Sekarat?

168 25 0
                                    

"Maaf sudah membuatmu sedih, maaf sudah membuatmu berharap lebih, dan maaf sudah membuat kisah namun tidak kutuntaskan."

[Our Story]

Disini, didepan ruang ICU seorang wanita paruh baya terduduk lemas sambil terus terisak menunggu kepastian dari dokter tentang kondisi anaknya sekarang. Ia tak memikirkan bagaimana penampilannya saat ini yang sudah berantakan, karena yang terpenting adalah kondisi Meira.

Air mata yang terus mengalir dengan tangan yang terus meminta kepada sang pencipta agar anak semata wayangnya itu diberikan kesehatan dan umur panjang. Sudah lebih dari satu jam saat Meira masuk kedalam ruang ICU dan sekarang belum ada kabar terkini dari gadis itu.

Entah didalam sana keadaan Meira membaik atau sekarat, hanya dokter dan suster yang berada didalam lah  yang mengetahuinya. Shenna kembali merasa takut jika puri semata wayangnya itu akan pergi meninggalkannya sendiri disini. Ia belum sesiap itu untuk ditinggal oleh Meira, sudah cukup baginya kehilangan teman hidupnya.

"Jangan tinggalin mamah sayang, mamah masih butuh kamu disini." Gumamnya sambil terisak memperhatikan pintu ruang ICU yang masih senantiasa tertutup rapat.

Sedangkan didalam sana, para dokter dan suster tengah berjuang menyelamatkan gadis cantik yang tengah sekarat itu. Entah sudah berapa lama Meira didalam, namun bukannya membaik justru keadaannya semakin melemah menyebabkan semua yang berada diruang ICU tersebut semakin panik.

"Dok, detak jantungnya mulai melemah." Ucap seorang suster memberitahukan kepada dokter.

"Tidak bisa dibiarkan, suster segera siapkan alat pacu jantung sekarang." Perintah dokter itu kepada suster yang berada dihadapannya.

"Baik dok, segera."

Iya, Meira seperti sudah pasrah oleh keadaan. Mungkin gadis ini terlalu lelah menjalani kehidupannya yang penuh dengan obat-obatan dan rumah sakit. Dalam tidurnya, ia seperti melihat secercah cahaya bersamaan dengan seorang pria paruh baya yang mulai mendekat kearahnya. Iya, itu Doni ayahnya yang telah tiada.

"Meira, gadis kecilnya papah." Suara itu, suara yang terlalu asing didengar oleh Meira. Sedikit berfikir namun pada akhirnya gadis itu berani mendekati pria yang berada didepannya itu.

"Papah," gumamnya saat sampai dihadapan pria itu.

"Iya sayang, ini papah. Senang bisa bertemu denganmu, kamu sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik ya. Mau ikut dengan papah?" Suara itu, ia sangat senang mendengar suara itu. Tapi tunggu, apa? Ia mengajak Meira untuk ikut bersamanya? Apa ini artinya ia akan meninggalkan mamahnya sendiri? Apa itu artinya ia akan meninggalkan kedua sahabatnya sserta meninggalkan Arganta sendiri disini?

"Mamah?"

"Jika kamu sudah lelah, kamu bisa pergi bersama papah sayang. Mamah, mamah akan kita jaga dari sini."

"Maaf pah, aku masih mau sama mamah."

"Jangan meminta maaf sayang, papah tidak memaksamu. Namun, jika saatnya kita bertemu sudah tiba ingatlah papah akan menunggumu disini."

Setelahnya, sosok pria paruh baya itu pun perlahan mulai menghilang disertai dengan cahaya yang juga meredup. Semua terasa gelap namun ia tidak bisa membuka matanya, sulit. Iya, sangat sulit untuknya membuka mata

Our Story || Park Sunghoon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang