WatthaShaphap 1

2.5K 172 3
                                    

April, 2000

Tempat duka itu terlihat sangat ramai, tapi hanya terdengar satu suara tangisan. 

Seorang pria menangis sambil memeluk tubuh kaku pria yang kini terlihat tampan dengan jas putihnya, berbaring dengan damai disebuah peti putih dengan hiasan bunga disekelilingnya, meskipun wajahnya terlihat pucat, itu sama sekali tidak mempengaruhi ketampanannya.

Tidak ada yang berani mendekat, apalagi mengeluarkan suara tangisan. 

Seolah semua kesedihan dibawa oleh pria yang kini menangis disamping peti itu.

Semua mata menatapnya dengan iba, antara kasihan dan tidak percaya. 

Pria yang mereka kenal dengan sifat pendiamnya itu dan juga keambisiusannya itu, kini terlihat sangat putus asa. 

Matanya bengkak, wajahnya memerah, suaranya parau dan kondisinya yang terlihat berantakan. 

Tidak ada yang berani mendekatinya, bahkan untuk sekedar menenangkannyapun mereka enggan.

Seolah telah berdiskusi untuk membiarkan pria itu menangis, melepaskan sang terkasih.

Menunggu hingga pria itu menenangkan dirinya sendiri, meskipun detik selanjutnya, tubuh itu ambruk, kehilangan tenaga akibat kesedihannya yang terlalu dalam.

Semua dengan sabar menunggunya untuk sadar.

Air matanya masih mengalir, meskipun kesadarannya sudah kembali.

Ia kini tidak bisa berdiri sendiri, seolah kakinya ikut pergi bersama sang terkasih.

Dua orang membantunya untuk berdiri, menompang tubuh yang sama tidak berdayanya dengan orang terkasih.

Peti itu tertutup perlahan.

Dan pada akhirnya meskipun berat, ia harus mengiklaskan.

Kehilangan sangat terkasih.

Membuatnya kehilangan dirinya sendiri.

Larut akan kesedihannya untuk waktu yang cukup lama.

Berusaha mengiklaskan yang telah pergi.


April, 2000

Watthanasetsiri meninggalkan Sahaphap untuk selamanya di kehidupan ini.


His Promise [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang