Chapter 6

3.3K 512 82
                                    

Makan malam sendirian di salah satu kedai kari dekat apartment lusuhnya bukan hal baru lagi bagi seorang Ohm Pawat. Berteman dingin dan deru kendaraan yang melaju di jalanan, berkali ia menyuap kasar, terkesan rakus.

Orang-orang hanya tak memperhatikan, beberapa kali suapan Ohm tertahan. Seolah si berandal tengah memikirkan sesuatu yang teramat berat.

Ada yang hilang. Hati Ohm merasa kosong, tapi tak tahu bagian apa yang menghilang dari sana. Rasanya begitu hampa.

Bukankah hari ini upayanya menjadi orang baik baru saja dimulai? Membantu Billkin meraih cintanya sejak SMA, bukankah itu perbuatan mulia? Harusnya hatinya tenang kan? Kenapa malah seburuk ini?








....







Semenjak pagi Billkin sudah menanti seseorang di halaman gedung kampus dengan perasaan tak tentu. Tali tas selempang yang digunakan dari tadi dimainkan berkali sebagai penanda gusar di hati.

Sampai yang ditunggu datang, menunduk seperti biasa tak peduli dengan mereka di sekitaran.

"Nanon.." sapa Billkin menahan pergerakan Nanon.

"Eh, Billkin. Ikut kelas pagi juga?" Nanon masih ramah.

"Iya. Nanon aku......"

"Nanon!!!" Kalimat Billkin terpotong oleh panggilan dua orang lelaki yang mendekati mereka.

Mark dan Plan, dua orang yang tak pernah menyapa Nanon. Kenapa tiba-tiba sok kenal begini? Tentu saja Nanon bingung.

"Kin, pinjem Nanon-nya sebentar boleh nggak?" Tanya Plan.

"Ada urusan bentar nih, Kin." Tambah Mark.

Billkin mengangguk. "I..iya deh. Ya udah gue ke kelas duluan."

Billkin pamit bersamaan dengan Plan dan Mark yang menggandeng Nanon di kanan-kiri macam teman akrab.

Memasuki kelas yang mulai ramai, Billkin tak menyangka teman brengseknya sudah siap di mejanya bahkan modul sudah dibuka.

"Pagi amat? Tumben?" Ujar Billkin heran setelah ambil duduk di samping Ohm.

Ohm menoleh dengan tawa kecil. "Nggak bisa tidur gue. Biasa."

"Eh, kemaren gimana? Lancar?" Lanjut Ohm.

"Apanya?" Billkin seolah menghindari topik yang akan Ohm sajikan.

"Kencan lu sama Nanon. Gimana? Berhasil nih pasti." Goda Ohm lagi.

"Bangsat, sok tau lu." Lalu keduanya tertawa layaknya guyonan anak lelaki biasa.









....








Halaman belakang gedung. Ke sana-lah Mark dan Plan membawa Nanon. Halaman macam kebun sepi dengan pagar tinggi pembatas, di mana pohon-pohon tinggi berdiri kokoh membuat nuansa terasa gelap karena sinar mentari terhalang dedaunan.

Di depan sana, Pp sudah menunggu dengan tatapan congak dan pandangan meremehkan. Pemuda yang gemar mengenakan hotpants ke kampus tersebut langsung maju mendekati Nanon.

"Gue pernah kasih peringatan ke lu kan? Lupa apa gimana?" To the point tanpa basa-basi sambil memberi kode kedua temannya agar memegangi Nanon lebih erat.

Nanon menunduk, diam ketakutan.

"Dasar jalang!! Udah gue bilang jangan deketin Ohm lagi!! Ngerti nggak lu??" Rambut Nanon ditarik kasar ke belakang, membuat si manis mendongak.

"Bukannya... bukannya kamu sendiri yang bilang Ohm cuma main-main sama aku. Kenapa setakut itu?" Mencoba berani, Nanon menjawab dengan tak tenang hati.

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang