Sebuah Kejujuran

108 22 4
                                    

"Setidaknya kita pernah mengukir kenangan indah bersama sebelum akhirnya yang kamu pilih adalah dia."

[Our Story]

Sebuah gadis cantik dengan wajah yang terlihat sangat pucat tengah terbaring lemah disebuah brankar rumah sakit.
B

ersama dengan selang bantuan nafas dan juga infusan, gadis bernamakan Meira Ilaria itu tengah melihat kearah sekitar.


Bau khas rumah sakit langsung menyerang indra penciumannya. Tak ada orang disana begitu sepi juga sunyi.

"Mah, " lirihnya lemah, mencari keberadaan orang yang ia panggil.

Berusaha memencet bel yang ada disebelahnya, tenaganya masih sangat lemah. Kelapanya terasa nyeri dengan ditambah nyeri pada bagian perutnya.

"MEI!"

Tampak seorang wanita paruh baya menghampirinya dengan tergesa gesa.

Dia, Shenna, wanita yang selalu menemani gadis itu disini. Wanita yang selalu menjadi dunia bagi Meira, begitu pun sebaliknya.


"Sayang, Mei, kamu udah sadar." Sapanya saat berhasil berada disamping Meira.

Meira tersenyum lemah kearah Shenna, sangat tampak sekali jika anaknya itu tengah menahan rasa sakit yang ia derita.

"Apa yang sakit sayang? Bilang sama mamah." Tanya Shenna sambil mengusap lembut pucuk Meira.

"Kepala Mei sakit mah, perut Mei juga sakit." Balasnya pelan, bahkan untuk bicara saja ia masih terasa sangat berat.

"Mamah panggil dokter dulu ya, kamu diam dulu disini."

Setelahnya Shenna pergi keluar ruangan guna mencari keberadaan dokter agar bisa memeriksa keadaan Meira sekarang. Rasanya bahagia saat melihat Meira, putri semata wayangnya itu terbangun dari tidurnya namun tidak bisa dipungkiri juga jika rasa khawatir itu masih ada.

"Dok, Meira sadar." Teriaknya dilorong rumah sakit.

Shenna terlihat sangat khawatir setelah Meira bilang bahwa ia merasakan sakit dibagian kepala juga perutnya.

Tidak memikirkan orang yang memerhatikannya karena saat ini kesehatan Meira adalah yang terpenting.

"Baik bu, ayo kita segera kesana."

Diruangan serba putih ini Meira berada, diam sambil merasakan rasa sakit yang semakin lama semakin sakit.

"Apa aku bakal nyusul papah?" Monolognya, bertanya pada diri sendiri.

Sampai pada detik berikutnya terlihat ada dokter dan juga dua suster yang masuk kedalam ruangannya disusul oleh mamahnya.

"Hai Meira, bagaimana hari ini? Masih terasa sakit ya? Gak apa-apa, itu tandanya mau sembuh." Sapa dokter itu sambil tersenyum hangat kearah Meira, memberikan sedikit ucapan yang menyenangkan hati gadis itu.

"Sekarang kita periksa dulu ya." Sambung dokter itu sembari mengeluarkan stetoskopnya.

"Apa dibagian ini yang terasa sakit?" Tanya dokter memegang perut Meira.

Our Story || Park Sunghoon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang