Chapter 20

2.5K 379 50
                                    

Kerutan di dahi sudah menghias wajah Billkin meski hari masih begitu pagi. Menatap Pp yang sendirian di pembatas pagar lantai dua tanpa Nanon yang biasanya bersama membuat Billkin heran. Apalagi arah pandang Pp yang terus mengarah ke lantai satu, entah memandang apa.

Dengan penasaran Billkin mendekat. Menempatkan diri di samping Pp tepat, ikut mengarah mata pada yang dilihat si cantik.

"Ngelihatin mantan huh?" Tanyanya mendapati yang dilihat Pp adalah punggung Ohm yang duduk sendirian di tangga.

Tanpa menoleh Pp menjawab. "Bukan urusan lu kan?"

"Masih belum move on ternyata."

Di sampingnya Pp tertawa kecil. "Move on gue udah lewat jauh, bego. Gue lagi bingung aja ngapain tuh orang duduk di sana kaya orang goblok sendirian."

"Nunggu Nanon kali. Kemaren gue denger mereka ribut di kampus. By the way Nanon mana? Biasanya kalian bareng kan?"

"Nggak tau, dari kemaren dia nggak bales chat gue."

"Eh, Nanon tuh.." sambung Pp saat menyadari Nanon datang dari arah luar, mendekat ke posisi Ohm duduk.

"Udahlah biarin, biar mereka kelarin sendiri urusan kali ini. Kelas yok, udah mau masuk."

Berpikir sejenak akhirnya Pp mengiyakan ajakan Billkin. Meski sebenarnya dalam hati penasaran juga dengan apa yang akan Nanon dan Ohm lalukan setelah ini.


....



Berangkat sendiri dengan bus membuat Nanon membutuhkan waktu lebih banyak. Sampai di kampus mendekati waktu masuk, langkahnya dibawa cepat dan panjang. Gerakan dinamis itu melambat seiring netranya menangkap sosok Ohm yang duduk sendirian di tangga pertama.

Mau menghindar, tapi hanya itu satu-satunya jalan menuju lantai dua di mana kelasnya berada. Mau mengabaikan, tapi Ohm sudah menatap Nanon tepat di mata sejak Nanon menampakkan diri. Mau tak mau Nanon tetap maju.

Berjalan seperti kemarin tak terjadi apa-apa, Nanon basa-basi sejenak saat melewati Ohm. "Kenapa nggak masuk? Udah mau mulai kan kelasnya?"

Ohm hanya menggeleng.

"Kalau gitu aku duluan." Pamit Nanon saking canggung dan gugupnya. Mengingat kemarin mereka berpisah bukan dalam keadaan yang baik-baik saja.

"Tunggu!!" Tapi Ohm mencegah. "Temenin aku sebentar ya? Bentar aja." Sambil merengkuh jemari Nanon, menuntunnya duduk tepat di samping si tampan.

Nanon sama sekali tak menolak. Menurutnya mereka memang butuh bicara sekarang agar masalah mereka tak berlanjut panjang.

"Kenapa?" Nanon memulai setelah beberapa detik mereka biarkan kosong begitu saja.

Ohm menunduk. Mengurai sedu yang ia simpan sejak tadi seorang diri. Wajah tegas yang biasanya pamer raut arogan, kini tak ubah seorang pecundang kalah perang di hadapan sang pujaan.

"Hari ini peringatan kematian Dew."

Nanon sontak menoleh. "Tepat hari ini?"

"Hm. Dua tahun lalu. Aku pengen jenguk dia. Tapi aku nggak tau, Non."

"......"

"Aku nggak tau harus ke mana buat jenguk dia." pandangan Ohm mulai kosong, meratap.

"Kamu nggak pernah jengukin dia sekalipun?"

Ohm mengangguk. "Karena buat aku, aku belum nerima kematian Dew. Aku masih nganggep semuanya cuma mimpi, dan Dew belum mati. Aku nolak kenyataan."

"Ohm..."

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang