23 - MARVEL & SEMESTANYA

29 6 0
                                    

CHAPTER 23

Marvel meringkuk di tempat tidur, menekan wajahnya dengan bantal, berusaha menghalau gangguan dari lantai bawah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marvel meringkuk di tempat tidur, menekan wajahnya dengan bantal, berusaha menghalau gangguan dari lantai bawah. Suara sumbang karaoke menggetarkan dinding rumahnya, menghancurkan harapan pagi yang damai.

"GENGGAM... TANGANKU SAYANG... DEKAP DENGANKU... PELUK DIRIKU..." suara itu terdengar makin jelas. Nada kacau, musik kemana-mana, tapi tak membuat penyanyinya berhenti.

"BERDIRI TEGAK... DI DEPAN AKU... CIUM KENINGKU... TUK YANG TERAKHIR..."

Marvel mendesah keras. Kesabarannya habis sudah. Dia segera bangkit, meraih pintu dan melangkah turun ke lantai bawah dengan amarah yang hampir meledak. Setibanya di ruang tamu, dia menemukan sumber kekacauan: kakaknya, Malven, sedang bernyanyi dengan semangat.

Tanpa melihat ke arah Marvel, Malven melambaikan tangan, menyadari kehadirannya. "Wazzup, my brother!" serunya, menghampiri Marvel dengan pelukan hangat. "Good morning!"

"Suara lo jelek, berisik bego," gerutu Marvel sambil mendorong tubuh kakaknya menjauh. "Jauh-jauh, ntar gue ketularan rabies."

Malven tertawa, "Yeu, dasar anak setan!"

Marvel mendengus. "Ngapain lo pulang? Masih inget lo punya keluarga?"

"Capek gue punya adik kayak lo, tukang roasting nggak ada hentinya. Tekanan batin mulu," keluh Malven sambil menggeleng. "Sambut gue gitu"

"Lo bukan presiden, ngapain gue sambut?"

Malven mendecak. "Dasar monyet! Kesel banget gue, pengen kepang usus lo!"

"Jelek!" Marvel mendorong Malven dari sofa, dan bantal-bantal pun segera menjadi senjata dadakan. Perang bantal antara kakak-adik itu berlangsung sengit, sampai suara rintihan Malven terdengar..

"Dasar adik laknat! Belum aja gue kutuk jadi batu!"

Marvel berjalan ke dapur, cuek, dan menenggak air putih dari gelas. "Bodo amat."

Saat itu, terdengar suara lembut dari belakang. "Hallo, Kak Marvel."

Marvel menjawab acuh, "Ya." Ia menyantap buah-buahan di atas meja dapur, sampai tiba-tiba ia tersedak, menyadari siapa yang berdiri di depannya. Shena, dengan tenang mengupas apel, tersenyum ke arahnya.

"Uhuk... uhuk..." Marvel tersedak parah, dan buru-buru Shena menyerahkan segelas air untuknya. "Kalo makan, pelan-pelan, Kak."

Marvel, masih terkejut, menoleh ke arah Malven yang sedang bersandar di sofa. "Lo liat nggak?"

"Lihat apa?" Malven menjawab dengan santai, tak menyadari kegelisahan adiknya.

Marvel mengarahkan telunjuk ke Shena. "Cewek cantik di sini, lo bisa lihat juga nggak?"

Malven menggeleng, "Ngga ada siapa-siapa."

Marvel menghela napas panjang. "Gila! Gue segitu cintanya sama Shena sampe halusinasi dia di sini."

Shena terkikik, menahan tawa. "Saya beneran di sini, Kak," katanya, melambai pelan. 

Marvel masih tak percaya. "Ini beneran lo?"

"Bener dong," Shena mencubit lengannya dengan ringan. "Sakit ngga?"

Marvel menggeleng, lalu menatap Malven yang menjawab sinis, "Dicubit gitu doang nggak berasa. Coba tampol pake wajan!"

Shena tertawa kecil, kemudian menghidangkan sepiring nasi goreng yang ia bawa dari rumah. "Sarapan dulu, Kak," tawarnya lembut.

Marvel, masih setengah linglung, hanya mengangguk dan mulai makan. "Ke sini disuruh siapa?"

"Tante Lyo yang ajak."

Marvel menatap bingung. "Mamah tahu alamat lo?"

"Lewat chat," jawab Shena.

Marvel mendengus, mulai paham. Pasti Jaefran yang memberitahu ibunya. Siapa lagi kalau bukan dia?

"Nasi gorengnya enak?" tanya Shena, penuh antusias.

"Enak," balas Marvel singkat, mulutnya penuh nasi.

Malven yang tak bisa diam langsung menimpali, "Kalau Shena yang masak, mau pasir goreng juga bakal dibilang enak, kan?" katanya sambil menaikkan alis, menggodanya.

"Berisik lo!" Marvel mendengus kesal, tapi tersipu.

"Marvel tuh begitu, suka malu-malu meong," tambah Malven.

"Bodo amat!" Marvel mengalihkan perhatian ke Shena. "Terus sekarang, mamah ke mana?"

"Tadi cuma bilang pergi sebentar," jawab Shena.

"Semalam tidurnya nyenyak?"

Shena mengangguk. "Nyenyak."

Marvel cemberut. "Curang."

Kening Shena mengerut. "Curang gimana?"

Marvel memonyongkan bibirnya sedikit, setengah bercanda. "Masa gue doang yang mikirin lo sampe nggak bisa tidur, sementara lo tidur nyenyak."

Shena tertawa gemas, melihat sisi lain dari Marvel yang jarang muncul. "Nanti deh, sebelum tidur saya mikirin Kak Marvel dulu."

"Nggak usah," Marvel menjawab cepat.

"Kenapa?" tanya Shena, bingung.

"Nanti lo jadi nggak bisa tidur," jawab Marvel, dengan nada yang lebih lembut, membuat Shena semakin tertawa kecil.

Melihat adegan ini, Malven hanya bisa menopang dagu, menggeleng pelan. "Lama-lama gue lipet juga bumi ini..."

Tbc

Mervel & Semestanya (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang