Chapter 15

2.6K 412 55
                                    

Pagi menyingsing terang mentari tanpa sapuan awan. Alam seolah melupakan baru saja semalam hujan turun begitu derasnya.

Melewati setapak di taman kampus yang mulai kering, Nanon berkali menarik lepas napasnya. Menikmati anugerah pagi yang masih ia terima dari sang Kuasa.

"Nanon.."

Nanon menoleh. Siluet cantik bergaya necis dengan sepatu boot tinggi menghampirinya. Membuat Nanon tak ragu melepas senyum sebagai tanda sapa. "Selamat pagi, Pi.."

"Hm. Pagi." Jawaban Pp terdengar cuek di telinga, namun Nanon tahu pasti Pp hanya bingung mencari ekspresi saja. Pasti canggung rasanya tiba-tiba disapa akrab seorang mahasiswa culun yang pernah dibully-nya.

"Ohm mana?" Tanya Pp saat mereka berjalan bersisian menuju kelas.

"Ada urusan sama Billkin." Jawab Nanon apa adanya. Mengingat bagaimana tadi si tampan dijemput Billkin di parkiran tepat setelah motornya berhenti.

"Non, soal tiket itu. Gimana?"

Menoleh cepat, Nanon merogoh sesuatu dari dalam tas selempangnya dan memberikannya pada Pp. "Pi, sorry bukannya aku nggak mau, tapi Ibuku ngelarang aku buat ikut. Apalagi tau tujuannya buat nonton Ohm balapan."

Tak hanya Nanon, Pp juga merubah rautnya jadi sorot kecewa. "Kenapa? Ibu lu takut Ohm macem-macem sama lu? Bilangin tenang aja ada gue yang bakal pukul dia kalau dia macem-macemin elu."

Nanon mengulas senyum. Mendapati sisi lain Pp yang mulai berani si cantik tunjukkan padanya, agaknya ia merasa lega. "Bukan gitu."

"Terus?"

"Waktu kecil Ayahku meninggal karena kecelakaan. Dan kayaknya kecelakaan itu berhubungan sama pembalap atau semacamnya. Jadi Ibu ngelihat Ohm sama kaya mereka."

Pp menghela napasnya. Cerita Nanon agaknya membuatnya paham, Ibu Nanon betulan tak bisa diminta izinnya untuk sekarang. "Ohm udah tau kalau lu nggak ikut?"

Nanon mengangguk.

"Dia bilang apa?"

"Dia cuma bilang nggak apa-apa." Jujur Nanon. "Ah, Pi mau bantu aku sesuatu??" Lanjut Nanon ketika teringat akan satu hal.

"Apa?"

"Bantu aku buat dukung Ohm ya? Kasih dukungan dan semangat ke dia waktu balapan, tolong. Walaupun nanti pasti berisik banget di sana, tapi Ohm pasti sadar kalau ada yang ngasih dukungan ke dia. Dan itu pasti bikin dia makin semangat lagi, Pi."

Yang diajak bicara tertawa kecil dengan nada sumbang. "Non, serius? Lu nggak takut gue ngerebut pacar lu?"

Nanon malah menjawab dengan satu senyuman manis yang memampangkan dimple khas miliknya.

Pp berdecak kecil. "Ah, lupain. Sampai kapanpun nggak akan gue rebut tenang aja. Punya lu doang Non, punya lu!!" Gemas Pp disuguhi manis milik Nanon. "Ayo buruan, nanti keburu Pak Nicky dateng."








....








Hari yang dinanti akhirnya tiba jua. Dua pemuda dengan tinggi berbeda berdiri berhadapan di pintu terminal keberangkatan bandara.

"Udah ya, aku masuk. Billkin udah chat terus dari tadi. Katanya yang lain udah di dalem semua." Pamit Ohm pada Nanon yang masih diam di hadapannya.

"Iya. Dan ini, pakai ya? Kamu bilang ini kalung keberuntungan kamu kan?" Nanon memberikan kalung milik Ohm yang ada padanya, yang sedari tadi disimpan di kantung jaketnya.

Tapi Ohm menolak. "Nggak perlu, Non. Lagi pula kalung ini kan udah jadi milik kamu."

"Tapi Ohm..."

Ohm sadar, Nanon tengah dilanda gelisah yang begitu dalam. "Hei, aku bakal baik-baik aja kok tenang. Aku kan pebalap jenius kata Bang Tay." Masih sempatnya ia bernarsis ria di tengah gundah kekasih hatinya.

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang