Chapter 29

2.2K 323 63
                                    

Vote dulu yaa ;)









Dinamika waktu terasa lambat berlalu jika dijalani dalam duka nestapa. Namun jika tengah bahagia, semua terasa cepat berlalu begitu saja. Jarak detik yang sama, tetapi bawaan perasaan yang berbeda.

Sama hal dengan yang terjadi pada dua sejoli tokoh utama. Berhari-hari larut mereguk bahagia dalam satu atap dan ruangan yang sama, meski dengan resiko mengabai semua pesan atau panggilan dari sang Ibunda. Nanon hanya ingin egois kali ini.

"Hei, bangun yuk.." Dengan binar ceria, Nanon yang sudah bangun sejak tadi menubrukkan badannya pada tubuh besar Ohm yang masih merebah di kasur.

Ah, Luke tak jadi mengirim ranjang baru yang lebih besar ngomong-ngomong. Ranjang lama Ohm cukup luas untuk mereka berdua yang tiap malamnya bahkan berpeluk mengikis jarak seminimal mungkin.

"Eungh, lima menit Non." Bukan Ohm namanya jika mudah dibangunkan. Si tampan lebih memilih menutup wajah dengan selimut tebalnya.

Tapi Nanon juga mulai paham akan kebiasaan sang kekasih. Ia yang kini berbaring di atas badan Ohm memajukan wajahnya, mengecup hidung si tampan setelah menyingkirkan selimut yang menutup wajahnya. "Bangun Ohm, katanya mau kerja lagi ke dermaga??"

Jadi kuli panggul di dermaga, ikut bekerja di proyek pengerjaan jalan tol dan jembatan, bahkan bantu-bantu Luke di bisnis kargonya, semua Ohm lakukan dengan persetujuan Nanon. Tak ada lagi yang ditutupi. Balapan liar, taruhan billiard di club, dan semua yang dilarang Nanon tak lagi dilakukan.

"Masih pagi, Non. Biarin aku tidur lagi dulu." Lagi-lagi Ohm menggumam menyembunyikan wajah.

Si manis di hadapan berdecak. Dengan berkacak pinggang ia bangkit, duduk di atas perut keras Ohm. Sedikit berpikir, cara apa lagi yang bisa ia lakukan untuk membangunkan Ohm.

Kemudian dengan jahil diraihnya sesuatu di antara selangkangan Ohm yang masih terbalut lengkap celana. Dielus lembut, seperti mengelus bulu kucing.

"Eunghh... Non..."

Nanon tertawa puas atas respon kekasihnya. Lalu kemudian menjerit kaget kala Ohm tiba-tiba bangun dan membuatnya otomatis duduk di pangkuan si tampan. Untung refleks Ohm berjalan baik. Sebelum Nanon jatuh ke belakang, tangan Ohm sigap meraih pinggangnya.

"Ish, ngagetin tau!!!"

"Ya kamu juga sih, nakal banget."

Tawa kecil si manis masih mengisi ruang dengar Ohm. Ditambah kaitan lengan leher Ohm, serta wajah keduanya yang makin dekat setelah Nanon memajukan muka.

"Non.."

"Hm?"

"Mau cium, boleh?"

"NGGAK!!! KAMU BELUM SIKAT GIGI."

"Yaelah Non, biasanya juga nggak."

"POKOKNYA NGGAK!! MANDI DULU HABIS ITU CIUM. AKU UDAH BIKIN SARAPAN SAMA BEKEL JUGA." Dan bagi Ohm yang sekarang, perintah Nanon adalah mutlak.

Meskipun dengan ogah-ogahan, Ohm tetap bangun menuju kamar mandi. Dingin air di pagi hari mungkin bisa menekan napsunya yang keburu timbul dipancing Nanon tadi. Sial, memang.

Sedang si manis kembali ke dapur setelah membereskan ranjang mereka. Pekerjaannya menata bekal kembali dilanjutkan. Tinggal memasukkan telur gulung dan sendok sebagai alat makannya, kotak berwarna biru muda dengan gambar karakter Moomin tersebut siap dibawa.

Soal kotak makannya, Ohm sempat protes di awal memang. Warna dan gambarnya terlalu manis untuk ia yang gagah katanya. Tapi melihat raut sedih Nanon kala Ohm minta ganti wadah, Ohm memutuskan tetap memakai kotak Moominnya. Toh dipikir-pikir wajah si Moomin di kotak mirip Nanon sekilas, membuatnya selalu ingat sang kekasih tiap membuka kotak bekalnya.

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang