"Karena sekuat apapun aku berjuang tetap kau akan tetap bersamanya dan bukan denganku."
[Our Story]
Hari sudah mulai gelap, kini Kota Jakarta sudah diterangi oleh lampu-lampu jalanan yang indah menyinari malam hari. Matahari telah menghilang digantikan dengan bulan purnama yg sangat indah. Dengan bulan serta berjuta bintang yang berada diatas langit menemani seseorang dikala gelapnya malam.
Dengan indurasmi dan serayu yang jadi teman malam ini. Arganta, duduk sendiri dibalkon kamarnya sambil menyeruput secangkir coklat panas yang baru saja ia buat. Pandangannya terarah pada langit malam yang indah. Serayu yang menerpa wajah serta rambutnya membuat wajah tampan miliknya tersorot dengan indah.
Wajah tegas, rambut hitam dan halus, hidung mancung, serta bibir tipis yang berwarna pink alami semua terpadu menjadi satu dalam wajah pemuda bernamakan Arganta itu. Wajah sempurna dan terlihat damai bak sebuah lukisan yang nyata.
Fikirannya terus berpusat pada seorang gadis yang tengah terbaring lemah dirumah sakit terlebih ia juga masih terfikirkan oleh omongannya tadi pada saudara tirinya itu. Apakah ini keterlaluan atau tidak, selalu kata itu yang terbenak didalam pikirannya.
"Apa gue kelewatan ngomong gitu ke Alvian?" Monolognya sendiri sembari kembali menyeruput secangkir coklat panas yang ada di genggaman tangannya.
Saat itu juga sebuah ketukan pintu pun terdengar dari arah luar kamarnya, iya ada yang mau masuk kedalam kamarnya itu. Segera menaruh cangkir yang ia pegang sedari tadi dan mulai melangkah kearah pintu.
"Siapa?" Tanyanya sambil membalikkan badan mengarah ke pintu.
"Ibu, mas. "
"Iya bu, masuk aja gak mas kunci kok." Balasnya sambil merapikan kaos yang sedang ia kenakan sembari mendudukkan dirinya di kasur kesayangannya itu.
"Ada apa bu?"
"Alvian, dia kesini mas. Ayo temui dulu adikmu, ajak dia ngobrol ya biar lebih akrab." Jelas ibu pada Arganta dan mendapat anggukan serta senyuman manis dari pemuda itu.
"Mas, yang akur ya. Ibu seneng kalau ngeliat mas sama Alvian akur, adem liatnya." Setelah bicara seperti itu, ibu dari pemuda itu pun mulai melangkah keluar dari kamar Arganta dan digantikan dengan kehadiran sesosok pemuda yang lebih muda setahun darinya.
Sosok pemuda yang sedari tadi ada dipikirannya tengah berhadapan langsung dengannya tanpa memulai pembicaraan sedikitpun. Ada rasa canggung yang Arganta rasakan saat melihat adik tirinya itu, begitupula dengan Alvian yang tampak ragu-ragu untuk masuk ke dalam kamar Arganta.
"Masuk sini, jangan didepan pintu gitu." Ucap Arganta mempersilahkan Alvian masuk. Tentu Alvian dengan sesegera mungkin masuk kedalam kamar Arganta.
Satu hal yang Alvian gambarkan untuk kamar kakak tirinya itu, nyaman. Dengan barang-barang yang tidak terlalu banyak, hanya ada sebuah kasur yang tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil dilengkapi dengan sprei berwarna navy dan lemari baju yang juga tidak terlalu besar namun bagus dipandang, meja belajar dan beberapa buku yang tersusun rapi disebuah rak mini disamping nakas dan cermin yang tidak terlalu besar dipercantik dengan beberapa lukisan abstak yang terpasang disana.
"Wangi vanilla?"
"Favorit gue, kenapa lo kesini?" Tanya Arganta to the point pada Alvian yang menyandang status sebagai adik tirinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story || Park Sunghoon✔
Teen Fiction[END] "Cowo itu semakin dikejar semakin ngelunjak, tapi kalo Kak Arga sih gak apa-apa." My ig= @_minyoraa