34. Tuhan tersenyum tawar

1.3K 143 6
                                    

Kabut asap menggerayangi seluruh bagian hotel, api mulai melenyapkan setiap hal yang dilihatnya tanpa pandang kulit, dia seperti iblis yang kelaparan bertahun-tahun, mengunyah kemudian menelannya, meski begitu, kekenyangan tak kunjung menghampiri, dia semakin serakah. Tanpa belas kasih dan penuh amarah.

Alina gamang, dia tahu kematian membuntutinya, tanpa jarak dan segera menangkapnya kapanpun dia lengah. Tetapi ketakutannya tidak berarti apa-apa ketika mengingat lelucon manusia dalam kegelapan itu yang mempermainkannya  selama berbulan-bulan. Biarkan ajal menjadi sahabatnya mulai kini.

Dengan penglihatan buruk karena kepulan asap, Alina berusaha menaiki tangga kematiannya sendiri. menyusurinya detik demi detik, menit demi menit, sehingga sampailah dia sebuah tempat yang setidaknya lebih baik daripada di aula bawah. Sang api belum menguasai tempat ini, tetapi itu pasti akan tercapai, cepat atau lambat.

Perjalanan masih terasa sangat jauh, dia akan menggunakan lift namun tombol tidak berfungsi dengan baik. Harapan satu-satunya adalah tangga darurat, dengan brutal dia mendorong pintu tangga, lalu dengan rakus mengambil anak tangga satu-persatu, kakinya akan berhenti saat berpindah lantai, tetapi setelah itu melanjutkan kegiatannya kembali. Peluh membasahi setiap inci kulitnya, wajahnya matang dan jantungnya berdentum keras, sekeras suara ketukan kakinya.

Ketika sibuk menghitung lantai, pikirannya mengingat satu nama.

Luke Rhudnere!

Ya, pria itu bisa menolongnya, tanpa memperhatikan tangga yang dilaluinya, dia mulai mengakftivkan telepon lalu mengirim lokasi kejadian lewat pesan pribadi. Dia tahu pria itu peka, pasti akan menemuinya secepat mungkin. Saat akan menghubungi pria itu, teleponnya segera mati dan menampilkan cahaya sistemnya sendiri untuk mengucapkan selamat tinggal.

Alina hampir saja menangis, dikondisi seperti ini, dia malah tidak mengisi daya batrai. Sambil tertatih-tatih, dia membuang tas berserta isinya sembarangan, “tidak berguna!” serunya. Benda itu hanya menganggu aksinya, dia harus lekas sampai atap, dia tidak peduli jika Sarah Amberilla sedang merentangkan tangan, menunggu kedatangannya.

Jika boleh, dia akan memeluknya sampai mati.

____________________

Luke Rhudnere tersenyum simpul, dia tahu siapa orang dibalik semua ini, puzzle itu berakhir dengan satu kepingan lagi.

Dia berbicara dengan kepala kepolisian ibu kota  yang menjelma jua sebagai sahabatnya, Mark Roger.

“Bagaimanapun dia adalah bagian dari keluarga Stinly, apa kau yakin jika dia adalah pelakunya?”

“Aku tidak pernah seyakin ini,” jawab Luke padat.

“Jika kita salah tangkap, semua orang dalam kantor ini akan kena imbasnya. Aku tidak berani bermain-main dengan kepala Negara,” Mark Roger bukanlah pengecut, dia hanya tidak ingin mengusik ketenangan srigala. Ironis, setelah bertahun-tahun menempati posisi ini dengan kewaspadaan, sekarang dia akan menyerahkannnya begitu saja.

“Aku akan bertanggung jawab.”

“Ini semua tidak semudah yang kau bayangkan Tuan Rhudnere,” pria gembul itu menggunakan bahasa formal.

“Aku memahami dunia orang kaya,” Luke bangun dari duduknya, “berikan aku surat penangkapan dan penggeledahan itu sekarang. Tidak ada waktu.”

Mark Roger tidak berdaya, dia selalu patuh dibawah kata-kata pria ini. karena mereka telah melali berbagai kesulitan, serta selalu menolongnya di kala penderitaannya, dia berhutang banyak pada Luke Rhudnere, mungkin ini saatnya membalas dengan air susu, bukan air tuba.

“Aku mempercayai keahlianmu, tetapi tetaplah berhati-hati,” Mark berkata sambil memberikan map coklat ke tangan Luke.

“Aku tidak akan hancur dengan mudah,” sahut pria itu, lalu pergi tanpa menoleh kebelakang.

Girl in The Dark (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang