Chapter 34

2K 290 23
                                    

Vote, follow, baru baca ;)






Dingin masih mendominasi ruang kamar Dew. Meski kini ada dua entitas anak adam yang mengisi duduk di sisi ranjang, karbondioksida yang dihasilkan belum cukup menggeser bau debu yang terlalu lama bersemayam.

Meninggalkan lukisan-lukisan milik Dew yang rata-rata memuat rupa elok yang sama, milik sang kembar, fokus Ohm dan Nanon sama-sama tertuju pada foto usang seorang lelaki bernama Taecyeon yang memiliki wajah mirip dengan Ohm dan Dew.

Bagi Ohm bermenit dalam kamar Dew bagai mengais ingatan kabur tentang luka lama yang hampir beku. Sedang bagi Nanon, ini adalah kesempatan mengenal kehidupan lawas sang kekasih yang tak pernah Ohm ungkap terang-terangan.

"Wajah ini....." Nanon menggumam sembari mengelus permukaan gambar diri Taecyeon. "Punya garis yang sama kaya kamu, Ohm."

"Sama Dew juga kan?"

Si manis menggeleng. "Cuma kamu yang punya. Garis rahang tegas ini, terus kebiasaan angkat alis kanan kalau lagi pose angkuh begini, semuanya mirip kamu. Bukan Dew."

Tawa renyah Ohm mengisi ruang dengar di antara sepi ruangan. "Mama juga dulu bilang gitu. Dia bilang makin besar wajahku makin mirip Ayah. Waktu itu aku kira Mama salah nyebut Papa jadi Ayah aja, eh ternyata emang bukan Papa yang dia maksud."

"Ohm.." Nanon paham tawa yang dirangkai Ohm menyimpan lara yang begitu dalam. "Pasti Mama kalian sangat cinta sama pria di foto ini. Dia bahkan sampai inget setiap detail wajahnya."

Senyum tersungging di bibir si tampan ogah-ogahan. "Non, mau lihat-lihat kamar lain nggak?" Bukan menghindar, hanya tak mau ia lepas kendali saat bersama Nanon. Ohm tak mau menyakiti lelaki manisnya.

"Di samping ini kamar siapa?" Nanon coba mengikuti alur yang dibuat kekasihnya.

"Itu gudang. Yang paling deket kamar Mama, di pojok kanan sana." Kamar Mama Ohm dan kamar Dew berada di lantai yang sama, sisi gedung yang sama. Berbeda dengan kamar Ohm yang berseberangan jauh, dekat dengan ruang tamu rumah yang luas.

"Mama kamu punya kamar sendiri?"

Ohm mengerti yang dimaksud Nanon dalam pertanyaannya. Memang hal janggal jika seorang wanita menikah punya kamar berbeda dengan sang suami.

"Papa sama Mama nggak pernah sekamar. Seenggaknya itu yang kami lihat sejak kami lahir."

Si lelaki dimple mengangguk. Meletakkan kembali album foto lawas yang tadi dipangkunya untuk kemudian berdiri dan mengecup bibir Ohm singkat mengajaknya pergi. "Ayo.."

Uluran tangan Nanon diraih dengan senyum tampan. Rona menghias wajah tegas yang biasanya hanya beraut angkuh penuh aura dingin.

Hanya beberapa langkah diayun bersama, kamar sang Mama sudah di depan mata. Sama seperti kamar Dew, tak ada anak kunci tersemat di pintu mahoni kecokelatan. Satu kali tarik Ohm tahu, kamar Mamanya tak dikunci.

Cklek..

"Nggak dikunci, Non." Gumam Ohm, namun tak lantas masuk. Bertahan di ambang pintu, mempersiapkan hati yang mendadak kelu.

Nanon jua tak masuk. Hanya sedikit melongokkan kepala, mendapati ruang mewah penuh barang klasik kuno menawan.

"Berapa banyak kamar kosong disini yang dipertahankan seperti ini?"

Yang lebih tua mengangkat bahu. "Entah. Banyak kayaknya. Kamar Mama, kamar Dew, dibiarin sama tanpa perubahan. Seolah-olah mereka masih ada."

"Mungkin karena Papa kamu begitu sayang sama mereka. Makanya Beliau ingin mempertahankan kenangan miliknya lewat kamar-kamar ini."

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang