Epilog

3.4K 269 36
                                    

Ruangan kerja si pemilik utama perusahaan selalu jadi yang terbaik di kantornya. Begitu pula milik Nichkhun. Apalagi setelah baru saja si putra satu-satunya membawa serta memasang sendiri sebuah lukisan ukuran besar karya pujaan hatinya.

Lukisan berkelas yang diberi judul Ares itu tampak menawan dibekap dinding sewarna gading hutan. Kontras dengan goresan-goresannya yang tegas menghias kanvas.

"Nanon memang berbakat. Lukisannya sempurna." Gumam Nichkhun menatap puas lukisan di hadapannya, tepat di samping meja kerjanya.

Di sisi lelaki paruh baya Ohm yang memutuskan menghadiahkan lukisan berharga itu setelah berbaikan dengan sang ayah. Ada gurat bangga, bahagia, campur aduk mengisi rasa.

"Itu sih karena modelnya yang emang ganteng aja. Jadi pasti bagus hasil lukisannya." Kelakar Ohm main-main.

"Ck, dasar. Nggak ada berubah-berubahnya sikap narsis kamu."

Si anak tertawa simpul. Kemudian menoleh menatap siluet papanya dari samping. "Papa yang berubah."

Dengan cepat Nichkhun menoleh. Mengerut dahi, mencari makna dari kalimat Ohm yang punya banyak arti. "Hng?"

"Uban papa makin banyak." Selalu di luar ekspektasi. "Apa karena mikirin masalah yang aku buat?"

Lanjutan kalimat Ohm membuat Nichkhun diam. Bukan kehabisan kata, hanya kelu menahan ungkapan yang kembali tertelan. Terhitung setahun lebih berbaikan dengan Ohm, banyak kata maaf yang selalu Ohm siratkan dalam setiap katanya. Tapi selalu saja Nichkhun sulit untuk menanggapi.

"Ck. Sudah tau papanya sudah banyak uban. Kenapa masih belum kasih papa cucu juga?" Mengalihkan pembicaraan memang pilihan terbaik. Toh sejak awal Nichkhun tak pernah menganggap Ohm salah hingga harus minta maaf.

"Astagaa, Nanon masih sibuk kuliah pa. Tiap malem lembur bikin laporan, kapan mau bikin anaknya??" Ohm dan mulut asal ceplosnya memang tak pernah gagal membuat Nichkhun tertawa kecil.

Si ayah menepuk pundak Ohm macam sahabat lama. "Makanya cari waktu. Kalian udah hampir setahun kan nikah? Kasih papa cucu dong, nanti bawa ke sini papa yang ngemong deh kalau kalian sibuk."

"Ya elah, dikata gampang apa bikin anak. Kenapa nggak papa aja yang bikin sama tante Vic? Lumayan kan kalau jadi anak cowok suruh jadi pewaris perusahaan." Dua-duanya sama saja. Sama-sama bermulut enteng.

"Ck, papa udah nggak cocok kalau punya anak. Cocoknya punya cucu. Nanti papa jadiin pewaris perusahaan pasti anak kamu. Eh, tapi papa pengennya anak cewek. Lucu, manis."

"Tapi aku pengennya anak cowok, pa. Mau aku ajarin naik motor."

"Ya udah, bikin kembar aja sekalian dua cowok sama cewek. Atau tiga? Tenang, warisan papa masih cukup kok dibagi tiga. Masih sama-sama banyak dapetnya."

"Sial, minta cucu udah kaya minta martabak aja." Gumam Ohm yang sebenarnya masih jelas didengar oleh sang papa.







....









Siang tak terlalu terik karena mentari yang lebih memilih menyembunyikan diri di balik arakan awan yang beriring. Beberapa maid di rumah Nichkhun menatap heran Tuan mudanya yang biasa pulang sore kini sudah kembali ke rumah dengan wear pack di tangan kanan.

"Nanon mana?" Tanya Ohm pada salah satu maid setelah meletakkan wear pack-nya asal di sofa ruang tamu. Berantakan, khasnya sejak lama yang jadi kebiasaan.

"Ada di halaman belakang, Tuan."

Tanpa merespon ulang yang ditanya, Ohm langsung melangkah menuju di mana sosok manis yang genap sebelas bulan ini menyandang status sebagai istrinya.

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang