Chapter 8

3.1K 541 75
                                    

Kalau minta vote dulu sebelum baca, boleh nggak? ;)







Ketuk demi ketuk langkah sepatu beradu dengan dingin lantai lorong kampus yang lumayan sepi. Ohm yang baru saja memarkirkan tunggangannya memasuki area kampus harus dengan pasrah mengikuti Pak Nicky yang memintanya mengikuti si dosen ke ruangannya.

Pasti ditegur lagi. Seperti biasa. Bagaimana tak ditegur jika Ohm dengan santai datang telat bahkan setelah tiga jam kelas yang harusnya ia ikuti terlewatkan? Tipikal berandal yang masa bodoh tak mau memikirkan.

"Duduk!!" Perintah Pak Nicky ketika sampai di kursi si dosen.

Ohm menurut. Duduk kelewat santai, bahkan dengan muka tengil dan menyandar punggung di kursi yang diduduki.

"Ini sudah bolos ke berapa kali di semsester ini Ohm, astagaaaa!!!" Pak Nicky mulai mengutarakan keresahannya.

"Lima? Eh, tujuh? Nggak tau Pak, lupa."

"Bedebah dasar. Kamu tau Ohm Papamu itu sudah mati-matian menghubungi pihak kampus demi anaknya bisa tetap sekolah di sini???"

"Itu bukan urusan saya, Pak."

Si dosen menggeram meremas kepalanya yang mendadak pengang. Kelakuan Ohm memang kelewat keterlaluan. "Minimal hargai usaha Papa kamu!! Dia udah nyumbang banyak buat universitas kita cuma buat kamu tetep sekolah di sini Ohm!! Paham nggak sih kamu??"

Ohm tertawa remeh. "Padahal saya udah bilang buat gunain uang itu untuk kegiatan yang lebih berguna, Pak. Nyumbang panti asuhan atau bencana alam misalnya. Kalau buat saya tetep kuliah, sayang aja. Nggak akan ada gunanya."

"Astagaaa. Kamu pernah mikir nggak sih kuliah kamu ini juga demi masa depan kamu kelak?? Emang kamu nggak punya keinginan sukses buat masa depan?"

"Eh, Miss Alice. Apa kabar Miss? Nanti makan siang kosong nggak?" Bukannya menjawab pertanyaan Pak Nicky, Ohm malah salah fokus pada Miss Alice yang baru saja masuk ruang dosen dengan banyak map di tangan.

Miss Alice mendengus. Tak menghiraukan Ohm dan tetap melangkah menuju tempat duduknya.

"Juteknya.. makanya jadi perawan tua. Eh canda pewaraaan. Hahaha."

"Diam, bodoh!!" Pak Nicky makin sakit kepala melihat kelakuan Ohm di depan mata. Tiba-tiba muncul keinginan di benak untuk melempari Ohm dengan hiasan globe yang ada di mejanya. Beruntung niatnya urung karena otak warasnya masih bekerja.

"Diih, cemburu Pak?"

"Bukan itu. Jawab pertanyaan Bapak tadi!!"

Ohm menegakkan duduknya. Menatap si dosen di hadapan dengan raut sok seriusnya. "Soal masa depan ya? Pengen lah saya sukses. Dikelilingi banyak wanita sama cowok-cowok manis, tiap hari main sama lubang yang beda-beda. Pokoknya asal pengen orgasme tinggal tunjuk yang disuka. Itu tolak ukur sukses saya, Pak."

"Bangsat!!!" Pak Nicky mengumpat dengan desisan, takut Miss Alice dengar. "Keluar aja lah kamu sana. Takut mati muda nanti saya kebanyakan ngomong sama mahasiswa rusak kaya kamu."

"Ck, kaya yang masih muda aja."

"OHM PAWAT KELUAR SEKARAAANG!!!"







....








Ohm berjalan kecil menyusur lorong-lorong kelas sambil masih sesekali tertawa kecil mengingat bagaimana frustrasinya Pak Nicky atas tingkahnya. Namun ketika berpapasan dengan seraut lelaki manis yang membuat ia kepikiran semalaman, tawa Ohm dipaksa berhenti.

"Eh, Non. Mau ke kantin?" Basa-basi Ohm ketika langkah keduanya sama-sama berhenti. Memaksa dua insan itu berdiri berhadapan dalam canggung yang menyeruak ke permukaan.

ARES (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang