Chapter 32

2K 319 51
                                    

Vote, follow, baca. Jangan skip dong ;)





Ohm memimpin langkah di depan, menenteng tas besar milik Nanon keluar kediaman sang ayah tiri menuju di mana motornya diparkirkan. Di belakangnya Nanon mengikuti dengan langkah pelan bersama sang ibu.

"Apa bawa baju segitu akan cukup?" Si wanita mulai membuka suara. Berusaha meruntuhkan canggung yang tak seharusnya ada antara ia dan putra semata wayangnya.

Nanon menghentikan langkah dan tersenyum pada Ibunya. "Cukup kok, Bu. Kalaupun nggak nanti aku bisa beli sama Ohm."

Responnya hanya anggukan. Jeda sejenak, agaknya si wanita berusaha keras merangkai kata dalam topik yang ia bawa.

"Ah, ini gelang kamu Non. Udah Ibu benerin." Dari saku dress dikeluarkannya gelang perak Nanon yang ia temukan di rumah. Terjatuh saat putranya lari menghindari suaminya.

"Kamu pernah bilang kan kalau gelang ini gelang keberuntungan." Sambung sang ibu memakaikan gelang ke pergelangan Nanon.

"Makasih banyak ya, Bu." Sembari melirik Ohm yang tersenyum simpul menatap interaksi mereka dari atas motor.

Ada gelengan melengkap tatap sendu sang wanita. "Nggak Non, nggak perlu. Harusnya Ibu malah minta maaf."

"Bu.."

"Maaf udah pura-pura bodoh dan menutup mata selama ini. Maaf udah bawa kamu di kehidupan sesulit ini. Maksud Ibu... Ibu pikir jalan ini bakal bikin hidup kita lebih mudah, tapi ternyata........"

"Ssstt, Bu udah. Nanon udah nggak apa-apa." Dibawanya raga tua yang menangis pilu di hadapannya dalam pelukan. Sembari berusaha keras matanya yang sudah panas tak ikut-ikutan berair di depan Ibunya.

"Maafin Ibu, Non. Maaf...."

"Iya, Bu. Nanon juga minta maaf untuk semuanya."




....





Kembali tinggal di apartment lusuh Ohm, tapi kali ini rasanya teramat berbeda untuk Nanon. Kali ini ia bukan pelarian, bukan korban yang kabur-kaburan. Setidaknya rasa aman melingkup nyaman di antara gemuruh cinta di antara mereka.

"Ohm, menurut kamu lebih baik aku pakai skinny jeans ini apa pakai celana pendek yang ini?" Nanon menunjukkan dua barang yang ia sebut pada Ohm yang duduk menyandar di kepala ranjang.

Yang ditanya melirik acuh tak acuh. "Terserah kamu, dua-duanya bagus."

"Ishh, yang bener dong??? Aku bela-belain pinjem ini ke Pp loh." Decak Nanon.

"Ya lagian buat apa sih? Mau makan malam doang Non, bukan jadi perek kenapa kamu dandan seseksi itu?"

Bangsat -umpat Nanon dalam hati, mana mungkin sosok semanis Nanon mengumpat terang-terangan?

Ikut duduk di atas ranjang, Nanon menatap Ohm gelisah. "Tapi kan ini pertama kalinya aku ketemu Papa kamu. Harus ngasih kesan pertama yang bagus dong?"

Ohm hanya diam, menatap datar. Seolah obrolan ini terlalu membuatnya malas memberi tanggapan.

"Ohm, emang Papa kamu orangnya gimana sih?" Tapi lucu juga melihat rupa exited Nanon, menggemaskan.

"Dia orang yang nggak banyak omong. Tapi sekali ngomong suka nyelekit. Mukanya dingin, angkuh, sombong."

"Kok kesannya jahat gitu?" Ragu Nanon.

"Ya emang begitu. Nyebelin dia."

"Tapi untuk sekelas pengusaha besar kaya Beliau, karakter kaya gitu emang dibutuhin nggak sih? Dia nggak boleh kelihatan lemah."

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang