30 - MARVEL & SEMESTANYA

24 4 0
                                    

CHAPTER 30

Sudah lebih dari seminggu Marvel terus-menerus mengirim pesan pada Shena tanpa balasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah lebih dari seminggu Marvel terus-menerus mengirim pesan pada Shena tanpa balasan. Tak ada sapaan, tak ada kabar. Setiap kali mereka kebetulan berpapasan di kampus, Shena selalu mencari cara untuk menghindar. Bahkan ketika Marvel dikenai skorsing tiga hari, Shena tetap diam, seolah tidak tahu atau mungkin memang tidak peduli.

Hari ini, Marvel merasa semakin gusar saat melihat Shena duduk di kantin, tersenyum, berbincang akrab dengan Gavin. Hatinya mengeras, tak peduli apa maksud Shena, yang jelas Marvel tak suka melihatnya bersama Gavin.

"Mau gue hajar, Vel?" Ghani berkata sambil menatap Gavin tajam, seperti menahan diri agar tak langsung melompat dari kursinya. "Gue udah tahan dari kemarin, nih."

"Engga perlu," balas Marvel dingin, meski jelas dari sorot matanya dia terganggu. "Biarin aja."

Ghani mendengus, tak puas dengan jawaban itu. "Gavin makin dibiarkan, makin ngelunjak."

"Ngga usah ditanggapin," sahut Marvel

Jaefran, yang duduk bersandar di kursinya, melirik Marvel dengan penasaran. "Lo sama Shena kenapa? Kalian putus?"

Alles, yang dari tadi ikut memperhatikan, mendengus kesal. "Lo yang pacaran, tapi kepala gue yang ikut pusing! Pas pacaran bikin kesel, sekarang pas diem-dieman tambah bikin kesel. Paling bener tuh jomblo aja!"

Chandra menyeringai, menimpali, "Lo kesal karena nggak punya pacar juga, Les."

"Brengshake!" maki Alles, tapi Chandra hanya tertawa.

Joeblue, yang duduk di ujung meja, ikut penasaran. "Beneran udah putus, Vel?"

Marvel mengangkat bahu, ekspresinya datar. "Males ngomongin. Pengen beli saham Ducati aja."

"Yeu, gue serius dodol!" protes Joeblue.

Marvel akhirnya menghela napas panjang. "Nggak putus. Cuma... kurang komunikasi gara-gara salah paham."

Chandra mengangguk pelan, matanya menatap Shena dan Gavin di kejauhan. "Komunikasi itu penting, Vel. Sampai kapan kalian diem-dieman gini?"

"Jujur, ya," tambah Chandra lagi, "daripada liat lo sama Shena berantem, gue lebih suka ngeliat kalian ngebucin. Walaupun gue iri, setidaknya kepala gue ngga pusing liat lo misuh-misuh terus."

Memang, sejak Marvel dan Shena tak saling bicara, Marvel jadi lebih mudah marah. Teman-temannya sering merasa tak nyaman, terutama saat mereka berkumpul. Biasanya Marvel yang ceria dan suka bercanda, sekarang lebih banyak diam dan murung.

Haexal menunjuk dengan dagunya ke arah meja Shena dan Gavin. "Lo ngga panas liat pacar lo akrab banget sama rival lo, Vel?"

Jaefran ikut gemas, mendesak, "Udah, sana samperin! Gengsi amat, sih?"

"Ngga," jawab Marvel tegas.

"Justru karena dia pacar lo, lo harus samperin, dong!" kata Jaefran lagi.

Marvel hanya mengangkat bahu. "Gue yang pacaran, terserah gue mau gimana."

Jaefran menggeleng, menyerah. "Suka-suka lo deh. Tapi inget, kalau putus, tetep harus bayar pajak putus ke kita."

Marvel mendelik kesal. "Semua kejadian dimintain pajak. Lo pikir yang punya negara ini bapak lo?"

***

Shena menatap ponselnya, melihat chat yang baru dikirimnya ke Marvel.

Kak Marvel
|kpn ada waktu? gue mau ngobrol

Shena hanya melirik sekilas pesan itu sebelum memasukkan ponselnya kembali ke saku. Sejak kejadian terakhir, dia memutuskan untuk menjauhi Marvel sementara waktu, memberikan jarak agar pikirannya lebih tenang.

Namun, di luar dugaan, Marvel tiba-tiba muncul di depan perpustakaan, berdiri dengan tangan terlipat di dada. "Jadi sengaja nggak bales chat gue?" suaranya dingin, tapi nadanya jelas menuntut jawaban.

Shena tersentak, refleks menoleh. Marvel mendekatinya dengan langkah mantap, wajahnya penuh ketegasan.

"Kenapa lo terus ngehindar?" tanyanya lagi, suaranya lebih rendah, tapi tetap menuntut.

"Saya sibuk," jawab Shena singkat, menghindari tatapannya.

Marvel menggeleng perlahan, tatapannya menembus Shena. "Bukan soal sibuknya, Shen. Tapi soal prioritasnya."

Shena terdiam, tak bisa membantah. Marvel menghela napas panjang, nada suaranya kini lebih lembut, tapi tetap penuh penekanan. "Gue juga sibuk. Tapi gue masih nyempatin waktu buat ngabarin lo."

Shena masih diam, tapi hatinya berdenyut. Marvel melangkah lebih dekat, suaranya rendah namun tegas. "Gue mau ngobrol. Berdua."

"Ngga bisa," jawab Shena cepat, masih menghindari tatapan Marvel.

"Sibuk?"

Shena akhirnya mendongak, memberanikan diri menatap mata coklat Marvel yang tajam. "Iya. Sibuk."

Marvel memandang Shena sejenak sebelum tiba-tiba mengeluarkan pertanyaan yang membuatnya terhenyak. "Berapa?"

Shena mengerutkan kening, bingung. "Apa maksudnya?"

"Berapa uang yang perlu gue kasih untuk beli waktu lo?" tanya Marvel tajam, matanya seolah menembus pertahanan Shena.

Shena tercekat, tak menyangka Marvel akan mengatakan itu. Tatapan dingin dan menusuk dari Marvel membuat nyalinya menciut. Ia belum pernah melihat Marvel dengan tatapan seperti ini—serius dan penuh luka.

Marvel melanjutkan, nadanya lebih lembut namun sarat emosi. "Biarin gue jelasin semua kesalahpahamannya. Setelah itu, terserah lo mau percaya atau nggak."

Shena menarik napas panjang, berusaha menjaga ketenangannya. "Nanti saya hubungin Kak Marvel."

Marvel dengan cepat meraih pergelangan tangan Shena, suaranya melembut namun penuh keputusasaan. "Shen..." bisiknya lirih. "Kalo gue salah, marahin aja. Asal jangan diemin gue."

Shena menarik napas panjang, berusaha menjaga ketenangannya. "Nanti saya hubungin Kak Marvel."

"Kapan?"

"Nanti. Kalo saya udah siap dengerin penjelasan Kak Marvel."

Marvel tampak frustasi, mencoba mengeluarkan kalimat terakhirnya. "Shen, Alesya bukan alasan gue—"

"Itu masa lalu, Kak Marvel," potong Shena cepat, suaranya tenang namun tajam. "Saya juga punya masa lalu yang bikin saya trauma. Sekalipun dia first love saya, saya ngga pernah cari dia di diri Kak Marvel."

Marvel terdiam, terkejut dengan ketegasan Shena.

"Saya ngga bisa mencintai seseorang yang belum selesai dengan masa lalunya," lanjut Shena pelan, suaranya penuh keteguhan. "Selain buang-buang waktu, itu juga menyakiti saya secara perlahan."

Marvel hanya bisa menatap Shena, terdiam, ketika gadis itu akhirnya melangkah pergi, meninggalkannya dalam keheningan yang menyakitkan.

Tbc

Mervel & Semestanya (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang