kematiannya menjadi luka yang sangat menyakitkan bagi orang yang ia tinggalkan.
Kehidupan mereka sebelumnya, sepertinya masih enggan untuk membuat semesta percaya akan cinta mereka.
Lalu bagaimana dengan kehidupan ini?
apakah semesta sudah memperca...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Malam sepertinya mulai menyapa. Lampu-lampu setiap bangunan mulai menyala, seakan tidak membiarkan kegelapan menyapa mereka.
Seorang pria terlihat tengah memarkirkan Ninja ZX10-R di salah satu parkiran rumah bergaya modern minimalis itu. Rumah itu tidak terlalu besar, letaknya yang berada di dataran tinggi membuatnya memiliki pemandangan kota yang dapat memanjakan mata dengan baik.
Pria itu membuka helmnya dan memperlihatkan wajah perpaduan Jepang-Amerika. Ia tersenyum lebar sehingga menampilkan lesung pipi dan juga gigi kelincinya sambil menatap sebuah map hitam ditangannya, seolah itu adalah pencapaian yang harus dirayakan.
Ia berjalan masuk kedalam rumah. Kaki nya melangkah menuju kolam renang saat ia mendengar suara gemerisik air menandakan seseorang tengah berenang.
Ia mendudukkan dirinya di salah satu kursi santai kolam dan meletakkan mapnya di meja yang berada di setelah kursi.
Seorang pria berkulit tan terlihat keluar dari kolam renang saat ia melihat seseorang datang dan duduk di salah satu kursi kolam.
"Malam nih bro, gak dingin apa lo?" Ucap pria bergigi kelinci itu memulai percakapan.
"Air kolam gua hanget Luke." Balas pria berkulit tan tersebut sambil melangkahkan kakinya menuju kursi santai yang di sebalah pria bernama Luke itu.
"Apa yang dilakukannya hari ini?" Tanya pria berkulit tan itu sambil memakai bathrobenya.
"Hari ini tidak banyak, hanya sekolah dan kembali kerumah, dan sekarang dia ada di konser bersama teman-temannya." Jawab Luke membuat pria tan itu menatapnya penuh tanda tanya.
"Konser?" Tanya pria tan itu lagi.
"Iya, nih." Balas Luke sambil menyerahkan map hitam yang ia bawa tadi.
Pria tan itu membuka map itu dengan cepat, beberapa foto pria berwajah manis terpampang di hadapannya.
"Huft dia bahkan tidak memakai masker, lihat ini, rambut dan wajahnya sudah sangat basah. Apa dia tidak kedinginan?" Ucap pria tan itu dengan kekhawatiran.
"Bilang sendiri dong bos, udah dua tahun nih, beraninya cuma ngedumel sendiri." Balas Luke menyindir pria tan di depannya itu.
"Lo mau ada perang dunia ke tiga?" Tanya pria tan itu tanpa memperdulikan sindiran Luke.
"Gua heran deh sama lo, apa sih yang lo lakuin sampai-sampai laki-laki manis no satu di sekolah benci banget sama lo? Jujur deh sama gua." Balas Luke lagi.
"Lo heran? Apalagi gua." Balas pria tan itu sedikit tajam.
"Kenapa gak lo deketin sih? Tanya kek secara baik-baik. Secara nih ya dua tahun lo diam-diam suka sama dia dan ngikutin dia terus yang notabenenya benci banget sama lo." ucap luke.
"Lo tau kan dia gak bisa diajak bicara baik-baik, setiap kali gua berusaha buat bicara baik-baik, dia selalu memancing emosi gua, memancing perdebatan dan berujung dengan perkelahian." balas si tan sambil melihat foto yang masih di genggamannya itu.
"Huft, tapi meskipun begitu lo masih ajakan suka sama tu anak?" Tanya Luke dengan meledek.
"Iya, gua gak tau. Semenjak gua kenal dia, dia seakan menjadi atensi gua dan gua gak bisa menjelaskan kenapa hal itu bisa terjadi." Balas pria tan itu.
"Yaudah, jangan lupa transfer ke rekening biasa dan satu lagi, Ingat ya bro setahun lagi kita lulus. Gua dengar tu anaknya bakalan lanjut di hukum di Universitas Chulalongkorn Thailand. Lo bakalan jauh sama dia. Jangan sampai lo kehilangan kesempatan aja." Ucap Luke berlalu meninggalkan pria tan itu sendirian.
"Mustahil Luke, dia terlalu sulit untuk gua gapai." Imbuh si pria tan setelah Luke pergi meninggalkannya.