3 - MARVEL & SEMESTANYA

41 6 0
                                    

CHAPTER 3

Pak Adi, pembina kesiswaan, berdiri di depan rombongan dengan suara tegas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pak Adi, pembina kesiswaan, berdiri di depan rombongan dengan suara tegas. "Bus 2 untuk perwakilan semua ekskul dan beberapa anggota OSIS. Sisanya naik di bus 3," ucapnya, mengarahkan para siswa.

Tanpa banyak bicara, murid-murid segera bergerak menuju bus masing-masing. Kegiatan kunjungan tahunan ke panti asuhan ini memang sudah jadi tradisi, dan kali ini mereka akan menginap semalam di sana.

Shena menaiki bus, matanya menyapu kursi-kursi yang sudah hampir penuh. Tak ada lagi tempat kosong di bagian depan.

"Shena!" panggil seseorang, melambaikan tangan dari barisan belakang. Itu Dareen, anggota OSIS kelas 10.

Dareen menepuk kursi kosong di sebelahnya. "Duduk sama gue, Shen!"

Sebuah senyum lega muncul di wajah Shena. Dia melangkah ke arah Dareen, yang duduk di kursi kedua dari belakang. "Untung lo manggil gue. Gue udah bingung mau duduk di mana."

"Ya, sama gue juga. Ini bus isinya kakak kelas semua yang gue ngga kenal," jawab Dareen, tertawa kecil.

Mereka pun larut dalam obrolan ringan, sementara bus mulai bergerak meninggalkan sekolah. Perjalanan ke panti asuhan akan memakan waktu sekitar tiga jam.

Tak lama kemudian, seorang cowok berdiri di samping Shena, memegang gantungan kunci berbentuk snowball di tangannya. "Ini punya lo?" tanyanya.

Shena menoleh, mengenali cowok itu. Haexal, ketua tim futsal. Ghea sering bercerita tentang dia. Shena tersenyum kecil, merasa agak canggung.

"Lho? Lo yang kemaren bawa pisau di kantin, kan?" Haexal mengingat kejadian lalu, saat Shena berusaha menggertak Marvel.

Haexal menoleh ke kursi paling belakang "jadi dia yang namanya Shena, Vel?"

Entah seperti terhipnotis, kepala Shena juga ikut menoleh ke kursi penumpang bagian belakang. Marvel duduk di samping Jaefran, sedang memperhatikan ke arahnya juga.

"Nih gantungan lo, kalo ngga di balikin bisa-bisa gue yang di gantung sama Marvel."

"Makasih, Kak," balas Shena, mengambil gantungan itu.

Haexal tertawa sambil melihat ke arah Marvel. "Udah gue balikin kok, Vel. Lo ngga usah plototin gue kayak gitu, nanti mata lo copot, ngga bisa liat Shena lagi deh."

"Berisik lo," sahut Marvel, malas menanggapi.

Jaefran tertawa lebar, menimpali. "Payah banget temen lo, Xal. Mutusin buat ikut cuma karena ngga berani ngajak doi pacaran."

"Haexal langsung merangkul pundak Marvel. "Serius? Lo sekarang takut ditolak cewek ya?"

Marvel hanya mengangkat bahu. "Biasa aja."

"Tapi di antara banyak cewek, kayaknya Shena yang paling menarik perhatian lo deh, Vel," sindir Haexal sambil tersenyum licik.

"Ngga juga," jawab Marvel, suaranya mulai terdengar kesal. "Lo bisa diem ngga?"

"Gue diem kok, kalo lagi nonton film Jepang," sahut Haexal dengan nada bercanda, membuat semua cowok di kursi belakang tertawa terbahak-bahak.

Chandra, salah satu cowok di belakang, ikut menimpali, "Dirty mind! Nggak baik buat anak di bawah umur kayak gue."

Ah, pecitraan lo! Kita sering nonton bareng juga," goda Haexal.

"Ngga pernah ya, anjing!" protes Chandra, tersinggung. "Shut your lambe before I slepet you with a centong rice."

Obrolan riuh di belakang membuat Shena hanya bisa diam. Dia tidak bermaksud menguping, tapi jarak mereka terlalu dekat untuk tidak mendengar percakapan itu. Dia mengalihkan pandangannya ke jendela, memperhatikan mobil-mobil yang melaju di jalan raya. Rasa kantuk mulai menyerang setelah satu jam perjalanan.

***

"HAHAHAHA!"

Suara tawa keras membangunkan Shena dari tidurnya. Dia terkejut, mendapati dirinya tersentak dari mimpi karena keributan dari kursi belakang.

"Berisik, ya?" tanya seseorang dengan suara rendah dan berat, suara yang langsung dikenali Shena. Dia menoleh, dan melihat Marvel sekarang duduk di tempat Dareen sebelumnya.

"Temen lo pindah ke depan. Dia mabuk darat dan muntah," kata Marvel, seolah menjelaskan tanpa diminta.

"Shena mengerutkan kening, bingung. "Kak Marvel ngapain duduk di sini?"

Marvel mengangkat bahu santai. "Duduk. Ada masalah?"

Shena menggeleng cepat. "Ngga, Kak. Ngga ada."

Ketika Shena menoleh ke belakang, ia langsung mendapat kedipan mata dari Haexal serta lambaian tangan dari beberapa gerombolan cowok-cowok. Hal itu membuat Shena bergidik ngeri.

"Ngga usah diliat. Nanti lo sawan," ucap Marvel dengan nada datar, memperingatkan.

Dari belakang, terdengar protes dari Haexal. "Kita masih bisa denger, lho, Vel!"

Tak lama kemudian, suara Pak Adi terdengar dari mikrofon di depan bus. "Anak-anak, persiapkan barang-barang kalian karena sebentar lagi kita sampai di lokasi."

Semua siswa sibuk merapikan tas mereka. Shena ikut membereskan tasnya, ketika Marvel menoleh ke arah barang di bawah kursinya.

"Barang lo cuma itu?" tanya Marvel, menunjuk tas kecil dengan dagunya.

"Iya, Kak," jawab Shena singkat.

"Lo turun duluan aja. Barang lo biar gue yang bawa," ucap Marvel, membuat Shena sedikit terkejut.

"Ngga apa-apa, Kak. Makasih."

Marvel memicingkan matanya, lalu berkata pelan, "Permintaan kedua, turutin semua perkataan gue selama acara di panti."

Shena menatapnya, tersadar bahwa ini bagian dari perjanjian mereka. Dia hanya bisa mengangguk.

Tbc

Mervel & Semestanya (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang