21 - MARVEL & SEMESTANYA

29 5 0
                                    

CHAPTER 21

“Langsung pulang aja!” perintah Shena sambil berjalan santai di depan Marvel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Langsung pulang aja!” perintah Shena sambil berjalan santai di depan Marvel. Senyuman tipis menghiasi wajah Marvel saat memperhatikan gadis itu yang terus menggerutu. Shena tampak kesal, sesekali menghentakkan kaki di tanah sambil mengomel tentang bagaimana rapat OSIS yang tiba-tiba dihentikan begitu saja.

"Marah nih?"

"Makanya, Kak Marvel jangan gitu dong!" seru Shena, tatapannya tajam. "Saya kan waketos, jadi nggak enak sama yang lain. Kalau tiba-tiba mereka minta saya turun jabatan gimana?"

Marvel hanya terkekeh, "Bagus, kan?"

Langkah Shena langsung terhenti. Dia berbalik dan menatap Marvel dengan alis terangkat, "Besok nggak perlu anter saya pulang lagi. Saya bisa sendiri."

"Ngga mau," jawab Marvel enteng, tanpa menghentikan langkahnya.

Shena memutar bola mata, menatapnya dengan tangan bertolak pinggang, "Saya juga ngga mau!" balasnya tegas.

Marvel mendongak sedikit, menatap Shena dari atas, "Bodo amat."

Kata-kata singkat itu langsung memancing amarah Shena. Dengan langkah cepat, ia mendekat ke Marvel, lalu tanpa berpikir dua kali, sikutnya langsung menghantam perut pria itu dengan keras.

Marvel meringis, memegangi perutnya, "Sakit lah!"

"Rasain tuh! Biar Kak Marvel kapok!" Shena mendengus puas. Namun, tak lama kemudian, Marvel berdiri tegap lagi, kali ini malah merapikan kerah bajunya seakan tidak terjadi apa-apa. Melihat itu, Shena ternganga, bingung.

"Lo yakin tadi nyikut pake tenaga?"

"Lho, emang nggak sakit?" Shena mendekat, penasaran. "Mau saya ulang, Kak?"

Marvel mengangkat alis dan tersenyum miring, "Gantian sini, gue yang nyikut lo."

"Eitsss, ngga bisa!" Shena buru-buru menangkupkan kedua tangannya di dada, membuat ‘tameng’ imajiner.

Marvel tertawa kecil, lalu dengan cepat menyentil jidat Shena. Kali ini, giliran Shena yang meringis kesakitan.

"Kok bisa ada manusia sebodoh lo?" cibir Marvel, dengan senyum jahil.

Shena mengusap jidatnya yang mulai merah, lalu menjawab sambil tersenyum lebar, "Namanya saling melengkapi, Kak. Di dunia ini nggak seru kalau cuma diisi orang pintar doang."

Marvel meliriknya sekilas, matanya menyipit penuh rasa ingin tahu. "Teori dari mana itu?"

"Teori dari saya," jawab Shena dengan percaya diri, menampilkan deretan giginya yang rapi.

Marvel tersenyum tipis, "Saling melengkapi tuh kayak tinggi sama pendek, cuek sama cerewet, manja sama humoris, gendut sama kurus… gue sama lo."

"Gue sama lo?" tanya Shena, mengulang kata-kata Marvel dengan nada heran.

Marvel tetap berjalan tanpa menoleh, "Ngga."

"Tadi Kak Marvel bilang yang saling melengkapi itu gue sama lo, maksudnya saya sama Kak Marvel?"

"Kapan gue bilang gitu?" Marvel berhenti, menatap Shena dengan wajah datar.

"Tadiiiiii," Shena menggigit bibir bawahnya, merasa dipermainkan. Sementara Marvel terlihat santai, tak peduli dengan kebingungannya.

"Salah denger kali," Marvel berkata ringan sambil menyerahkan helm pada Shena. "Meskipun nggak punya otak, kepala lo tetap harus dilindungi."

Shena mendengus, tapi mengambil helm itu. "Iya, paham deh si jenius paling punya otak," sindirnya, menekankan setiap kata terakhir.

Selama perjalanan, keduanya terdiam. Tak ada percakapan yang keluar dari mulut Marvel maupun Shena. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing, hingga Shena menyadari jalan yang mereka lewati tidak menuju ke rumahnya.

"Kak Marvel, ngga lupa alamat rumah saya kan?" tanyanya, mulai curiga."

"Ngga," jawab Marvel pendek, sambil terus melaju.

"Terus, kita mau ke mana?" tanya Shena semakin penasaran.

"Gue mau ngenalin lo ke seseorang," jawab Marvel dengan tenang, namun menambah kecepatan motornya, seolah ingin cepat sampai ke tujuan.

Tak lama kemudian, mereka berhenti di sebuah TPU di daerah B. Shena hanya bisa mengerutkan kening, bingung kenapa Marvel membawanya ke pemakaman. Tanpa banyak bicara, Marvel menggenggam tangannya dan membawanya berjalan di antara deretan makam.

"Pertanyaan-pertanyaan berkecamuk di kepala Shena. Untuk apa dia dibawa ke tempat ini? Siapa orang yang akan dikenalkan Marvel? Namun dia memilih diam, yakin semua pertanyaan itu akan segera terjawab.

"Udah sampe, Kak?" Shena bertanya ketika mereka berhenti di depan sebuah makam. Matanya tertuju pada tulisan di batu nisan. "Alesya? Teman Kak Marvel?"

"Bisa dibilang juga… first love gue," jawab Marvel pelan, nadanya jauh lebih lembut dari biasanya.

Shena terdiam, meresapi kata-kata itu. First love. Rasanya pasti berat untuk melepas seseorang yang dicintai, bukan karena keadaan atau perbedaan, tapi karena takdir yang memisahkan mereka.

"Turut berduka cita, Kak. Semoga amal ibadahnya diterima dan kuburnya dilapangkan," ucap Shena tulus.

Marvel menoleh, menatapnya sejenak. "Ngga telat?"

"Ya ngga lah! Saya kan baru tahu, jadi wajar kalau baru ikut berduka cita sekarang," Shena memijat keningnya, merasa aneh harus berdebat soal ini. "Udah, jangan berantem di depan kuburan. Pamali."

Marvel tersenyum tipis, lalu mengangguk ke arah nisan. "Kenalan dulu sama Al."

Shena sempat bingung. Kenalan? Dengan siapa? Tapi melihat tatapan Marvel yang tertuju ke batu nisan, akhirnya Shena paham.

"Manggilnya apa? Lebih tua atau lebih muda dari saya?" tanya Shena, ingin memastikan sopan santun.

"Lebih tua."

"Halo Kak Alesya," Shena memulai dengan sedikit ragu. "Nama saya Shena, temennya Kak Marvel. Eh, maksudnya bukan temen, cuma kakak-adik kelas aja."

Marvel tiba-tiba menyela. "Bohong, Al. Dia pacar gue."

Shena langsung melotot. "Pacar pala bapak kau gundul!" serunya, marah namun terdengar lucu di telinga Marvel yang tertawa lebar. "Kak Marvel itu jelas bukan tipe saya!"

"Tapi Shena itu tipe gue, Al," lanjut Marvel, tanpa menghiraukan protes Shena.

"Kalau saya tipe Kak Marvel, berarti selera Kak Marvel jelek banget!" balas Shena, setengah bercanda setengah serius.

Marvel hanya tersenyum smirk, memandang Shena dalam diam sebelum berkata pelan, "Tapi lo punya hati yang baik. Itu alasan kenapa gue ngga bisa ngga suka sama lo."

Shena tercekat, tak tahu harus menjawab apa. Tepat saat itu, untuk pertama kalinya, ia merasa ada sesuatu di balik sikap dingin Marvel yang selama ini ia tidak sadari.

Tbc

Mervel & Semestanya (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang