Chapter 25

2.3K 347 90
                                    

Vote dulu baru baca yaa ;)








Masih di atas tempat tidur yang sama, di apartment lusuh Ohm yang berisi dua entitas di dalamnya. Dingin, udara menyesak di perbatasan fajar.

Ohm sudah berbaring di samping Nanon semenjak dua jam lalu meski matanya sama sekali tak terpejam. Sedang di sisi, si manis nampak pulas mengeratkan selimut menangkis kedinginan.

Nanon, Nanon, Nanon. Semua tentang si lelaki dimple berputar menguasai isi kepala Ohm. Bagaimana si manis pertama bertemu dengannya, bersikap, serta luka yang mungkin saja membunuh Nanon perlahan dari dalam. Nanon punya trauma. Itu kesimpulan Ohm.

Tak mau berdebat lebih lama dengan rasa penasaran dalam dada, Ohm memutuskan bertindak sekarang juga. Lebih cepat lebih baik kan?

"Nanon..." Gumam Ohm seiring gerak badan yang bangkit, mengungkung Nanon tepat di atas si manis yang masih lelap.

Badan Ohm ditumpu kedua tangan dengan wajah yang tepat berhadapan dengan milik Nanon, sangat dekat.

"Sayang, bangun." Bisikan, namun dengan desah napas hangat yang membuat lelap Nanon terusik tak tenang.

"Eungh.. Ohm?" Bingung Nanon yang baru membuka mata mendapati Ohm ada di hadapannya dengan posisi tak wajar.

Melihat Nanon mengucek mata memperbaiki penglihatan pagi butanya, Ohm langsung bergerak menyambar bibir Nanon. Tanpa perasaan, jelas hanya rasa ingin tahu yang membalut gerakan kasar serta tak beraturan tersebut.

"Ohmmmmhhhh.." Nanon kewalahan. Cumbuan Ohm sama sekali tak bisa diimbanginya.

Tapi Ohm sedang tak ingin peduli. Saliva bercecer menurun dagu, disusul gerakan tangan yang meraba dada Nanon dan meremasnya kuat.

"Arghh!! Ohmmmhh.. hiks.." Tepat. Nanon menangis atas yang diterimanya.

Lagi-lagi bayangan masa lalu, perlakuan buruk seseorang yang merusaknya muncul tepat di pelupuk mata. Nanon mendesis ketakutan dengan napas memburu cepat dan gerakan menolak yang jelas kalah dengan kekuatan Ohm.

"ARGHHH!!!! JANGAAAAAAAN!!!"

BRUGHH

Dengan sekuat tenaga Nanon berteriak, mendorong tubuh Ohm hingga tautan mereka terlepas. Dan ketika Ohm jatuh, Nanon gunakan kesempatan itu untuk lari menuju pintu utama.

BRAK.. BRAK.. BRAK...

Berkali coba dibuka, tapi pintu dikunci oleh Ohm dan kuncinya ada pada si tampan.

"Ohm.. hiks, buka. Bukaaa  hiks.." Nanon menoleh panik ke arah pintu dan Ohm secara bergantian terus menerus. Raut ketakutannya nyata, dengan air mata yang ikut peran serta.

Tapi berbeda jauh dengan gerakan panik Nanon, di belakang sana Ohm bangkit dengan tenang. Menuju ke arah Nanon lalu memandangnya teduh.

"Maaf, sayang. Aku cuma mau tau kebenarannya."

Nanon mengerut dahi. Namun kemudian ia tersadar, Ohm pasti mulai paham ke mana arah rahasia yang ia sembunyikan. Harusnya Nanon ingat, ia sendiri yang bilang jika Ohm bukan orang jahat kan?

Nanon merosot. Terduduk di lantai keramik dengan punggung beradu pada kayu pintu. Ia menunduk, menangis meratap nasib diri.

"Non, kenapa nggak bilang?" Tanya Ohm lirih ikut duduk meleseh di hadapan Nanon.

"....." Tak ada jawaban. Nanon masih menunduk.

"Siapa orangnya? Aku kenal?"

Kali ini si manis menggeleng.

"Udah lapor polisi?"

Menggeleng lagi.

"Kenapa? Itu perbuatan kriminal, Non. Kamu harusnya lapor."

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang