"Rasanya baru kemarin kami tertawa lepas, meloloskan diri dari jaring-jaring derita. Namun, dengan mudah benda itu menyergap kembali."
New york, Amerika Serikat
Rumah itu mewah dan elegen. Cat coklat mendominasi seluruh tembok. Meski terlihat sunyi, namun membuat hati terasa damai saat memandang. Disamping itu, terdapat taman dengan berbagai macam bunga. Kolam renang yang bersih nan segar melengkapi keestetikan. Keharuman serta suasana rapih memancarkan kebahagiaan.
Disalah satu ruangan utama yang sangat luas. Terdapat empat nyawa dengan ekspresi riang yang kentara. Mereka membicarakan banyak hal menarik. Sesekali menjatuhkan pandangan ke arah benda persegi yang menampilkan lakon para aktor dan aktris.
"Ayah, aku menginginkan boneka itu!"
Tunjuk gadis kecil dengan rambut keriting yang lucu. Ketika melihat iklan menayangkan promosi boneka barbiee keluaran terbaru. Teriakan histeria menggema, memberikan sensasi pengang yang cukup membuat telinga berdenging.
"Bukankah aku sudah membelikannya minggu lalu?"
Pria berpiama biru tua itu menyaut, memberikan ekspresi tidak puas.
"Itukan berbeda versi, aku ingin boneka yang bisa berbicara," gadis kecil itu mulai merengek tanpa air mata. Terus melakukan aksi menyedihkan untuk membuat sang ayah luluh.
"Belikan saja, lagipula harganya tidak seberapa," sang istri dengan kemayu mengusap lembut bahu suaminya. Senyuman terus terpatri, memberikan kesan kehangatan.
"Aku tidak mempermasalahkan harga, aku hanya tidak ingin terlalu memanjakannya," dia memandang wanita didepannya dengan lemah.
"Jika kau ingin boneka baru, maka berikan boneka lama mu untukku," ucapan gadis kecil yang sangat mirip dengan gadis lainnya terdengar. Kedewasaan terlihat dari senyuman tipisnya.
"Tidak! Kau kan sudah punya. Kenapa ingin memiliki punya ku!"
Kedua gadis kecil itu bercekcok mulut, membuat kebisingan hingga mengubur audio televisi.
"Fania! Alina! Berhenti bertengkar. Kenapa kalian selalu membuat keributan?" Sandra menampilkan wajah garang, sangat berbeda dengan mimiknya barusan.
"Aku tidak salah, Alina lebih dulu yang memulai. Dia menginginkan mainanku!" Fania menunjuk saudari kembarnya. Memberikan kesinisan orang dewasa.
"Kau itu menyebalkan! Selalu keras kepala. Bisa tidak kau menuruti kemauan ayah dan ibu? Aku tidak menginginkan mainanmu! Aku hanya menakutimu," Alina menjulurkan lidah, untuk membuat Fania marah.
"Fania, tirulah adikmu. Kita mampu membeli boneka itu. Hanya saja, tidak perlu berlebihan dalam membeli sesuatu," Alex yang sedari tadi menyimak ikut memberikan nasihat pada putri kembarnya. Pasalnya, dia tidak suka dengan sikap Fania. Putri sulungnya terlalu manja.
Padahal, Fania merupakan seorang kakak. Meskipun kelahiran mereka hanya berselang 3 menit.
Mendengar ucapan ayahnya yang membela Alina. Kemarahannya meningkat. Tangisan dimulai dengan senggukan yang menyedihkan.
Keributan terus terjadi. Sampai jarum jam memukul angka 21:49. Keheningan menyelimuti sepasang suami istri yang kini sedang menatap televisi dalam diam.
Masing-masing dari mereka memangku buah hati. Menjadikan tubuh sebagai bantalan kedua putrinya.
"Ayo pindahkan anak-anak! Mari bicarakan masalah kita," kalimat Sandra memecahkan suasana sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl in The Dark (END)
RomanceAlina Alexander menetap di Australia selama13 tahun. Rasa rindunya pada Fania Alexander yang merupakan saudari kembar identiknya membuat dia berencana pulang. Meski diliputi keraguan karena kejadian masalalu, dia tetap meyakinkan diri untuk berdamai...