Chapter 10

3.1K 457 79
                                    

Masa jeda antar mata kuliah dimanfaatkan Nanon untuk berkeliling gedung fakultasnya mencari seseorang. Entitas lekat yang semenjak jam awal tak datang di kelas mereka padahal tadi pagi Nanon-pun berangkat berdua dijemput olehnya.

"Kin!!" Billkin yang tampak tengah mengobrol dengan dua mahasiswa lain menoleh mendapati Nanon memanggilnya. Membiarkan kedua temannya berjalan lebih dulu memberi privasi.

"Kenapa, Non?"

"Nggak ke kantin?" Basa-basi mungkin diperlukan.

"Nggak, aku mau ke lapangan basket habis ini. Ada apa?"

"Mmm.. lihat Ohm nggak?" Cicit Nanon malu-malu.

Billkin yang melihat semu di wajah yang menunduk itu mengulum manis senyumnya. "Pacarnya ilang, eoh?" Godanya.

"Nggak.."

"Terus? Kalian berantem?" Masih gencar Billkin menjahili.

Nanon menggeleng. Membuat Billkin tertawa kecil akan kelucuan lelaki di hadapannya.

"Dia di perpus, Non dari tadi. Nggak tau juga kenapa tiba-tiba jadi rajin begitu." Jelas Billkin pasa akhirnya merasa cukup menjahili Nanon.

"Perpus? Buat apa?"

Billkin hanya mengangkat bahu sebagai jawabannya.








....








Nanon menatap lekat Ohm yang duduk di hadapannya. Di perpustakaan, tempat Ohm menyembunyikan diri semanjak pagi. Puluhan buku berserakan di hadapan si tampan seolah ia bukan Ohm yang Nanon kenal.

"Jadi sejak pagi bolos demi sembunyi di sini?" Tanya Nanon setelah dari tadi mereka hanya diam.

Ohm yang sedang sibuk menulis menghentikan gerakan jemarinya. "Hm. Dari pada di kelas ngantuk, lebih baik aku di sini. Enak ada AC, bisa minum juga bebas." Melirik dua botol air mineral yang salah satunya sudah kosong.

Yang lebih muda berdecak. Merasa Ohm tak serius menjawab pertanyaannya. "Kamu masih kepikiran soal kata-kata Kak Plustor kemarin?" Tentang tak ada otak -tambah Nanon dalam hati.

Seringai jadi andalah Ohm menyembunyikan perasaan. "Buat orang macam aku omongan Kakak tingkat kamu itu nggak ada artinya, Non. Buat apa mikirin itu segala."

"Lalu ini?" Nanon menunjuk serakan buku di meja dengan tatap mata.

Yang ditanya mendenguskan tawa. "Belajar, apa lagi? Pak Nicky bilang kalau semester ini nilaiku nggak ada perubahan pihak kampus bakal lanjut ambil tindakan DO. Yah walaupun belajar segiat apapun nggak akan ada gunanya buat orang bodoh kaya aku."

"KAMU NGGAK BODOH!!" Nanon bahkan berjengit sendiri, kaget dengan nada kalimatnya yang mendadak naik.

"Ssttt, ini perpus, sayang."

"Mm..maaf."

Nanon melanjutkan. "Kamu nggak bodoh, Ohm. Kamu cuma sengaja jadi bodoh. Aku ngerasa kamu yang sebenarnya itu berani dan pintar. Ambil saja contoh ketika urusan Pak Mike. Kamu bisa usir dia dari ruang kesenian. Kamu juga seolah bisa kendaliin pikiran dia, bikin dia nyerah tanpa kekerasan."

Si tampan mengulas senyuman. Dalam hati bangga juga Nanon tak menganggap otak buntunya rendahan. "Soal Pak Mike, apa kamu pikir itu cuma gertakan? Nggak, Non. Sebenernya aku betulan pengen bunuh dia. Tapi sayang, dia terlalu pengecut. Bendera perang belum berkibar, dia udah lari duluan." Teringat bagaimana muka pucat Mike ketika Ohm mengancamnya di tangga.

"Entah, tapi yang pasti aku yakin kamu orang baik."

"Kamu sama sekali nggak paham tentang aku, Non."

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang