epilog

33 5 0
                                    

Langit cerah menyelimuti kota New York, sebuah pagi yang tenang di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit cerah menyelimuti kota New York, sebuah pagi yang tenang di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota besar. Dari jendela apartemennya, Marvel tersenyum kecil, menatap deretan gedung pencakar langit yang menjulang di hadapannya. Ia baru saja menyelesaikan pendidikan di salah satu universitas bergengsi di Amerika—sebuah impian yang kini telah ia wujudkan.

Tatapannya perlahan beralih ke sebuah bingkai foto di atas meja. Foto itu menunjukkan dirinya dan teman-temannya saat SMA, mengenakan toga wisuda dengan senyum cerah yang memancarkan kebahagiaan tak terbendung. Nama-nama mereka tertulis rapi di bawah foto: Marvel Varexa Danendra, Jaefran Ardito Danendra, Haexal Attharazka, Joeblue Argheza Naufal, Keysa Valencia Nisvi, Alles Arexsa Tjdandra, Ghani Pradipa, Chandra Adzikra, Gavin Pratam Alvito.

Marvel mengamati foto itu lebih lama dari biasanya, seolah bisa merasakan kembali tawa dan kenangan hari itu. Namun, ada satu nama yang terselip di sudut hatinya yang tak tertulis di bingkai itu—Shena.

Drttt… Drttt…

Suara ponsel Marvel berdering, memecah lamunannya. Di layar terpampang nama Jaefran.

"Hallo, Vel, kapan lo balik ke Indonesia?" suara Jaefran terdengar ceria dari seberang.

Marvel tertawa kecil. Jaefran memang selalu cerewet, apalagi setelah tahu bahwa Marvel akan segera pulang. "Sore ini gue berangkat, Fran," jawab Marvel santai.

"Buruan balik! Lo lama banget di Amrik, jangan-jangan lo udah kepincut bule di sana?"

Marvel terkekeh. "Tenang aja, yang di Indonesia masih jadi juaranya kok."

"Siapa? Keysa?" goda Jaefran dengan nada iseng.

Marvel mendadak terdiam, senyumnya hilang seketika. "Yeuuh, dasar lo monyet!" balas Marvel datar.

"Eh, kalo udah sampe bandara, kabarin gue dulu ya. Gue harus jadi orang pertama yang tahu lo udah sampe. Anak-anak yang lain belakangan aja!" Jaefran terdengar penuh semangat.

"Najis. Gue pacar lo juga bukan!" Marvel tertawa geli.

"Tapi lo lupa ya, nama gue sekarang Jaefran Chalisya?"

"BODO AMAT!" Marvel memutus telepon dengan tawa. Ia menaruh ponsel itu di atas meja dan mulai mengemasi barang-barangnya. Saat tangannya menyentuh sebuah gantungan kunci dengan foto Shena, bibirnya perlahan membentuk senyuman lembut.

"Hari ini gue pulang, Shen. Tunggu gue buat jenguk lo lagi, ya."

Setibanya di bandara Indonesia, suasana ramai menyambut kedatangan Marvel. Namun, yang lebih membuatnya hangat adalah suara seruan dari arah pintu keluar.

"Marvellll!" Haexal berlari dengan cepat, langsung memeluk Marvel erat. "I miss you so much, baby!" ucapnya, menahan tawa.

Marvel hanya tertawa melihat reaksi teman-temannya. Satu per satu mereka datang menyambutnya dengan pelukan hangat. Sekian tahun terpisah, akhirnya mereka kembali dipersatukan.

"Gue kira lo udah kepincut bule Amerika," Gavin menyindir dengan nada bercanda.

Marvel menggeleng sambil tertawa. "Pribumi tetep selera gue."

"Pribumi... atau yang udah menyatu sama bumi?" Jaefran melontarkan candaan yang tiba-tiba membuat suasana jadi hening. Semua mata tertuju padanya.

Marvel memandangi Jaefran sejenak, lalu tersenyum tipis. Jika bukan Jaefran yang berbicara, mungkin Marvel sudah menghajarnya saat itu juga.

Chandra cepat-cepat mengambil alih situasi. "Eh, kita tiap minggu lho nggak pernah absen buat jenguk makam Shena," ujarnya mencoba mengalihkan pembicaraan.

Senyum Marvel langsung berubah hangat. "Ya udah, kita langsung ke makam Shena dulu deh, baru ke rumah."

***

Angin sore Indonesia terasa lembut di wajah Marvel saat ia tiba di pemakaman. Di antara pohon-pohon rindang, ia berdiri di depan makam Shena, menghirup napas dalam-dalam. Sudah lima tahun berlalu, tapi rasanya seperti baru kemarin ia terakhir kali bicara dengan gadis itu. Setiap sudut kota yang pernah mereka lewati bersama kini terasa seperti kenangan hidup yang selalu menghantui langkahnya.

Ia merapikan bunga di atas makam, matanya penuh nostalgia. "Shen, maaf kalo gue jarang dateng akhir-akhir ini... tapi gue ngga pernah lupa."

Setiap langkahnya di Indonesia membawa memori yang terukir dengan Shena—setiap tawa, perdebatan kecil, hingga saat-saat terakhir mereka bersama. Meski lima tahun telah berlalu, cinta Marvel untuk Shena tetap ada. Namun, hidup terus berjalan, dan Marvel tahu, ada hal lain yang juga menantinya di masa depan.

Marvel menghembuskan napas panjang, dan di sampingnya, Jaefran yang ikut menemani hanya terdiam, menghormati momen hening itu.

Waktu berlalu, dan Marvel kini telah kembali menjalani kehidupan barunya di Indonesia. Ia sibuk bekerja, melanjutkan bisnis keluarganya, dan menjabat sebagai CEO termuda di perusahaan ayahnya. Namun, di balik semua kesuksesan itu, ada ruang kecil di hatinya yang selalu diisi oleh Shena—semestanya.

Suatu hari di ruang kerjanya, Jaefran datang dengan senyum iseng di wajahnya. "Vel, ayo kita berangkat. Katanya lo mau jenguk makam Shena?"

Marvel yang sedang sibuk menandatangani dokumen hanya menatap Jaefran sekilas. "Iya, bentar lagi. Gue selesain ini dulu."

Setelah semuanya beres, Marvel dan Jaefran berangkat ke makam Shena. Dalam perjalanan, Marvel tak bisa menahan pikirannya untuk kembali ke masa lalu. Sudah saatnya, pikirnya, untuk benar-benar melepaskan. Bukan melupakan, tapi menerima.

Di depan makam Shena, Marvel terdiam lama. "Shen, hari ini gue kesini untuk bilang... gue akan menikah. Ngga mudah buat ninggalin lo, tapi gue tahu, hidup harus terus berjalan."

Marvel tersenyum tipis, meski hatinya terasa berat. "Kita mungkin gagal paham cara saling mencintai. Gue gagal ngertiin lo, dan lo gagal ngertiin gue. Tapi... semesta kita udah selesai, Shen."

Ia mengelus nisan itu perlahan, membiarkan air matanya jatuh tanpa ia tahan. "Semesta gue selalu lo, tapi sekarang... gue harus nyiptain cerita baru. Terima kasih untuk semuanya."

Dengan napas berat, Marvel akhirnya bangkit. Ia tahu, ini adalah langkah pertama menuju babak baru dalam hidupnya. Meninggalkan Shena bukan berarti melupakan—itu hanya berarti menerima bahwa kisah mereka telah berakhir, tapi cintanya akan tetap hidup dalam setiap langkah yang ia ambil ke depan.

Dan di sanalah berakhirnya kisah Marvel dan Semestanya.

Tbc

Mervel & Semestanya (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang