Chapter 39

2K 235 40
                                    

Vote, follow, baca ;)










Helai rema sewarna karamel milik Ohm Pawat tersapu angin yang berhembus di antara riuh jalanan. Di atas jok penumpang Porsche Cayman putih milik Victoria yang atapnya dibiarkan terbuka, ia dan kekasih sang Papa mengobrol sana sini sampai satu tujuan utama pertemuan tercetus oleh yang muda.

"Ini bukan masalah remeh, Ohm. Bilang sendiri sana sama Papa kamu." Respon Vic kala Ohm memintanya mengatakan pada Nichkhun perihal rencananya menikah dengan Nanon.

Si tampan berdecak. Masih tak melepas pandang dari deretan pertokoan di sisi jalan. Macam acuh tak acuh, peduli setan. "Males. Nanti pasti bakal diceramahin panjang lebar."

Lampu jalanan yang berubah merah membuat Victoria bisa beralih pandang dari kemudi ke arah pemuda di sampingnya. "Ijin Ayahnya Nanon enggak, ijin Papa kamu juga mau enggak? Ck, niat nikah nggak sih kalian sebenernya?"

"........." Ohm hanya memutar matanya sebal.

"Terus bukannya kalian masih kuliah? Ijin sekalian gih sama dosen kamu. Yang biasa dihubungi Papa kamu siapa tuh namanya? Nicky?"

"Dih, emang harus? Nggak ada undang-undangnya kan mahasiswa nggak boleh nikah?" Ohm memang keras kepala kalau kalian lupa.

"Ya seenggaknya kasih pemberitahuan atau undangan misalnya. Jangan diem-diem aja kaya nikah kepaksa gara-gara kebablasan dong."

"Ck, aku kirain ngomong sama anda bakal lebih gampang dari pada ngomong sama si tua Nichkhun. Ternyata sama aja ya."

"Heh, maksud kamu ap...."

Tak peduli kalimat Vic yang belum selesai, Ohm memilih keluar mobil dengan tergesa. "Duluan ya. Mau ke sirkuit buat latihan." Ujarnya setelah menutup pintu mobil yang masih terjebak lampu merah jalanan.

"Eh tapi Ohm, tunggu dulu kita belum selesai ngomong!!!" Tapi apa Ohm peduli? Tentu saja tidak. Punggung lebar itu bahkan sudah menghilang dari pandangan Victoria setelah menyebrang jalan lalu melangkah ke belokan dekat tikungan.








....









Punya minat lebih dalam bidang seni lukis membuat Nanon juga gemar mendatangi pameran demi pameran yang memajang berbagai macam dan jenis lukisan dari dalam dan luar negeri. Selain untuk mencari berbagai referensi ide, Nanon juga belajar berbagai hal dari lukisan-lukisan yang diperlihatkan.

Kali ini ia berdiri di antara para pengunjung galeri lukis yang diadakan pemerintah kota. Mengamati sebuah lukisan abstrak namun indah dipandang mata milik seniman dalam negeri kenamaan. Buku catatan kecil di tangan kiri dan pena hitam di tangan kanan, Nanon mencatat apapun yang menurutnya perlu.

"Nanon...."

Sampai suara tak asing membuyar konsentrasi yang sedari tadi dibangun sendirian. Nanon menoleh, mendapati seorang pemuda berkemeja maroon pendek mendekat ke arahnya.

"Eh, First. Apa kabar? Lama ya nggak ketemu.." Nanon dan segala keramahannya. Teringat jika First juga punya minat yang sama dengannya di bidang seni dua dimensi ini.

Si pemuda tinggi tersenyum menanggapi. "Aku baik, Non. Tadi aku liat kamu dari belakang, nebak aja eh ternyata beneran kamu. Ah iya ya udah setahunan kayaknya kita nggak ketemu. Kamu sama Ohm gimana?"

"Aku sama Ohm......." Entah mengapa menyebut nama sang kekasih membuat Nanon teringat rencana mereka. Menjadikan merah malu-malu meraja di wajah putihnya.

"Kamu sama Ohm??" Pancing First penasaran.

"Aku sama Ohm mau nikah." Cicit Nanon menunduk tersipu. Tak mampu menyembunyikan senyum yang dikulum lembut.

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang