43 - MARVEL & SEMESTANYA

25 5 0
                                    

CHAPTER 43

Langit sore mulai meredup, namun suasana di SMA Khalista semakin hidup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit sore mulai meredup, namun suasana di SMA Khalista semakin hidup. Semua siswa tampak mengenakan pakaian putih dengan bawahan hitam, sesuai dengan dress code yang ditetapkan sekolah. Di tengah lapangan, sebuah tenda megah berdiri tegak, dengan hiasan lampu-lampu kecil yang menjuntai di sepanjang sisi tenda, menciptakan suasana hangat dan meriah. Di depan tenda itu, podium utama telah dipersiapkan, lengkap dengan alat musik yang berjajar rapi. Hari ini, panggung itu akan menjadi saksi kreativitas siswa melalui pentas seni, di mana setiap kelas berlomba menampilkan yang terbaik. Tropi kemenangan menanti bagi kelas yang berhasil memukau para juri.

Beberapa kelompok siswa tampak sibuk mempersiapkan penampilan mereka—ada yang akan menampilkan tari tradisional, deklamasi puisi, hingga pertunjukan musik. Kelas-kelas bersiap dengan penuh semangat, berlomba-lomba memberikan yang terbaik untuk mendapatkan tropi kehormatan.

Sementara itu, di sudut lapangan, bazar OSIS sudah mulai ramai dikunjungi para siswa. Aroma makanan menggoda hidung siapa pun yang melintas. Iqbaal, dengan langkah santai, mendekati salah satu tenda yang dijaga Shena.

"Shena, OSIS jual apa aja di bazar ini?" tanyanya sambil meneliti deretan makanan yang tersaji. "Rekomendasiin dong, makanan buat penangkal bad mood."

Shena tersenyum kecil, menyadari nada setengah bercanda Iqbaal. "Lagi bad mood, Baal?"

Iqbaal mengangkat bahu sambil memilih-milih. "Ngga juga sih, cuma persiapan aja. Takutnya kelas kita ngga menang."

Shena tertawa kecil, mengambil molen coklat yang masih hangat dari nampan di depannya. "Ini nih, molen coklat! Dijamin bikin mood lo langsung cerah."

Iqbaal memandangnya skeptis. "Beneran nih?"

Shena mengangguk penuh percaya diri. "Dijamin deh!"

Iqbaal mengambil satu molen, menggigitnya perlahan, lalu memandang Shena dengan mata menyipit. "Kalau gue udah makan molen ini tapi tetep bad mood, gimana?"

"Gimana gimana?" balas Shena sambil tertawa.

Iqbaal menatap Shena dengan mata berbinar penuh kelakar. "Sebagai gantinya, nanti malam kita jalan-jalan. Deal?"

Shena pura-pura melipat tangan di dada. "Mending lo pergi aja deh, bazarnya mau gue tutup!"

Iqbaal pura-pura tersinggung. "Parah banget lo, Shen. Padahal gue kan di sini buat ngebantu ngeramein bazar lo."

Shena tertawa, melihat sekeliling. "Rame dari mana? Lo liat sendiri kan, karena lo di sini bazarnya malah jadi sepi!"

Iqbaal mengangkat dagunya dengan percaya diri, meskipun dalam hatinya mulai gelisah karena memang belum banyak yang mampir ke bazar Shena. "Sebentar lagi juga rame, tenang aja," ucapnya dengan gaya sok keren.

Tak lama kemudian, Shena mendengar suara ramai dari arah belakang. Ketika ia menoleh, ia melihat gerombolan Marvel yang sedang berjalan mendekati area bazar. Iqbaal tersenyum jahil, menyadari tatapan Shena yang tertuju pada Marvel dan teman-temannya.

"Eh, Vel, lo mau beli apa?" Haexal, salah satu teman Marvel, sedang sibuk menatap deretan makanan di berbagai tenda. "Gue bingung, nih. Lo mau beli yang mana?"

Marvel hanya mengangkat bahu. "Terserah."

Haexal menggerutu. "Jangan terserah terus dong, kayak cewek aja lo! Cepet pilih, kita tinggal ngikut."

Marvel akhirnya menunjuk salah satu makanan di tenda Shena. "Gue beli gorengan aja deh."

Alles, yang juga bersama mereka, tiba-tiba menunjuk tenda Shena. "Eh, Shena jualan molen tuh. Beli di situ aja, yuk!"

Shena tersentak, menyadari bahwa ia sedang diperhatikan oleh gerombolan itu. Seketika senyum dipaksakan muncul di wajahnya saat mereka semua tiba di depan meja bazar.

"Halo, kak. Ada yang bisa saya bantu?" sapanya dengan sopan, berusaha menutupi kegugupannya.

Chandra, yang suka menggoda, tak menyia-nyiakan kesempatan. "Marvel katanya kangen nih sama lo, Shen—awhh!" Namun sebelum kalimat itu selesai, Marvel langsung menyikut perut Chandra hingga ia meringis kesakitan.

"Jangan percaya omongannya," ralat Marvel cepat, wajahnya terlihat datar tapi canggung.

"Iya, Kak." Shena hanya tersenyum tipis, masih berusaha menjaga profesionalitasnya meski ada perasaan aneh yang menyelinap.

Joeblue, teman lain dalam grup itu, terlihat heboh memilih makanan. "Molen lima ribu, risol tiga ribu, dan piscok dua ribu, Shen. Gue beli semua itu, lima bungkus ya!"

Ghani menyambung cepat. "Gue juga sama kayak Blue."

Marvel mengangguk pelan, menatap deretan makanan tanpa terlalu antusias. "Gue pesan molen. Keysa tadi bilang mau molen."

Ucapan Marvel itu terasa seperti jarum tajam yang menembus hati Shena. Suasana di sekitarnya seolah membeku seketika, teman-teman Marvel yang tadinya bercanda dan tertawa tiba-tiba terdiam. Ada ketegangan yang tidak diungkapkan, namun jelas terasa. Keysa. Nama itu tiba-tiba membuat segalanya terasa lebih dingin.

Shena menelan ludah, buru-buru menyiapkan pesanan mereka, berusaha menyingkirkan perasaan canggung yang mulai muncul. Dia tak boleh peduli. Ini bukan urusannya lagi.

"Maaf ya, kalau tadi suasananya jadi ngga enak," kata Alles pelan, melirik Marvel dengan cepat sebelum kembali menatap Shena. "Nanti gue pesan lagi deh molen-nya, Shen."

"Oh, iya, Kak. Makasih ya." Shena menunduk singkat, membiarkan mereka pergi. Marvel tak berkata apa-apa lagi, dan langkah mereka semakin menjauh dari tenda bazar.

Melihat Marvel yang tampak biasa-biasa saja setelah hubungan mereka berakhir dan kini sudah bersama orang lain, Shena merasa lega, meski hanya sedikit. Setidaknya Marvel bisa menemukan kebahagiaan bersama seseorang yang mungkin bisa menghargai usahanya lebih dari dirinya dulu. Namun jauh di dalam hatinya, Shena tahu bahwa dia tidak benar-benar baik-baik saja. Kehilangan orang yang mencintai semua kekurangannya meninggalkan luka yang tak mudah sembuh.

Semoga kamu menemukan kebahagiaanmu, Marvel… batin Shena, meski kata-kata itu menyakitkan untuk diakui.

"Oke, acara selanjutnya adalah penampilan dari kelas 10 IPA 3!" Suara MC menggema di seluruh lapangan. "Kita akan melihat pertunjukan musik dari perwakilan kelas 10 IPA 3!"

Shena beringsut mendekat ke kerumunan teman-temannya, bersiap menyaksikan penampilan kelasnya. Di atas panggung, Farhan sudah duduk di belakang drum, Azzam memegang gitar, sementara Ghea berdiri di depan mikrofon, siap memulai penampilannya.

Semakin malam, suasana pentas seni semakin meriah. Lampu-lampu berwarna-warni menghiasi panggung, menyinari setiap sudut lapangan. Shena menatap ke arah Ghea yang tersenyum padanya, membalas dengan semangat kecil. "Semangat!" bisiknya pelan.

Saat musik mulai mengalun, kerumunan murid mulai bersorak, beberapa merekam dengan ponsel mereka, berusaha menangkap momen berharga itu. Namun, tiba-tiba, semua lampu padam.

Teriakan kecil terdengar dari kerumunan saat panggung dan lapangan menjadi gelap total. Panitia segera berlarian, mencoba mencari sumber masalah. Di tengah kekacauan itu, sebuah video tiba-tiba muncul di layar besar panggung.

Gambar seorang gadis dengan wajah penuh senyum muncul, memulai dengan ceria, "Halo, gue Anya Adistya Zahra, dan ini cowok gue, Kenzi Lingga Putra. Jadi, kita mau ngapain, baby?"

Jawaban dari Kenzi menghentakkan semua orang. "Making love."

Kerumunan murid terdiam dalam keterkejutan. Shena berdiri terpaku, sama terbelalak seperti yang lainnya, tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.

Tbc

Mervel & Semestanya (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang