Ujung pensil menari di atas kertas kanvas, menggores sketsa pemandangan sore di mana banyak bocah lelaki memainkan bola dari kaki ke kaki di tengah taman.
Namanya Nanon Korapat. Pemuda pendiam yang tengah menggambar sendirian. Begitu fokus, menunduk sampai terperanjat kaget mana kala seorang lelaki tinggi berdiri tepat di hadapannya dengan raut bingung yang kentara.
"Eum, maaf.."
Nanon makin menunduk, merupa raut takut.
"... jalan ke XY Hospital ke sebelah mana ya? Betul di sekitar sini kan? Atau salah jalan?"
Sok kenal. Pemuda tinggi dengan jaket merah berlogo tiga garis miring setebal wearpack menyerocos tak peduli Nanon makin menciutkan nyali.
Dengan gerakan cepat dan tanpa kata Nanon membalik lembar buku sketsanya. Menggambar peta, arah jalan menuju rumah sakit yang tadi ditanyakan.
Sreeet
Lembar peta ditarik paksa dari buku sketsanya. Nanon berdiri, menyerahkan peta sederhana karya tangannya pada si pemuda yang menatap tersenyum berterimakasih jalannya dimudahkan. Namun nyatanya, belum juga si pemuda berterimakasih, Nanon langsung berlari meninggalkan si pemuda dengan menunduk takut. Tak menengok sekalipun dipanggil oleh yang bersangkutan.
"Dia kenapa?"
Ah, masa bodoh. Yang penting peta penunjuk jalan sudah di tangan.
....
"Untung lu dateng, Ohm. Gue udah bosen banget di sini dari dua hari lalu." Ohm Pawat, pemuda berjaket merah tersenyum tipis pada Tay Tawan, lelaki berbaju pasien yang duduk nyaman di atas kursi roda sambil memainkan game lewat smartphone-nya.
"Oh, iya. Gue sempet bawa anggur dari Itali waktu race terakhir kemarin. Gue ambilin bentar." Mendorong roda dengan kedua tangan, yang lebih tua mengarah pada lemari nakas bagian bawah. Mengambil botol minuman alkohol yang ia sembunyikan di sana.
"Gimana rasanya, Bang?"
"Ini nggak terlalu keras kok, nggak bikin mabok satu tegukan."
"Bukan anggurnya, tapi kaki Abang." Karena fokus Ohm memang semenjak tadi mengarah pada kaki kanan Tay yang hanya sebatas lutut dibalut perban tebal. Putus.
"Ah, oh. Hahaha." Ohm tahu tawa itu hanya semu belaka.
Tay melanjutkan. "Mereka bilang kalau nggak diamputasi gue bisa mati. Ya gimana lagi? Udah jalannya gini kan? Yang penting gue masih hidup sampai sekarang."
Melihat muka Ohm yang disendukan, Tay mendekat dengan botol anggur di tangan. "Hei, mukanya nggak usah sedih gitu. Mereka bilang bakal ngasih gue kaki baru kok secepatnya. Nih, mending kita minum aja diem-diem sebelum ketahuan."
Botol anggur diterima yang lebih muda. Gelas di meja sudah akan diraih namun suara lain datang menginterupsi dari pintu ruangan yang terbuka.
"Eh, Ohm udah dateng? Akhirnya Tay nggak bawel lagi nanyain kamu mulu suruh nelfonin." Yang datang New, istri Tay yang menenteng paper bag berisi beberapa buah dan makanan.
"Loh, kalian minum?"
"Belum, Kak."
"Bagus. Nggak ada minum buat Tay sampai kakinya sembuh." Tay hanya memutar mata mendengar pernyataan istrinya.
"Kamu serius, Darl? Selama itu?"
"Kamu nggak yakin bakal cepet sembuh?"
Oh tidak. Sisi dominan Tay tak berkutik oleh omelan sang Nyonya.
"Oh iya Ohm, nemuin rumah sakit ini nggak susah kan?"
Yang ditanya tersenyum simpul. "Agak susah sih sebenernya. Untung tadi ada yang bantu nunjukin jalan pake ini." Ohm menunjukkan kertas yang tadi ia dapat dari pemuda manis di taman. Kertas yang sudah sempat dilipatnya kecil disimpan dalam kantung celana.
"Woahh, ini baliknya ada gambarnya loh Ohm. Bagus banget. Kenapa malah kamu lipet-lipet gitu? Dasar kasar, ceroboh. Sama aja kaya Tay."
Berkat perkataan New, Ohm menyadari. Sebuah sketsa jelas tergambar di kertas tersebut. Sketsa rupa seorang wanita berambut panjang yang tengah menggendong bayi itu begitu rapi dan indah. Tak sadar Ohm mengulas senyuman.
....
Mendorong kursi roda Tay sampai ke lobby rumah sakit, Ohm berhenti untuk berpamitan.
"Makasih ya, Bang udah dianter sampai sini." Entah siapa yang mengantar dan diantar sebenarnya.
"Nggak masalah, Ohm. Inget ya jengukin gue lagi kalau ada waktu. Jangan ngilang-ngilang nggak jelas kaya dulu." Tay mendongak demi menatap Ohm yang berdiri di hadapannya.
"Siap!! Tapi Abang juga harus banyak istirahat, biar cepet sembuh."
"Hm. Ok, ok."
"Kalau gitu gue pamit ya, Bang."
"Tunggu!!"
Ohm yang sudah hendak melangkah kembali berbalik dan dengan kaget menerima lemparan sebuah kunci dari Tay.
"Gue lupa tadi mau ngasih itu ke lu." Jelas Tay.
"Bang?" Raut bingung Ohm tergambar jelas.
"Rawat 'dia' ya, gue udah nggak bisa make lagi. Udah nggak butuh."
"Tapi Bang, lu yakin ngasih motor ke gue?"
Tay mengangguk yakin.
"Jadi, gue beneran nggak bisa liat lu balapan naik motor lagi?"
Tay menoleh kanan kiri gamang. "Bisa kalau lu mau bonceng gue kapan-kapan." Dan jawaban bercanda jadi pilihan.
"Tau kan di mana 'dia' diparkir? Ambil, bawa pulang. Itu punya lu sekarang." Sekali lagi Tay menambahkan.
"Ok. Thank you so much, Bang."
Ohm Pawat pergi menuju sirkuit tempat biasa Tay latihan. Mendekati motor hitam metalic ber cc 250 yang biasanya hanya bisa ia kagumi lewat pandang. Kini si kuda besi bisa dengan leluasa ia tunggang. Memacunya cepat tak peduli ia masih di jalanan yang tak lenggang.
Ohm dan motor barunya memulai kisah. Melaju kencang memikul mimpi Tay yang baru saja ia tangguhkan. Meninggalkan si pemilik sebenarnya yang kini menangis sesak mengubur cita gara-gara alam tak mengizinkan.
....
Seorang wanita paruh baya menatap bingung putra tunggalnya yang baru saja masuk rumah dengan tergesa. Bahkan pintu kayu mereka ditutup kasar diiringi deru nafas cepat tanda si pemuda baru saja berlari sebelumnya.
"Nanon kenapa?"
Putranya menengok kaget, menunjukkan raut ketakutan yang bertahan beberapa detik dan diganti tundukkan. "Ah, nggak kenapa-kenapa, Bu."
"Kok lari-lari gitu?"
"Tadi habis ketemu temen yang terkenal nakal di kampus." Jawab Nanon akhirnya setelah sang Ibu mendekat.
"Kamu diapain??" Ibunya panik tentu saja.
"Cuma ditanyain jalan ke rumah sakit."
"Cuma itu? Kenapa sepanik ini?"
"Karena aku nggak suka sama kelakuannya."
Bersambung...
Vote, comment, kritik, saran, apapun tanggapan kalian gue tunggu ya 🥺
Sorry for typo and thank you 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
ARES (OhmNanon)
FanfictionAres; Dewa perang dalam mitologi kuno Yunani. Putra Zeus dan Hera yang lekat akan kebrutalan, liar, darah, dan kehancuran. Bagi Nanon, Ohm adalah perwujudan Ares di dunia nyata. Brutal, semena-mena, tak bisa lepas dari kekerasan, namun parasnya beg...