"Pernahkah kau mendengar kalimat ini?"
"Jika kau ingin mengetahui siapa yang mencintaimu, kau harus melewati kematian."
____________________________
Perlahan Alina membuka kelopak mata. Hal pertama yang dilihat adalah atap berwarna putih. Suara yang ditangkap hanyalah bunyi alat Elektrokardiogram. Aroma obat-obatan menyengat penciumannya.
Untuk membuat penglihatan semakin jelas. Dia mengerjap beberapa kali agar mendapatkan kefokusan. Dengan rasa lemas yang masih terasa, tangannya membuka alat bantu pernafasan yang menempel pada hidungnya.
Alina merasa seluruh tubuhnya kaku dan tidak berdaya. Saat mencoba untuk bangkit dari rebahan. Dia menghabiskan seluruh tenaga untuk bisa duduk bersandar pada ranjang rumah sakit.
Pening dirasakan, replek membuat dia menyentuh bagian kepala. Mendapati perban yang mengikatnya.
"Apa yang kau lakukan?"
Suara kekhawatiran seorang gadis berseragam biru muda mengacaukan ketenangan.
Alina memperhatikan gadis sekitaran 16 tahun itu dengan seksama. Lalu mengerutkan kening ketika merasa wajah mungil didepannya terasa asing.
"Kau baru saja bangun dari koma mu selama 6 hari. Tapi sudah sesemangat ini?"
Gadis itu mendekat, lalu duduk dikursi sisi ranjang.
Kebingungan melanda Alina. Koma? 6 hari? Aku?
"Kau lupa? 6 hari yang lalu kau menjemput kak Alina,"
"_lalu terlibat kecelakaan," sambungnya hati-hati.
Gadis itu -angella membantu ingatan Alina saat melihat raut aneh yang ditampilkan.
Alina membeku, pandangan polos seolah berubah menjadi kegelisahan serta ketakutan.
Ingatan yang tersimpan rapih disudut otaknya. Kini berputar melayang-layang bak tayangan televisi. Menampilkan kecelakaan mengerikan.
Dadanya terasa sesak saat kembali mengingat kejadian itu. Seperti dikejutkan dengan sesuatu, dengan sigap netranya menuju wajah angella.
Angella memberikan raut simpati. Dia menyentuh punggung tangan Alina.
"Aku tidak tahu harus sedih atau bersyukur, tapi aku merasa lega kau baik-baik saja. Aku tidak begitu mengenal Kak Alina. Jadi aku merasa baik-baik saja,"
"Aku tidak mengerti,"
Gumam Alina, hatinya bergejolak menahan kemarahan dan kebingungan. Apa gadis itu mengira dia adalah Fania? Pikirnya. Tapi dia tidak perduli dengan persoalan itu. Sebab keingintahuan kondisi Fania mengusainya.
"Lalu bagaimana dengan__"
Ucapan Alina terpotong oleh Angella.
"Kak, relakanlah Kak Alina. Dia sudah tenang disisi Tuhan,"
Air mata melonjak keluar, isakan kecil pelan-pelan berubah menjadi tangisan kesakitan. Dia melepaskan tangan Angella, lalu menangkupkan wajah untuk menyembunyikan keterpurukan. Pundak mungilnya bergetar, menandakan kekacauan besar.
Dia mengabaikan usapan Angella dipunggungnya. Lebih menyibukkan diri dengan sesegukan yang tak kunjung reda.
"Kak, aku akan menelepon ayah dan ibu untuk memberitahu keadaanmu," Angella pergi keluar ruangan, karena sadar jika Kakaknya butuh kesendirian saat ini. Dia tidak tahu seberapa dalam ikatan saudara kembar. Tapi yang pasti, jika salah satu menghilang. Yang lainnya pun akan merasa terpuruk melebihi siapapun.
____________________________
"Penyesalan terbesar, adalah ketika kau menyepelekan kehadiran seseorang. Mengabaikan garis takdir yang Tuhan berikan,"
Setelah lelah melampiaskan emosi dengan menangis. Alina duduk memeluk lutut, memandang kosong jendela kamar rumah sakit.
Pikirannya mengarah pada Fania. Suasana terakhir mereka didalam mobil. Serta kalimat-kalimat membingungkan Fania.
Jika saja aku tahu itu adalah pertemuan terakhir kami. Aku akan selalu menatap wajahnya serta mendengarkan keluh kesahnya hari itu juga.
Jika saja aku menyadari kematian mendekatinya. Aku akan memeluknya dengan erat saat dibandara.
Terlalu banyak kata 'jika' hingga mengabaikan realita. Meski hatinya sudah tenang, air mata kesedihan terus mengalir keluar.
"Bantulah aku,"
"Jadilah aku, menyamarlah jadi aku,"
"Kau harus membalasnya untukku,"
"Ini semua bukan kebetulan, seseorang sengaja melakukannya."
Maklumat dari Fania menggema. Memberikan kemisteriusan. Ada yang tidak beres dengan hidup Fania.
Seseorang berusaha membunuh Fania. Itu jelas, dia mengingat teriakannya saat ingin menghentikan mobil. Fania mengatakan pedal rem tidak berfungsi. Padahal, perjalanan mereka baik-baik saja dari awal.
Tapi kenapa? Apa seseorang memiliki dendam pada Fania? Lalu bagaimana caranya merusak pedal? Lebih tepatnya, kapan orang itu memiliki waktu mengutak-atik pedal?
Fania menjemputnya dengan kendaraan yang sama. Dia sampai ke bandara dalam kondisi selamat tanpa masalah. Jadi? Bagaimana mungkin rem tidak berfungsi disaat yang tepat?
Jantung Alina berdegup cepat ketika mengingat sesuatu.
Ya! Sebelum pulang, mereka berhenti di Restouran China selama beberapa menit untuk membeli sarapan. Hanya membeli, karena memutuskan untuk membungkus dan memakannya dirumah. Apakah waktu sesingkat itu mampu untuk merusak pedal?
Ada hal yang lebih membuat Alina penasaran. Mengenai sambungan telepon Fania saat itu. Siapa orang yang menghubungi Fania? Apa yang mereka bicarakan? Lalu kenapa Fania merasa gelisah saat melihat sesuatu dilayar android? Semua seperti sudah terencana, ketika rem tidak berfungsi disaat deringan pesan berbunyi.
Seseorang sengaja mengacaukan emosi Fania. Memanfaatkan kelengahannya dengan mengirim pesan berisi sesuatu.
"Siapa dia?" Gumam Alina.
Dia menegakkan kepala, menyentuh cincin yang melingkar dijari manisnya. Berpikir, mungkin ini alasan semua orang mengira dia adalah Fania. Dan jangan lupakan jaket parka semata kaki milik Fania yang dipakainya.
Untuk mendapatkan jawaban, dia harus mencari tahu siapa dalang dibalik semua ini. Pembalasan harus dilakukan demi saudarinya.
Lalu? Apa dia harus menyamar sebagai Fania? Mampukah dia? Lalu bagaimana dengan riwayat hidupnya? Karir dokternya? Yang dia kejar mati-matian?
"Kumohon Al,"
Desahan memohon Fania terdengar lagi. Dia menutup mata dan telinga untuk menghalangi suara itu. Tetapi, berakhir sia-sia.
Dia memikirkan sesuatu. jadi, Apa pentingnya gelar dokter jika semua orang sudah mengetahui kematiannya?
Perlukah berteriak serta mengatakan sejujurnya seperti ini?
"Hey! Aku Alina. Yang telah tiada adalah Fania!"
Membongkar semua kebenaran hanya menghasilkan kehebohan. Akan ada banyak pertanyaan. Bagaimana cara menjelaskan cincin yang dikenakannya?
Haruskan mengatakan bahwa Fania telah memasangkanya. Memohon bantuan untuk mencari pembunuh?
Apakah itu masuk akal?
Tidak! Dia sudah tenggelam dalam teka-teki ini. Maka, yang perlu dilakukan adalah berenang dan berusaha mencari tepi untuk menjawab semuanya.
"Fan, tenanglah. Aku akan membantumu," yakinnya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl in The Dark (END)
RomansAlina Alexander menetap di Australia selama13 tahun. Rasa rindunya pada Fania Alexander yang merupakan saudari kembar identiknya membuat dia berencana pulang. Meski diliputi keraguan karena kejadian masalalu, dia tetap meyakinkan diri untuk berdamai...