22 - MARVEL & SEMESTANYA

31 5 0
                                    

CHAPTER 22

Marvel adalah tipe pria yang tak mudah mengungkapkan rasa suka dan sayangnya lewat kata-kata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marvel adalah tipe pria yang tak mudah mengungkapkan rasa suka dan sayangnya lewat kata-kata. Dia lebih memilih menunjukkannya melalui tindakan; perhatian kecil yang mungkin luput di mata orang lain, tapi selalu ada. Bahkan, diamnya sering kali adalah bentuk perhatiannya—diam-diam mengamati, memastikan orang-orang terdekatnya baik-baik saja.

Malam itu, di bawah langit berbintang yang dihiasi angin sepoi-sepoi, Marvel duduk di balkon kamarnya. Sudah satu jam berlalu sejak pesan dari Shena muncul di layar ponselnya.

Shena
|Kak Marvel beneran suka saya?
|tapi suka sama saya dari kapan?

Marvel mengernyit sedikit, lalu menghela napas panjang. "Dari kapan ya?" gumamnya, setengah bertanya pada dirinya sendiri.

Dia meraih ponsel, jari-jarinya bergerak untuk mengetik.

ayo jalan|

nanti gue kasih tau|

Tak perlu menunggu lama, Shena langsung membalas.

|Kapan?

malem ini sibuk ga?|

|Ngga kak

oke skrg|

|Oke

Senyum tipis terukir di wajah Marvel saat membaca balasan terakhir dari Shena. Dia segera bersiap, menatap bayangannya di cermin, memastikan penampilannya rapi. Setelah merasa cukup puas, dia menuruni tangga menuju garasi.

Namun, langkahnya terhenti ketika suara nyaring menyambut dari ruang TV.

"HALLO ADIK AKU TERZEYENGGGG!" Suara melengking itu milik Melody, kakaknya yang baru saja tiba.

Melody menghampiri Marvel, menatapnya dengan tatapan curiga sambil mengendus. "Mau kemana nih anak bujang? Buset, mandi parfum ya?"


Marvel mengangkat alis. "Kapan lo dateng?"

"Barusan," jawab Melody, dengan senyum penuh makna. "Mau ngapelin anak gadis dari kecamatan mana nih?"

"Berisik!" Marvel mendorong pelan tubuh Melody yang menghalangi pintu. "Minggir. Gue lagi buru-buru."

Dengan tawa jahil, Melody menahan tubuh Marvel. "Malu banget, ngajak anak orang jalan pake uang orang tua. Pake uang sendiri dong!"

Marvel menatapnya datar. "Iri ya, pacar lo nggak ada yang kayak gue?"

"Najis."


"Minggir.”

Melody tersenyum lebar. "Pulangnya beli martabak, ya?"

Marvel mengulurkan tangan, meminta sesuatu. Melody mengerutkan kening, bingung. "Mana uangnya?"

"Uang lo dong."

"Ck. Malu banget, masa beli martabak pake uang adik, pake uang suami sendiri dong!" Melody berdecak, tapi tertawa kecil melihat adiknya yang dengan cepat menjulurkan lidah mengejek. Seperti melihat versi laki-laki dari dirinya sendiri.

"Jaga diri, Vel. Di rumah sakit banyak pasien muda meninggal gara-gara kecelakaan," ucap Melody, penuh canda, namun ada nada khawatir. Marvel hanya menjawab dengan acungan jempol, lalu keluar rumah.

***

Pintu gerbang rumah Shena terbuka ketika Marvel tiba, dan untuk sejenak dia terdiam, tak berkedip, mengagumi polesan makeup tipis yang menghiasi wajah gadis itu.

"Terlalu medok ya?" tanya Shena, merasa tak nyaman dengan tatapan Marvel yang begitu intens.

Marvel menggeleng pelan. "Cantik," puji Marvel tulus.

Shena tersipu, sedikit salah tingkah. "Kak Marvel serius dong!"

"Ya gimana? Emang lo cantik, masa gue bilang jelek? Itu fitnah."

Shena mendengus. "Terserah deh! Tapi maaf ya, saya pake baju agak terbuka. Kalo nggak nyaman, saya bisa ganti."

Marvel hanya menatapnya sebentar sebelum menjawab, "Pake aja. Kalau ada yang gangguin, gue bisa berantem."

Senyum kecil menghiasi wajah Shena, dan perasaannya berdesir, seakan ada sesuatu yang bergetar di dalam perutnya. Seperti biasa, Marvel menyerahkan helm padanya dan memastikan pijakan motor siap sebelum Shena naik.

Motor melaju cepat menuju alun-alun kota, di mana lampu-lampu jalan bersinar terang, berkilauan di setiap sudut taman. Suasana ramai, penuh dengan pengunjung yang memadati alun-alun, menambah kesan hangat di malam libur ini.

"Katanya Kak Marvel mau cerita?" tanya Shena setelah mereka duduk di salah satu bangku panjang di pinggir taman.

"Cerita apa?" Marvel menjawab santai.

"Tuh kan!" Shena melipat tangan di depan dada, cemberut. "Malah jadi amnesia! Kalau ngga niat cerita, ya udah."

Melihat bibir Shena yang manyun membuat Marvel terhibur. Ada kepuasan tersendiri dalam hatinya saat berhasil menggodanya.

"Gue suka waktu lo nyoba jadi pahlawan kesiangan, pisahin gue dari Gavin," ujar Marvel tiba-tiba.

"Bukannya abis itu Kak Marvel marah-marah? Padahal aku cuma niat baik kasih obat luka."

"Gue nggak marah.”

"Bohong!" Shena memutar matanya, tak percaya.

Kejadian itu masih segar di ingatannya. Saat pertama kali dia menjabat sebagai wakil ketua OSIS, Shena menyaksikan Marvel terlibat baku hantam di kantin sekolah. Berniat melerai, dia malah jadi sasaran kemarahan keduanya.

Marvel mengalihkan pandangannya ke arah pelipisnya, tempat bekas luka dari perkelahian itu. "Untung nggak membekas," gumam Shena, menatap dengan rasa lega.

Marvel menyibakkan rambutnya, memperlihatkan bekas luka samar di pelipisnya. "Gue dapet empat jahitan di sini."

"Demi apa?! Empat jahitan? Kak Gavin keterlaluan banget!" Shena terkejut.

Untung saja Shena segera melerai waktu itu, pikirnya, jika tidak, mungkin lebih banyak luka yang harus dijahit di wajah Marvel.

Marvel menghela napas pelan. "Gue nggak marah sama lo waktu itu, cuma emosi gara-gara Gavin."

Shena tersenyum kecil, mengangguk paham. "Tapi maaf, Kak… saya nggak bisa nerima perasaan Kak Marvel. Saya masih punya trauma dari masa lalu, jadi sulit buat saya membuka hati."

"Ngga ada niatan buka hati lagi?" Marvel bertanya, nadanya lebih serius kali ini. "Atau mau gue dobrak sekalian?"

Shena tertawa, tapi ada keseriusan di balik tawanya itu.

"Setidaknya biarin gue berjuang dulu," lanjut Marvel. "Gue mau bantu nyembuhin luka lo."

"Nggak perlu se-effort itu, Kak," sahut Shena. "Kita masih bisa jadi teman, lho."

Marvel menatapnya, kali ini dengan tatapan yang dalam. "I don't think being just friends with you is enough. Temen gue udah banyak." Dia terdiam sejenak, lalu menambahkan dengan suara lembut, "Karena gue mau kita lebih dari itu."

Tbc

Mervel & Semestanya (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang