10 - MARVEL & SEMESTANYA

37 5 0
                                    

CHAPTER 10

Sudah lebih dari dua jam Shena duduk termenung di dalam UKS, matanya menatap lampu neon yang berkedip-kedip, berlinang air mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah lebih dari dua jam Shena duduk termenung di dalam UKS, matanya menatap lampu neon yang berkedip-kedip, berlinang air mata. Beberapa kerabat dekat mendekatinya, mencoba mengajaknya berbicara, tetapi Shena hanya merespon dengan senyuman kecil yang tidak tulus.

"Shen, minum teh hangatnya, nanti keburu dingin," kata Jaefran, mengangkat secangkir teh kelima yang sudah disiapkannya. Teh itu terlihat semakin dingin, tetapi Shena hanya meliriknya dengan mata kosong.

"Ah, lagi ngga pengen, Kak," jawab Shena lemah, suaranya hampir tidak terdengar.

"Yaudah, nanti aja di minumnya," Jaefran menjawab sambil menempatkan cangkir kembali ke meja, kecewa melihat sahabatnya yang tidak bersemangat.

Manik mata Shena mulai menjelajahi setiap sudut ruangan, kemudian kembali menatap Jaefran. "Kak Marvel kemana?" tanyanya dengan nada penuh harap.

"Marvel?" Jaefran mengernyit, ragu sejenak. "Dia masih di sidang."

"Di mana?" Shena mendesak, sedikit bergetar.

"Ruang kepala sekolah," Jaefran menjawab, melihat Shena mengangguk pelan, tetapi raut wajahnya kembali murung.

Merasa tidak enak hati melihat Shena yang terpuruk, Jaefran akhirnya berkata, "Gue keluar sebentar ya, Shen. Mau beli minum."

Setelah mendapat anggukan kecil dari Shena, Jaefran melangkah keluar dari UKS. Dia mendorong knop pintu hingga tertutup, lalu menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri.

"Dengar kan? Sekarang dia butuh lo. Sampai kapan mau menghindar terus dari Shena?" Jaefran duduk di salah satu kursi di luar, menatap Marvel yang bersandar malas di kursi.

"Chandra baru ngabarin gue, Andre bisa tertolong di rumah sakit. Untung anak orang ngga mati," Marvel menjawab sambil menyeringai, senyum sinis menghiasi wajahnya.

"Gue kira dia udah di neraka," Jaefran balas, merasa lega mendengar kabar itu.

"Mereka bakal dapat hukuman apa?" tanya Jaefran lagi, penasaran.

"Hukuman apalagi dari kasus pembullyan dan pelecehan seksual selain diusir?" jawab Marvel sambil menggelengkan kepala, teringat pada apa yang terjadi.

"Ngga mati di tangan gue aja seharusnya mereka udah bersyukur," sambung Marvel dengan nada penuh penekanan.

Jaefran mengangguk setuju, "Bener juga. Belum lagi trauma dari korban."

"Sialan tuh cecunguk! Mereka meragukan kekayaan gue atau gimana? Gampang banget buat gue bikin keluarga mereka hancur," Marvel meluapkan emosinya, suara tertekan dan penuh kebencian.

"Kalo perlu apa-apa, bilang ke gue. Biar gue suruh bawahan bokap tanganin parasit-parasit itu," Jaefran menawarkan, berusaha memberikan dukungan.

"Tumben lo dukung gue?" Marvel menatap Jaefran dengan heran.

"Sesama teman harus saling mendukung," Jaefran menjawab sambil tersenyum, tetapi Marvel hanya mendengus, tidak yakin.

"Ck. Bulshit banget anjing"

"Yaudah mending sekarang lo temuin Shena di dalem UKS. Biar gimanapun lo akar masalah dari semua ini dan Shena korbannya"

Yaudah, mending sekarang lo temuin Shena di dalam UKS. Biar gimanapun, lo akar masalah dari semua ini, dan Shena korbannya," Jaefran menyarankan, menatap Marvel dengan serius.

Marvel menoleh cepat, "Ngga, makasih."

***

Di dalam UKS, suasana terasa hening ketika Shena melihat Marvel masuk. "Kak Marvel udah selesai sidang?" tanyanya, suara bergetar sedikit.

Marvel berdeham pelan, berusaha mengusir rasa grogi yang tiba-tiba menyerangnya. Sial, kenapa dia merasa nervous? Seharusnya dia tidak perlu merasa seperti ini.

"Udah," jawabnya singkat.

"Di sidang karena kejadian tadi?" Shena bertanya lagi, penasaran.

"Ngga tau," Marvel menjawab, menyadari bahwa Jaefran hanya berbohong untuk menghindari pertemuannya dengan Shena.

Melihat teh hangat di tangan Marvel, Shena bertanya, "Itu buat saya?"

"Ah?" Marvel terkejut, dengan cepat meneguk teh itu hingga habis. "Buat gue sendiri. Sorry."

Bohong, pikirnya, sebenarnya niatnya adalah memberikannya untuk Shena, tetapi kini dia merasa gengsi.

"Kak Marvel, ada yang luka?" Shena bertanya lagi, mata besarnya mengawasi Marvel dengan cermat.

"Ngga," jawab Marvel cepat.

"Ada yang sakit?" tanya Shena lagi, menunggu jawaban.

"Ngga," Marvel menjawab, merasa frustrasi

"Ada tugas sekolah yang perlu saya kerjain?" Shena melanjutkan, seolah tidak ingin berhenti.

Marvel berdecak malas, "Cerewet banget sih kayak tukang obat."

Melihat wajah kesal Marvel justru membuat Shena ingin tertawa. Meski suasana hati tidak baik, ekspresi wajah Marvel yang jujur mengundang senyuman di bibirnya.

"Pikirin aja diri lo sendiri!" kesal Marvel, tetapi tidak bisa menyembunyikan ketertarikan pada tawa Shena.

"Maunya saya pikirin kak Marvel aja nih, boleh ngga?" Shena menggoda, matanya berbinar.

Bulu kuduk Marvel langsung berdiri. "Perasaan yang gue tonjok Andre, tapi kenapa lo yang gila?"

"HAHAHAHA!" Shena tertawa lepas, tidak bisa menahan diri lagi. "Bercanda, Kak. Mana berani saya pikirin Kak Marvel!"

Marvel mengernyit bingung. "Kenapa?"

"Ngga apa-apa," jawab Shena, berusaha meredakan tawanya.

"Nama lo siapa? Gue lupa," tanya Marvel, tampak serius.

Shena membelalakan mata. "Serius!? Wah, padahal saya udah jadi babu tugas Kak Marvel selama seminggu, tapi ngga inget nama saya?"

"Ngga penting juga inget nama lo," Marvel menyahut, terdengar santai tetapi sebenarnya merasa bersalah.

"Setidaknya kalo ngga ganteng, ya minimal punya akhlak dong, Kak. Jangan semuanya jelek," Shena menggoda, berusaha membuat suasana lebih ringan.

"Gue emang ganteng. Mata lo buta?" Marvel menjawab dengan percaya diri.

Ingin protes, tapi Shena tahu bahwa Marvel memang ganteng. Ingin marah, tetapi tidak bisa menyangkal kenyataan. Dia terjebak dalam perasaan serba salah.

"Nama lo siapa?" tanya Marvel sekali lagi, seolah baru menyadari.

"Shena. Want me to spell it out for you? S-H-E-N-A," jawabnya dengan nada menggoda.

"Aneh," Marvel berkata, mengernyitkan dahi.

Shena menaikkan satu alisnya. "Apa yang aneh? Nama saya cocok aja kok. Kecuali kalau nama saya Yanto, itu baru aneh."

"Iya, nama lo aneh. Cuma lima huruf, tapi menuhin otak gue terus," Marvel menjawab dengan jujur, membuat Shena tersenyum.

Tbc

Mervel & Semestanya (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang