Chapter 16

2.6K 382 62
                                    

Hari baru datang mengganti luka yang terkubur waktu. Menimpali masa lalu demi masa lalu dengan harapan yang secerah mentari muda di titik ufuk.

Dengan langkah ringan dan jemari bertautan, Ohm berasama Nanon menuju lobby kampus di mana lukisan-lukisan yang diikutsertakan dalam lomba tahunan sudah rapi berjejer. Lorong luas yang biasanya hanya jadi tempat lewat para mahasiswa dan dosen itu kini disulap bak galeri ternama.

"Ohm, tunggu."

Ohm yang merasa langkah Nanon terhenti ikut berhenti pula. Menoleh pada eksistensi manis yang ada di sampingnya. "Hm?"

"Kamu masuk sendiri aja ya?" Dengan menunduk Nanon berbicara.

Menciptakan kerutan kebingungan di dahi yang lebih tua. "Loh, kok? Kenapa?"

Nanon menggeleng. "Ya aneh aja rasanya lihat lukisan sendiri bareng sama model yang aku lukis di lukisan itu."

Ohm mendengus. "Kenapa? Takut aku bilang lukisan kamu jelek?"

"Bukan gitu, tapi... ck, pokoknya nanti kamu liat sendiri aja deh. Aku nunggu di sini."

Ohm yang mengamati wajah merah Nanon kemudian memutuskan mengangguk mengiyakan. "Ok, aku masuk dulu kalau gitu."

"Tapi Ohm, beneran nggak apa-apa kan? Maksud aku soal trauma kamu...."

"Makanya aku mau nyoba, Non. Kali aja lihat lukisan kamu aku bisa sembuh kan?" Kelakar Ohm. Benar-benar kelakar, karena ia yakin ia tak akan pernah bisa mencapai sembuh.

"Ah, ok deh. Jangan lupa dari sini yang sisi kanan ya, nomor dua."

"Masa aku lupa sama wajah sendiri sih, Non?"

"Eh, bener juga."

Tawa mereka mengiring langkah Ohm yang masuk sendiri ke dalam lobby. Meninggalkan kekasihnya yang memutuskan sendiri menunggu duduk di kursi yang tersedia.

Makin dalam kaki Ohm melangkah, makin liar gemuruh di hati yang sejak dengan Nanon tadi ia coba sembunyikan. Beberapa pengunjung lain terlihat ramai berseliweran, tapi di telinga Ohm hanya terdengar ketuk sol sepatunya sendiri yang memekakkan telinga membuatnya pengang. Ia merasa sendiri terasing di keramaian.

Sisi kanan, lukisan nomor dua dari arah pintu utama. Tapat. Meski kepalanya mulai mendenyut sakit kala matanya mendapati rupa miliknya dalam kanvas besar yang Nanon maksudkan, tapi tetap saja Ohm mendekat ingin memperhatikan. Dan yang pasti, ia tak ingin Nanon kecewa karena tak melihat langsung hasil lukisannya.

Deg.

Tepat berdiri di depan lukisan besar tersebut. Menghadap seraut miliknya yang digambar Nanon persis tanpa cacat, sempurna. Wajah tenang namun menyimpan kesan arogan, tubuh atas tanpa sehelai kain yang memamerkan pahatan tanpa cela. Serta latar belakang yang digores rapi oleh Nanon menambah kesan angkuh atas si pemilik wajah.

 Serta latar belakang yang digores rapi oleh Nanon menambah kesan angkuh atas si pemilik wajah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang