekuensi dari tindakannya, dan besar kemungkinan dia akan segera dikeluarkan dari sekolah. Semua orang menyaksikan dengan berbagai macam perasaan—terkejut, lega, dan tidak sedikit yang merasa puas.

Setelah Anya dibawa pergi, Marvel mendekat ke Shena, yang terlihat semakin lemah. Tubuhnya gemetar, menahan tangis yang sudah tak tertahankan lagi. Marvel berdiri di hadapannya, memandangnya dengan perasaan yang campur aduk. Tanpa berkata apa-apa, dia menarik Shena ke dalam pelukannya, memberikan rasa nyaman yang begitu dibutuhkan gadis itu.

"Maaf kalau dunia ini terlalu jahat sama lo," ucap Marvel, suaranya rendah dan lembut. "Nangis aja, kita semua bakal pura-pura ngga denger apapun."

Tembok pertahanan Shena yang sudah lama ia bangun akhirnya runtuh. Tangisnya pecah, tubuhnya terguncang hebat di dalam pelukan Marvel. Untuk pertama kalinya, Shena merasa aman di tengah semua kekacauan ini, merasa ada ruang untuk menumpahkan semua beban yang selama ini ia tahan.

Marvel mengeratkan pelukannya, berbisik pelan di telinga Shena. "Gue masih punya satu permintaan yang ketujuh, kan?" tanyanya dengan lembut.

"Iya, permintaan terakhir. Kak Marvel mau minta apa dari saya?" jawab Shena, suaranya bergetar, namun sedikit lebih stabil.

Marvel terdiam sejenak, matanya memandang Shena dengan penuh keraguan dan harapan yang tersisa. "Permintaan terakhir gue... gue minta lo untuk tetap hidup," ucapnya, suaranya nyaris pecah.

Shena tersenyum kecil, meski matanya masih basah oleh air mata. Dengan lembut, dia mengelus kepala Marvel, seakan mencoba menguatkan lelaki itu. "Kalau gitu, di kehidupan selanjutnya, mari kita bertemu lagi. Kali ini, sebagai dua orang yang beruntung saling mencintai."

"Shen..." panggil Marvel dengan suara serak, "gue minta putus waktu itu bukan karena gue udah nggak cinta sama lo, tapi karena gue marah sama diri gue sendiri. Marah karena gue gagal bikin lo merasa beruntung punya gue."

Shena terdiam, tak memberikan respon apa pun. Tubuhnya semakin lemas di dalam pelukan Marvel, dan dia pun menyadari betapa rapuhnya keadaan Shena saat ini. Panik mulai merayapi dirinya, Marvel segera mengangkat Shena dan membawanya ke dalam mobil, melaju secepat mungkin menuju rumah sakit. Denyut nadinya semakin melemah, membuat ketakutan yang sama kembali menghantui Marvel—perasaan seolah dunianya akan hilang lagi.

"Shen, tolong jangan tinggalin gue. Gue belum sempat bilang kalau gue beruntung banget bisa dicintai sama lo..."

Tbc

Mervel & Semestanya (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang