Chapter 7

3.4K 518 75
                                    

Detak jarum jam mengisi hening di kamar Nanon. Hampir pukul sepuluh, si pemuda manis masih sibuk menggores pensil membuat garis demi garis membentuk sketsa beberapa anak kecil bermain bersama.

Sekitar satu jam Nanon menggambar dalam larut rasa yang ia bangun dalam sketsanya. Gerakan si manis mendadak berhenti mana kala menatap jemari sendiri yang sedari tadi menari di atas kertas.

Tangan kanannya diangkat. Dipandangi sambil dibolak-balik. Dalam hati membayangkan bagaimana jika tadi pagi Pp benar-benar meremukkan tangannya dengan batu. Betulkah ia masih bisa melukis dengan tangan kiri? Atau mungkin kaki dan mulut seperti pembelaannya tadi?

Pp. Si pemuda dengan paras indah itu, meski hanya gertakan dan tatapan tak suka yang selalu ia berikan pada Nanon, tapi Nanon merasa hati nuraninya masih bekerja. Buktinya saja tadi Pp tak jadi meremukkan tangannya.

Di tengah lamunan yang mengarah pada satu sosok, suara deru mesin motor besar membuat Nanon terlonjak. Meninggalkan sketsanya yang belum selesai, Nanon berlari ke jendela mengintip lewat kaca membuktikan dugaannya.

Dan tepat, itu memang motor Ohm Pawat.

Sebelum Ibunya bangun dan mengusir si pemuda tampan, Nanon buru-buru keluar menghampiri Ohm yang masih duduk di atas motornya.

Melihat Nanon keluar, Ohm yang malam itu hanya mengenakan celana jeans dan kemeja flanel maroon tersebut langsung membuka helm full face-nya dan melempar senyum kecil.

"Gue baru balik kerja, pengen mampir aja mastiin keadaan lu." Ohm memberi tahu bahkan sebelum Nanon menanyakan alasan kedatangannya malam-malam.

"Aku baik-baik aja." Jawab Nanon berdiri di hadapan Ohm yang telah turun dari motor.

"Bagus. Gue cuma nggak mau kejadian kaya tadi terulang lagi. Pp udah keterlaluan." Desis Ohm menyampir emosi.

Yang lebih muda menghela napas. Coba memberanikan mata menatap Ohm di obsidiannya. "Dia punya alasan Ohm. Dan alasannya karena dia terlalu cinta sama kamu."

Ohm mendengus remeh. "Hah? Cinta? Bullshit."

Ohm menatap kosong lampu jalanan di dekatnya. Sedang Nanon masih menanti kelanjutan ucapannya.

"Salah satu mantan gue pernah bilang, gue ini ibarat barang berharga dan mewah. Bawa gue kemana-mana bisa bikin mereka jadi pusat perhatian dan naikin pride mereka. Makanya banyak yang antre mau jadi pacar gue."

"Ohm.." gumam Nanon tanpa suara.

"Ya, gue ini cuma 'barang berharga'. Dan sejak kapan barang punya perasaan? Yang gue tau cuma gue bahagia, lakuin apa aja yang gue suka. Pacaran sana-sini, berantem, semuanya nggak ada yang pake hati. Jadi salah besar kalau Pp cinta sama manusia kaya gue. Gue nggak bisa ngerasain cinta."

Nanon menggeleng kecil. "Nggak. Yang aku lihat kamu bukan orang kaya gitu. Kamu bukan nggak bisa ngerasain cinta, tapi kamu belum bisa kembali ngerasain cinta."

Giliran Ohm yang menatap Nanon penuh atensi. Kalimat si manis agaknya membuatnya tertarik.

"Kamu sebenernya butuh banyak cinta, tapi kamu ngelak atas itu Ohm. Makanya kamu ngelampiasin semuanya dengan gonta-ganti pacar sama berantem."

Ohm tertawa mendengar opini Nanon. "Gue emang sebodoh itu, Non. Makanya lu nggak usah deket-deket sama gue."

"Aku juga maunya gitu. Dari awal aku selalu mendoktrin diriku sendiri buat ngejauhin kamu karena kamu bawa pengaruh buruk. Kamu bakal nyakitin aku karena kamu nggak mungkin suka sama aku."

Ohm mendekat. "Non.."

"Tapi tanpa aku sadari kita malah makin deket aja. Pada akhirnya aku nggak bisa ninggalin kamu Ohm. Aku nggak bisa jauh dari kamu."

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang