29 - MARVEL & SEMESTANYA

25 4 0
                                    

CHAPTER 29

Marvel menatap Shena seolah tahu apa yang akan ia tanyakan, dan dengan cepat memberikan pembelaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marvel menatap Shena seolah tahu apa yang akan ia tanyakan, dan dengan cepat memberikan pembelaan. "Dia yang mulai duluan dan cari masalah," ujarnya, suaranya terdengar sedikit defensif.

Shena menatapnya datar. "Saya belum ngomong apa-apa, lho?"

Marvel menghela napas, menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Gue klarifikasi dulu sebelum lo ngamuk."

Kehadiran Shena di kantin langsung mengubah suasana. Semua yang tadinya ramai menjadi sunyi, dan bahkan Marvel, yang biasanya tak gentar menghadapi masalah, terlihat lebih takut dihadapkan pada kemarahan Shena daripada mendapat surat panggilan orang tua dari guru BK. 

Isi obat-obatan di kotak P3K sudah berhamburan di mana-mana. Teman-teman Marvel berusaha membantu cowok itu memberikan obat pada lukanya.

"Mau ngopi dulu Shen?" tanya Haexal "yang kayak gini harus dibawa santai, udah biasa, Marvel suka gini, bahkan dia pernah tanding sama banteng."

"Jangan kaget pokoknya, malah nanti bisa lebih parah dari ini." tambah Joeblue

Shena menatap Marvel, matanya menyipit penuh ancaman, dan Marvel cepat-cepat menyikut Joeblue yang ikut nimbrung. "Sumpah, jangan komporin, anjing!" gumamnya kesal.

Shena mendesah pelan. "Emang ngga capek berantem terus?"

"Capek," jawab Marvel tanpa ragu.

"Terus kenapa masih berantem?"

Marvel mengangkat bahu. "Ya, dia mukul duluan, gue balas."

Shena menaikkan alis. "Dia mukul Kak Marvel?"

Marvel terdiam sejenak, raut wajahnya berubah sedikit konyol. "Ngga."

Shena menghela napas panjang, memijat pelipisnya yang mulai terasa berdenyut. "Obatin sendiri deh."

Marvel langsung memberi isyarat pada teman-temannya untuk mundur, lalu mulai membersihkan lukanya sendiri dengan rintihan kecil saat rasa sakit menjalar. Sementara itu, Shena berdiri dari tempat duduknya, bersiap pergi.

"Mau kemana?" tanya Marvel dengan suara lirih, berusaha menahan lengannya. "Di sini aja."

"Mau ambil es batu."

Marvel terkejut. "Buat apa?"

Shena memutar bola mata, meletakkan tangan di pinggang. "Buat lebam-lebam di badan Kak Marvel, lah!"

Ghani, yang dari tadi diam, tiba-tiba bersuara. "Ngga mungkin juga Shena ngambil es batu buat pukulin lo, Vel!" Ia tertawa lepas. "Kalau gue jadi Shena, udah gue pukulin lo pakai tabung gas!"

Marvel mendengus, menyikutnya lagi. "Berisik lo!" balasnya.

"Dih, songong! Nyawa lo tinggal 2GB, Vel. Disenggol angin aja langsung koma lima tahun," sindir Ghani lagi, tak mau kalah.

Marvel mendesah lelah. "Kalau mau cari ribut, fair dong, Ghan. Jangan pas gue lagi bonyok begini."

Tiba-tiba Ghani berteriak, "SHENA! NIH MARVEL KATANYA MAU BERANT—mphhh," ucapannya terhenti ketika Marvel cepat-cepat membekap mulutnya.

"Bohong, Shen! Jangan dengerin dia!" Marvel buru-buru memberikan klarifikasi, khawatir Shena benar-benar marah.

Teman-temannya hanya bisa melongo melihat Marvel. Biasanya, dia bisa melawan dunia sendirian, tapi di depan Shena, ia berubah jadi pria yang lebih patuh daripada kucing peliharaan. Pemandangan itu membuat bulu kuduk mereka merinding.

"Vel, lo jadi suami takut istri, ya? Gila, Shena juga galak banget, kayak ibu kost," celetuk Chandra, menggeleng-geleng heran.

Marvel menatapnya dengan tatapan sinis. "Rugi lo kalo cewek gue galak?"

Joeblue dan Ghani tertawa mendengar itu, sementara Alles ikut menimpali, "Udah bucin parah sih, Marvel. Nanti kalau gini terus, dunia bisa jadi milik mereka berdua."

Marvel hendak melontarkan sumpah serapah pada teman-temannya, tapi langkah Shena yang kembali ke kantin dengan membawa kain berisi es batu menghentikan niatnya. Wajah Marvel langsung berubah menjadi penuh senyum manis.

"Deket sini," ujar Shena sambil mendekatkan es batu ke wajah Marvel. Tanpa protes, Marvel mendekatkan wajahnya.

"Kalo sakit bilang," tambah Shena, matanya penuh perhatian saat perlahan menekan kain dingin itu ke lebam di bawah mata Marvel.

Sambil mengompres, Shena tak sengaja menatap mata coklat Marvel yang juga terarah padanya. Seketika, keduanya terdiam, saling bertatapan dalam.

"Cantik," bisik Marvel jujur. "Tapi gue nggak butuh yang cantik."

Shena mendelik, bingung. "Katanya nggak butuh yang cantik, tapi kenapa pilih saya?"

Marvel tersenyum tipis. "Karena lo lebih cantik."

Shena menyipitkan mata, tampak mengejek. "Ngga percaya!"

"Ya udah," Marvel mengangkat bahu dengan nada menggoda. "Lo jelek, deh."

"Heh! Kok gitu sih!?"

"Di bilang cantik nggak percaya, tapi kalo dibilang jelek marah. Maunya apa, sih?" Marvel mendesah pasrah, tak sanggup lagi mengikuti logika Shena.

Haexal, yang sejak tadi mengamati, akhirnya ikut campur. "Tolong deh, kalo mau ngebucin, liat-liat tempat! Emang iya sih, kalian yang punya sertifikat tanah di bumi, kita yang lain cuma ngontrak, tapi ngga gini juga dong!"

"Iri?" sindir Marvel santai.

"Ngga iri, tapi dengki," balas Haexal sambil tersenyum sinis.

Marvel hanya tertawa kecil. "Kasian."

Melihat Haexal yang mulai berulah, Alles dan Ghani segera menariknya pergi. "Udah-udah, kita ngadu ke Jaefran aja di ruang BK," ujar Ghani, menyeretnya keluar kantin.

Setelah mereka pergi, Shena dan Marvel kembali berdua. Shena tetap sibuk dengan es batu di tangannya, mengompres wajah lebam Marvel. Keheningan menyelimuti mereka.

Marvel menundukkan kepala, merasa bersalah. "Maaf udah bikin lo takut," katanya pelan.

Selama beberapa detik, Shena terdiam sebelum akhirnya menjawab. "Selama Kak Marvel baik-baik aja, saya ngga masalah. Tapi saya tetep ngga suka kalau Kak Marvel berantem."

"Iya, ini yang terakhir, kok," janji Marvel, walau suaranya terdengar ragu.

"Bener?" tanya Shena lagi, nadanya penuh keraguan.

Marvel menggeleng pelan. "Nggak tau juga. Kalau ada yang ganggu atau jahatin lo, gue ngga bakal diem aja."

Shena terdiam sejenak, sebelum menghela napas. "Kalo tadi Kak Marvel berantem karena saya?" Ia melirik ke arah Marvel. "Atau karena Kak Alesya?"

Tatapan Marvel berubah, seolah ada sesuatu yang tertahan di dalam dirinya. Shena merasakan dadanya mencengkeram sedikit, karena dari keheningan Marvel, ia tahu jawabannya.

Melihat respon Marvel membuat hati Shena sedikit nyeri. Cowok itu enggan bersuara seperti membenarkan bahwa yang ia lakukan karena Alesya.

Shena tersenyum miris, lalu berbisik pelan, hampir tak terdengar. "Ternyata beneran karena Kak Alesya, ya?"

Tbc

Mervel & Semestanya (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang