Kamar itu terlihat begitu luas, dengan tirai tinggi berkain satin mengkilap serta sebuah ranjang berukuran king size. Kamarnya yang luas tidak menutup kemungkinan kalau suasana di kamar tersebut selalu senyap dan hening. Identik sekali dengan pemilik dari kamar itu, seorang pria tinggi berkharisma tegas.
Taehyung menatap dirinya di cermin. Entah ada angin apa yang membuatnya betah berdiam diri memperhatikan diri sendiri dengan ekspresi datar. Kedua tangannya dimasukan ke saku celana menambah kesan berwibawa. Tae sedang tidak baik-baik saja.
Tiba-tiba terlintas kalimat yang sangat begitu ia ingat.
╰╰ Aku tidak suka bunga mengerikan itu, mereka berduri, aku tidak ingin melukai tanganku hanya untuk memegang bunga darimu ╮╮
Mata tajam Tae seketika menatap lekat-lekat buket bunga besar yang kelopaknya sudah terbuka cukup banyak dan berantakan memenuhi lantai. Warna merah dari kelopak si mawar terkesan seperti serpihan daun yang jatuh di musim gugur. Terlihat sangat berantakan.
Kalau Tae pikir, bunga mawar tersebut sudah tergeletak selama tiga hari. Selama itu pula semua maid yang bekerja di kediaman Tae tidak berani membersihkannya tanpa ada perintah dari tuan muda.
Semua maid terlalu takut menghadapi sikap Tae yang dingin dan mengintimidasi siapapun.
"Sohyun, kita berada di posisi yang membingungkan, " tukasnya sembari mengambil buket tersebut.
Di tatapnya mawar berwarna merah menyala. Tae pikir, semua gadis akan suka dengan buket bunga besar, ternyata tidak.
"Mereka sama saja. "
Taehyung merapihkan rambutnya dengan kedua tangan, menyibak gusar ke belakang, hingga dia bisa melihat dahi indahnya terekspos.
Sebenarnya Tae hanya ingin menghormati dan baik di depan Kim Sohyun. Tetapi gadis itu selalu membuatnya kesal, bertindak angkuh dan sombong. Apalagi saat harus berhadapan langsung, Tae merasa Sohyun tidak lebih dari gadis tak berperasaan.
Dengan kasar bunga tersebut ia lemparkan ke dalam tong sampah. Seakan penuh emosi Tae menghela berat, ada suatu sebab yang membuatnya marah hari ini, dan dia tidak tahu apa penyebabnya.
***
"Jam 9 nona kunjungan kerja ke Rumah Sakit Sohwa."
Sohyun mengangguk faham.
"Jam makan siang anda akan bertemu klien dari Australia, membahas perihal penggabungan," lanjut Edwin.
Pria berkacamata itu sedang menyebutkan rentetan jadwal yang harus Sohyun lakukan hari ini.
Dan Sohyun hanya mengangguk pelan sembari menyeruput lemon tea. Sohyun selalu cepat dalam memahami apapun, jadi tidak masalah jika sarapan di ganggu dengan ocehan Edwin, karena itu sudah biasa dilakukannya.
"Sebutkan jadwalku di malam hari, " tukas Sohyun meletakkan cangkirnya.
"Sajangnim mengurangi jadwal nona di malam hari. "
Hah. Sohyun tidak salah dengar? Ayahnya mengurangi rentetan jadwal padat yang berharga itu? Tapi Sohyun merasa tidak senang sama sekali.
"Apa Ayahku bersiap membuat surat warisan? Ada angin apa dia mengurangi jadwal padat ku, sungguh bersemangat. "
Edwin merasa takut untuk menjelaskan maksud dari pengurangan jadwal. Bukan karena tanpa maksud, tapi karena ada maksud.
"Ee-"
"Tapi nona, Sajangnim merencanakan jadwal khusus."
"Sudah aku duga. "
Pria berkacamata itu semakin takut. Hawa yang Sohyun keluarkan semakin membuat Edwin canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Crazy Rich Korean ✔
Fiksi PenggemarKetika dua insan manusia berlatarkan keluarga terkaya di Korea harus menghadapi masalah perjodohan, yang mengharuskan keduanya saling mengikhlaskan pasangan satu sama lain. Si pria adalah pemegang saham terbesar di perusahaan ternama di Korea, dan s...