"Maaf jika aku terlalu memaksakan diri."
[Our Story]
Sore ini, Meira yang kini telah tampil cantik dengan setelan dress hitam dan rambut yang dikuncir setengah. Membawa sebuket bunga tengah berjalan kearah sebuah makam. Bunga tulip putih yang sangat disukai oleh seorang pria yang Meira sayang.
Tertulis nama seorang pria disalah satu batu nisan yang Meira datangi. Doni, iya, Meira datang ke makam papahnya seorang diri sore ini.
"Hay papah, lihat Meira datang lagi kesini. Papah tau, Kak Arga yang sering Mei ceritain, dia sudah berubah dan mau menerima kehadiran Mei. Mei senang, tapi apa bisa Mei bersamanya nanti?" Melihat kearah batu nisan itu dan mengelusnya lembut. Iya, tempat ceritanya adalah alm.papahnya sendiri. Meira pikir, jika papahnya masih ada mungkin ia senang bisa merasakan kasih sayang dari seorang ayah.
"Pah, kalau Mei nyusul nanti papah jemput Mei juga ya. Kita ketemu lagi, tapi Mei sedih ninggalin mamah sendiri disini. Papah bisa bilang sama Tuhan buat jagain mamah disini gak?"
Bulir bening mulai keluar membasahi pipi gadis itu. Sunyi, tidak ada orang disini itu sebabnya ia lebih leluasa untuk menangis didepan pusara sang papah. Meira fikir, hanya disini lah ia bisa mencurahkan segala keluh kesahnya.
"Mamah, mamah jagain Mei disini. Tapi Mei sendiri tau kalau mamah juga udah putus asa buat nyariin ginjal untuk Mei. Papah, Mei gak mau nyusahin mamah mulu." Gadis itu semakin terisak disana, menenggelamkan wajahnya pada kedua lututnya.
Gadis itu sebenarnya sudah putus asa, ia putus asa dengan penyakitnya yang tak kunjung sembuh. Ia terlalu lelah jika harus terus mengonsumsi obat yang selama ini ia minum, itu memuakkan.
Deru angin yang membuat rambut gadis itu beterbangan, matahari yang mulai tenggelam dan langit yang menampilkan warna jingga. Sore itu, gadis bernamakan Meira Ilaria itu menumpahkan segala kelu kesahnya pada sang papah yang telah pergi meninggalkannya dari kecil.
"Mei,"
"Alvian, sini." Melihat kedatangan pemuda itu, Meira menyuruhnya untuk mendekat disampingnya. Setelahnya pemuda itu mulai berjongkok menyamakan Meira. Melihat dalam nama dari nisan itu.
"Halo om, ini Alvian sahabat Meira dari kecil. Om, Vian masih disini buat menenin Mei. Om tenang aja, Mei bakal selalu Vian jagain ko. Om, om yakin kan sama Mei kalo Mei bisa ngelawan penyakitnya. Iya, Vian juga sama yakinnya kaya om." Ucapnya menatap nisan yang ada didepannya.
Sementara gadis yang berada disebelahnya itu sudah menangis, ia tidak yakin pada dirinya sendiri. Ia terlalu lelah untuk melawan penyakitnya itu. Menatap Alvian yang tengah tersenyum lembut kearah makam sang papah membuatnya terhenyak dalam sesaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story || Park Sunghoon✔
Teen Fiction[END] "Cowo itu semakin dikejar semakin ngelunjak, tapi kalo Kak Arga sih gak apa-apa." My ig= @_minyoraa