32. Esok hari

1.4K 122 0
                                    

Sebuah Bentley hitam terparkir dipinggir jalan sepi, dibawah penerangan sinar bulan, seorang gadis duduk dikursi belakang mobil dengan kaca terbuka. Topi lebar menghiasi kepalanya, menutupi sebagian wajah cantiknya. Dia sedang menunggu kehadiran seseorang sambil menyesap rokok, tampak bosan.

Selang beberapa menit, pria bertubuh atletis masuk dengan setelah hitam misterius, dia menanamkan bokong kokohnya pada kursi pengemudi. Tanpa bicara, dia mengeluarkan sebuah korek dan menekannya, keluarlah api kecil dari sumbunya. Mengarahkannya pada gadis dibagian penumpang yang baru saja menjepit sebatang rokok baru, itu adalah isapan keenam nya.

Ujung benda nikotin itu terbakar, dan gadis itu mulai menyemburkan kabut dengan piawai.

"Terlambat sepuluh menit tiga belas detik," dia membuang udara beraroma dari mulutnya, "_membunuh seseorang?"

Pria itu tak bergeming, keterdiamannya menjadi jawaban mutlak.

"Sayang sekali, kau tidak bisa beristirahat besok," gadis itu meneruskan, "kau punya misi baru. Korbanmu kali ini adalah tuan mu, kau siap?" Gadis bertopi lebar itu memutuskan menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi seseorang. Karena Firzh De Vincent, tidak akan mampu melakukannya.

Keheningan menyelimuti, pria bertopeng itu kaku. Namun sedetik kemudian, jiwa semangatnya menyentakkan dada. Dia takut, tetapi yang lebih menguasai adalah amarahnya. Itu telah terpendam selama bertahun-tahun lamanya. Ini adalah peluang untuk melepaskan segumpalan dendam yang berfotosintesis di hatinya.

____________________________

Firzh de Vincent

Risa pernah bercerita kalau itu adalah nama kelahirannya, diambil dari marga ayah yang tidak pernah dia kenal selama dua puluh tiga tahun. Firzh De Vincent terlalu sukar dikatakan, jadi ibunya selalu memanggilnya dengan sebutan singkat, Fir. Ayahnya berkebangsaan Italia, dia heran ketika pertamakali diberitahu sang ibu, saat itu usianya masih Sembilan tahun, dia pikir menjadi anak berdarah campuran akan terlihat keren dimata orang. Padahal tidak lebih seperti anak buangan dari Negara asing.

"Hei lihat, dia tidak dianggap di negaranya, sehingga sampai ke tempat ini," sebuah lelucon anak sekolah dasar memang tidak perlu dianggap serius, tetapi bagi Firsa, itu menjadi masa traumatisnya sendiri. dia dikucilkan, tidak dihargai, dan tidak memiliki teman satupun. Semua berjalan selama enam tahun.

Perlahan roda kehidupan berputar, ibunya mendapat pekerjaan menjadi pelayan di istana Stinly. Secara bertahap berubah posisi menjadi kepala pelayan disana. Senang? Tentu, mimpinya memang tinggal di rumah besar dan luas.

"Jangan banyak bertingkah dirumah itu jika kau ingin terus menetap disana, dan turuti semua kemauan Stinly. Akan lebih baik kalau kau dekat dengan putri semata wayang mereka," Suara Risa masih terekam di memorinya, sekaligus menjadi mantra-mantranya apabila dia mendapatkan perlakuan tidak adil dari Maria Stinly. Sebagai bentuk pertahanan diri atas kekesalannya.

Sejujurnya, Firsa curiga mengenai pengangkatan ibunya menjadi kepala pelayan, padahal dia baru bekerja selama beberapa bulan disana.

"Anggap saja dia adikmu, namanya Glenka," hari itu merupakan perkenalannya dengan anak adopsi ibunya. Memang benar selama ini kecurigaannya, kalau ibunya pasti membuat kesepakatan. Kehadiran Glenka kecil ternyata berasal dari rahim Rachel Monroe, ibu dari Maria Stinly. Hasil perzinahan wanita itu dengan para pelacur pria, Rachel bahkan tidak tahu siapa ayah dari anak kandungnya itu. dia pun tidak terlalu peduli, karena yang dia inginkan hanyalah cinta dan perhatian dari Tom Stinly. Perselingkuhan tidak membuat pria itu menatap kearahnya, malah semakin jijik.

Seiring berputarnya bumi, dia terbiasa melihat aktivitas-aktivitas orang kaya, dia sering membantu mempersiapkan kebutuhan seluruh keluarga Stinly. Mereka akan memberikan upah lumayan saat Firsa melakukan pekerjaan dengan sempurna.

Girl in The Dark (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang