Chapter 37

2K 266 26
                                    

Vote, follow, baru baca yaa ;D









Hembus angin malam mengusik lelap Nanon di atas ranjang. Seingatnya jendela dan pintu balkon sudah ditutup rapat semenjak sore, tapi mengapa rasanya sedingin ini? Apalagi tubuh polosnya yang hanya tertutup selembar selimut, sama sekali tak membantu.

Biner karamel yang tertutup kelopak perlahan membuka dengan kerjapan, beradaptasi dengan temaram. Jemarinya meraba sisi kiri dimana seharusnya partnernya merebah diri. Tapi nyatanya kosong. Ohm yang satu jam lalu menghabiskan malam dengannya tak ada di situ.

Pandangan Nanon dibawa mengedar. Menemukan pintu balkon yang terbuka lebar, asal angin yang mengusik si manis. Terlihat siluet punggung lebar Ohm yang berdiri menatap kosong ke depan di pembatas balkon.

Mengambil kain asal-asalan yang ditemukan tergeletak di kaki ranjang, yang ternyata adalah kemeja kerja Ohm, Nanon mengenakannya cepat tanpa mengancingkannya lengkap. Meninggalkan dua kancing teratas untuk cepat-cepat berlari kecil ke arah Ohm dan memeluk punggung terbuka itu dari belakang.

"Non..." Jengit Ohm yang merasa kaget mendapati Nanon memeluk pinggangnya, menempelkan pipi pada punggungnya yang mendingin disapu angin.

"Ngapain di sini?" Gumam Nanon, mengeratkan pelukan saat Ohm hendak berbalik. Mencegah pergerakan si tampan.

Yang ditanya menghembuskan napas. Telapak besarnya dibawa mengusap tangan Nanon yang mengait di perutnya. "Nggak bisa tidur aja."

"Kenapa nggak pakai baju? Apa nggak dingin?" Karena Ohm memang hanya memakai celana pendeknya saat ini.

"Sengaja, cari angin." Alasan. Sebenarnya Ohm hanya merasa penat atas pekerjaan yang menggempurnya.

Belajar tentang perusahaan bukanlah sesuatu yang disukai Ohm. Jangan heran jika rasa tak ikhlas dan jenuh kerap melanda. Belum lagi tawaran dari Tay untuk mengikuti GP500 di Jepang yang benar-benar di depan mata.

Ohm belum memberi Tay jawaban ngomong-ngomong. Perasaannya masih gamang. Janjinya pada Nichkhun untuk meninggalkan dunia motor dan balapan tak bisa ditutup ingkar. Soal balas budi karena sang Papa berhasil membebaskan Nanon dari ayah tirinya juga tak mungkin disepelekan saja. Tapi manis impian di arena sirkuit GP500 nyatanya masih mencoba menggoyahnya.

Bak anak kucing, Nanon mengusak hidungnya di punggung lebar Ohm. Menabur sensasi hangat dan geli pada si kekasih hati. "Sekarang udah ketemu kan anginnya? Ayo masuk."

Ohm tertawa kecil. Membalik badan dan mendekap Nanon dari depan, menenggelamkan kepala si dimple dalam hangat pelukan. Tangan Ohm ikut andil, mengusap belakang kepala Nanon naik turun menenangkan. "Non, kamu kenapa lucu banget siih?"

Kekasihnya mengernyit. Mendongak mempertemukan pandang dengan jelaga kelam milik Ohm. "Lucu orangnya apa kelakuannya?"

"Dua-duanya. Kelakuannya lucu, gemesin kaya bocah. Orangnya apalagi. Coba liat, pakai kemeja aku kaya gini makin klelep aja kamu." Ohm kembali tertawa yang dibalas Nanon dengan dengus kesal dan pukulan main-main di dadanya yang terbuka.

"Ohm.." gumam Nanon menghentikan gelak tawa Ohm.

"Hm?"

Tatap Nanon berubah serius. Menarik atensi Ohm untuk ikut menyelami netra beningnya. "Kalau ada apa-apa jangan disimpen sendiri ya? Inget kamu punya aku. Mau itu bahagia ataupun duka, aku siap jadi tempat kamu berbagi. Ngerti kan?"

"Ck, apa sih Non kok jadi gini? Aku nggak apa-apa sumpah."

Nanon memilih mengangguk. Meski jauh dalam hatinya ia yakin, Ohm menyimpan resah yang belum diceritakan. Mungkin belum saatnya. Entah esok, lusa, ataupun kapan Nanon akan menunggu sampai kekasihnya siap membagi resah.

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang