Chapter 9

3.1K 481 58
                                    

Berbaring terlentang menengadah di lantai, menatap kosong langit-langit apartment. Malam tak Ohm pedulikan. Pikirannya masih melayang pada punggung Nanon yang tadi keluar kantin dengan langkah cepat setelah mendengar bualan tanpa isinya pada sang mantan yang bahkan namanya saja ia lupa.

Nanon. Pemuda sederhana dengan kepribadian tertutup tersebut berhasil menarik perhatian Ohm sejak mereka bertemu di taman kala itu.

Cklek..

Ohm menoleh pada seseorang yang masuk apartmentnya bebas karena pintu yang tak ia kunci.

"Gue beli minum kebanyakan. Bantuin ngabisin dong." Itu Billkin, yang berdiri di ambang pintu dengan paper bag berisi beberapa botol minuman keras.

Ohm bangun dengan senyum terlukis di wajahnya. Bertahun menjadi sahabat, tak bodoh baginya untuk mengerti Billkin butuh bicara serius dengan kedok minuman-minuman tersebut.

Setelah pintu kembali ditutup, kedua pemuda itu langsung duduk meleseh di lantai menggelar botol demi botol alkohol yang Billkin bawa.

".... lima, enam, tujuh.. GILA!! Delapan botol buat berdua doang???" Kaget Ohm setelah menghitung jumlah botol di hadapannya.

Billkin hanya tersenyum miring. "Kenapa? Kurang?"

"Bangsat!!"

"Ck, udahlah minum aja sehabisnya. Kalaupun sisa ya lumayan buat ngisi kulkas lu yang nggak pernah ada isinya." Ngomong-ngomong kulkas, bahkan Billkin pernah menyarankan Ohm menjual kulkasnya saja daripada menghabiskan daya listrik percuma.

Awal sesi minum antara mereka masih nampak semangat-semangatnya. Satu botol habis hanya dalam beberapa teguk saja. Terlalu fasih bagi keduanya akan sensasi panas yang membakar kerongkongannya.

Sampai masing-masing menyentuh botol ketiga, ketika kesadaran sisa seperempat saja. Ohm menatap Billkin dengan ekor mata penuh selidik di sana.

"Kenapa?" Tanya Billkin paham ditatap tak biasa.

"Ada apa?" Ohm coba to the point.

Billkin meneguk sekali isi botolnya sebelum memulai obrolan serius mereka. "Lu lagi jatuh cinta, ya?"

"Huh, gue? Sama siapa?" Meski mengelak tapi dalam hati Ohm yakin Billkin tahu yang sebenarnya.

"Nggak usah belaga bego, lu udah bego dari awal kok emang."

"Anjing!!"

"Hahahaha.."

"Mabok lu, Kin."

"Tapi gue masih sadar Ohm, tenang. Lu tau Ohm, waktu gue bilang gue udah lupain Nanon itu gue bohong."

"Hah?" Ohm mulai was-was jika kebenaran yang Billkin ungkap akan tak sesuai keinginannya.

"Santai, Boss. Tegang amat. Hahaha." Berusaha mencairkan wajah sang lawan yang mulai tak tenang. Kemudian Billkin melanjutkan. "Ya gue bohong, karena gue belum lupain Nanon sepenuhnya. Tapi gue lagi usaha kok Ohm. Karena mau gimanapun gue sadar dengan sifat gue yang kaya gini, gue cuma bakal bisa dapetin bayangan Nanon. Lu tau kenapa?"

"......"

"Bukan gue orangnya Ohm. Yang bakal milikin Nanon seutuhnya, yang bisa bikin Nanon bahagia, itu bukan gue."

"Kin, sorry.." Ohm menatap dengan raut sayu dan pupil merahnya.

"No need, Ohm. Gue butuhnya terimakasih dari lu aja nanti kalau lu udah bahagia sama Nanon seutuhnya. Bisa gue dapet terimakasih itu dari kalian?"

"......."

"Ck. Goblok banget Nanon suka sama pengecut kaya lu."

"Bangsat!! Gelut sini sama gue!!"

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang