Chapter 4

4K 611 73
                                    

Keluar area kampus, motor Ohm melaju di angka 90. Cepat untuk orang lain, tapi begitu lambat bagi Ohm yang biasa memacu adrenalin. Oleh karenanya arah ke jalanan sepi sekitaran tol dipilih agar ia lebih bebas menggeber tunggangannya tanpa peduli batas kecepatan. Ia hanya ingin bersenang-senang.

90 naik ke 100. Bahkan angin kencang memapar dingin tangan Ohm di stang kemudi yang tak terlindungi meski panas sedang menyinari.

Dalam lindungan helm full face Ohm menarik sudut bibir. Tersenyum tulus menikmati kebebasan yang tak bisa ia definisikan. Melaju cepat di atas motor, seolah meninggalkan beban-beban yang bertahun-tahun menggelayut jiwa.

Sampai ketika motornya mencapai perempatan besar, lampu merah memaksa Ohm menarik tuas rem. Bersamaan dengan melajunya truk besar dari arah utara, motor Ohm yang ada di sisi timur melaju kencang karena remnya tak berfungsi sama sekali. Blong.

Gerakan Ohm mulai panik, berantakan. Semakin detik semakin dekat motornya dengan truk dan kalau tak melakukan apapun ia yakin motornya akan hancur terbentur badan besar truk.

Ciiiiiiiit

Bukan suara rem. Itu dencit ban motor besarnya yang dipaksa bermanouver, belok dan miring ke sisi kanan sampai hampir merebah. Di kemiringan yang mencapai titik 70° motor itu berhasil melewati lorong truk tanpa tergores di sisi atas. Dan Ohm selamat meski helmnya lepas. Tuhan masih di sisi seorang bajingan sepertinya.







....






"Untung gerakan lu cepet. Kalau nggak dengan kecepatan segitu lu bisa mati, atau paling nggak koma. Rem depan sama belakang dipotong orang." Foei, montir andalan Ohm memeriksa keadaan motor balap si berandal dengan sedikit candaan.

Si lelaki berkumis tipis menoleh ke arah Ohm yang berdiri di belakangnya. "Slek sama siapa lu?"

"Nggak keitung, banyak." Jawab Ohm enteng. Menarik kursi di dekatnya untuk diduduki.

"Ck. Lain kali hati-hati. Masih balapan kan lu?"

"Nggak tau, Bang mau lanjut apa nggak."

"Lu terakhir cari masalah sama siapa sih?"

"Dosen gue kayaknya." Ohm tak terlalu mementingkannya.

"Kenapa lagi kali ini? Bikin masalah pasti lu."

"Anjing, ini dia yang salah kok."

"Dasar!!" Foei bangkit dari jongkoknya memeriksa motor, memegang pundak Ohm macam adik sendiri. "Kadang gue ngerasa khawatir banget sama lu, Ohm. Kenapa nggak pulang aja sih?"

Ohm malah tertawa remeh. Seolah menertawakan diri sendiri. "Harusnya lu lebih khawatir sama gue kalau gue pulang, Bang."

"Nggak waras lu emang."

"Bener juga." Tetap mengalun tawa meski tak ada artinya.






....









Pagi terasa menyenangkan bagi seorang Mike. Membagi senyum menawan, membalas satu persatu sapaan dari para mahasiswa serta rekan dosennya. Senyum selalu terpajang, menemani image guru bersahaja yang selama ini disandang.

"Pagi, Prom."

"Pagi juga Mek. Tugas udah di meja saya kan?"

"Pagi Miss Alice."

Botol air mineral di tangan diminum sembari jalan. Melepas dahaga setelah menu bubur ayam yang tadi ia jadikan sarapan. Sampai ...

"Uhukk!!"

Bagaimana ia tak tersedak kalau seseorang tiba-tiba merangkulnya dari sisi kanan.

"Ohm.." gumam Mike.

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang