Chapter 24

2.2K 356 50
                                    

Vote dulu boleh? ;)








Senja menyapa lewat jingga semburat mega yang menantang di awang-awang. Ohm yang baru saja membolos kelas terakhirnya demi bertanding basket dengan kakak tingkat kembali ke kelasnya yang berangsur sepi ditinggal pulang penghuni.

Rambut yang basah keringat, kaos putih yang tak kalah lembab, celana pendek yang tak seharusnya dia kenakan di kampus, serta napas memburu kelelahan namun lekat senyum tak lepas karena tim-nya baru saja menang taruhan.

Dengan tergesa kepalanya dilongokkan ke pintu mengedar pandang mencari sosok manis si kekasih hati.

"Nanon nggak ada." Pp yang masih di dalam mendekat ke arah Ohm dengan tas sudah diselempangkan.

"Pulang?" Tanya Ohm.

Si lelaki berambut pirang menggeleng. "Ijin ke club kesenian dari tadi. Banyak anggota baru katanya, makanya dia agak sibuk." Jelas Pp.

Ohm mengangguk beberapa kali tanda mengerti. Kemudian ia seolah teringat sesuatu dan menatap Pp dengan penuh harap. "Pi, Nanon cerita sesuatu nggak soal gue?"

"Soal lu? Soal apaan dulu? Motor lu? Bokap lu? Apa gimana?" Memang pertanyaan Ohm terlalu rumpang untuk dijelaskan.

"Ya soal..... eum... itu." Dua jari Ohm diangkat, digerakkan membentuk tanda kutip. Satu gestur yang membuat Pp tertawa terbahak atasnya.

Dan si tampan pun tak ayal ikut tertawa juga. Bukan atas sikapnya, tapi atas sikap Pp padanya. Ohm seolah puas, Pp benar-benar bisa berdamai dengan perasaannya pada Ohm. Dengar sendiri kan, kata ganti lu-gue sudah digunakan si lelaki cantik pada Ohm layaknya sahabat lama yang tak canggung bercanda.

"Cerita kok. Kenapa? Ngebet banget lu kayaknya." Jawab Pp setelah tawanya lumayan reda.

Si pemuda tan menggeleng. Berjongkok menyender tembok sambil meremas rambutnya frustrasi. "Bukan gitu. Tapi gue kaya ngerasa dia benci sama gue nggak sih? Apa dia nggak suka sama gue?"

Lagi-lagi Pp tertawa. Namun kali ini suara tawanya ia tahan, tak ingin membuat Ohm makin resah atas masalahnya. Dengan ikut berjongkok ia tepuk pundak Ohm memberi semangat. "Nggak-lah. Kalau dia nggak suka sama lu buat apa dia nentang nyokapnya yang nyuruh dia jauh-jauh dari cowok kaya lu?"

Benar juga. Sampai saat ini Ibu Nanon masih selalu memandang Ohm tak suka tiap si tampan kedapatan mengantar atau menjemput Nanon dengan motor besarnya.

"Terus kenapa?"

Pp menghela napasnya. "Buat kaum kaya kami, begituan tuh nggak sekedar tidur bareng Ohm. Ada sesuatu yang begitu berharga yang bakal kami lepas saat itu. Jadi nggak semudah itu buat mutusin untuk ngelakuin sama pasangan kami. Banyak pertimbangan pasti. Apalagi ini pertama buat Nanon."

"Pi, apa lu dulu juga gitu? Maaf dulu gue.........."

"Ssttt udah lah yang dulu ya biar aja orang udah lalu. Lagian gue udah nggak mau mikirin soal itu Ohm. Masa depan lebih penting." Potong Pp atas penyesalan Ohm yang sudah tak berarti menurutnya.

Ohm tersenyum tampan. "Soal masa depan, gue do'ain lu sama Billkin berakhir bahagia deh sampai tua."

Mendengar kalimat harapan Ohm, Pp sontak menatap lebar dengan mulut menganga. "Heh? Lu tau Ohm??"

Lagi-lagi tawa Ohm mengalun. Ia bangkit lebih dulu lalu melangkah mundur sambil mengangguk dengan senyum jahil. "Lu sama Billkin udah ituan kan?"

"DIH ANJIR EMBER BANGET SI BILLKIN!! SIALAN JANGAN BOCOR OHM!!!"

Ohm yang masih tertawa memberikan jempolnya lalu menggerakkan tangan seolah menutup mulut tanda ia akan menjaga rahasia.

"Arghhh!! Billkin malu-maluin ajerr.." muka semerah tomat ditutup telapak tangan yang berkeringat. Menggemaskan.







ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang