Part 32 : Leaden

705 147 64
                                    

Vote dan komennya dipersilahkan😗 follow authornya wee parqhellis

Vote dan komennya dipersilahkan😗 follow authornya wee parqhellis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Kelam. Kesedihan menyeruak tak lagi asing saat di sebuah tempat ramai penuh orang sakit. Meringis, berteriak menjerit tanpa ampun memekik telinga. Kini ranjau sudah meledak secara tiba-tiba. Pasien dengan kaki dan tangan retak serta kepala yang terbentur hebat sudah memasuki garis darurat. Menangis, wanita semampai yang sudah menangisi semenjak kepergian putrinya menuju ruang operasi.

Sang ayah yang berusaha getar menenangkan istrinya yang sudah tak tegar. Mereka berdua saling memberikan getaran kuat agar berharap baik-baik saja, nyatanya yang lebih menderita kala itu bukanlah mereka. Melainkan seseorang yang dengan gusarnya duduk di bangku pesawat dengan ketukan kaki tak beraturan. Membuat pikiran dan hatinya berpergian entah kemana, cemas.

Pesawat begitu dinantikan di landasan. Kapan, kapan hati Tae akan tenang. Setelah mendapat panggilan balasan, otaknya seketika membeku, buru-buru mengambil tiket kepulangannya. Dia terlihat begitu cemas di dalam, tapi tenang di luar. Mata tajamnya sangat menderu tatap saat dia terus memikirkan seseorang yang kini menjadi acuan untuk dirinya segera kembali.

'Nona-'

Di saat itu terdengar suara Edwin yang ketakutan.

Belum saja masalah pribadi dengan ayahnya ia selesaikan, masalah baru muncul menyangkut seseorang yang sangat ingin ia lindungi. Meski nyatanya dia sendiri bingung dengan perasaannya itu.

Sudah hampir berjam-jam berlalu, waktu terasa begitu cepat, bahkan rasanya hanya sia-sia saja. Setelah sampainya lelaki itu di tempat yang dia tuju. Tae melihat hanya Edwin yang berada di depan ruangan. Dia duduk dengan kepala menunduk seakan menyembunyikan rasa sedihnya.

"Dia baik-baik saja bukan?" tanya Tae membuat Edwin mengadahkan kepala dan berdiri memberikan hormat. Kakinya terlihat gemetaran dengan tangan yang mengepal.

Sepertinya Edwin sangat menghargai orang yang dia layani. Padahal dulu Tae hanya memperkerjakan Edwin agar bisa mengawasi Kim Sohyun. Ternyata, lelaki itu justru memberikan lebih dari perhatiannya untuk musuhnya sendiri. Tae tahu, bagaimana pun dia tidak bisa memaksakan seseorang, termasuk memaksakan perasaannya itu.

"Saya mengaku bersalah atas kejadian yang menimpa nona, seharusnya beliau tidak pergi sendiri."

"..."

Edwin terlihat gelisah. Dia mengaku berat hati, dialah orang pertama yang menemukannya. Edwin ingat perkataan Sohyun agar menelpon dia saat orang tuanya sampai di rumah sakit. Nyatanya panggilan itu tak pernah di angkat, dan berujung Edwin menemukan Sohyun dalam keadaan sekarat tanpa daya.

"Jangan seperti itu."

"Lagipula dia segera mendapatkan penanganan dengan cepat gara-gara dirimu."

Two Crazy Rich Korean ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang