05 | Uzumaki

826 85 9
                                    

selamat membaca<3
votenya dulu deh, hehe.
gua seneng kalo banyak vote, awoqkwokq.

ඏඏඏ

Semenjak Naruto diangkat menjadi Wali Kota, ia sudah jarang tidur di rumah. Hal itu mengundang banyak prasangka buruk dari Boruto. Kadang Boruto berpikir apakah ayahnya bercerai dengan ibunya? Karena itu, Naruto tidak pernah ke rumah. Atau bisa saja kan, ayahnya ternyata berbuat sesuatu yang salah hingga harus masuk penjara. Ah, jangan berpikir yang tidak-tidak, deh.

Omong-omong, Naruto sudah menceritakan sebagian alasan mengapa dirinya jarang pulang ke rumah. Sebenarnya ada satu alasan rumit yang membuatnya terpaksa harus pergi kesana-kemari dengan Sai dan Shikamaru. Tapi untuk sementara waktu, yang satu itu harus dirahasiakan dulu.

Tuk Tuk Tuk

Naruto mengetuk pelan pintu kamar putranya. "Boruto? Apa sudah tidur, ya?" gumamnya.


Hinata memeluk tubuh Naruto dari belakang. "Mereka sudah tidur," ucapnya. "Bagaimana dengan penyelidikan kasus Sasuke-kun dan Sakura-chan? Apa semua lancar? "

Naruto menggenggam lembut tangan istrinya yang melingkar di tubuhnya. "Semua baik-baik saja. Hanya saja ... ada beberapa hal yang terasa janggal dan masih abu-abu."

Hinata melepaskan pelukannya dan menyuruh Naruto untuk menjelaskan di meja makan saja. Untuk beberapa saat keduanya tenggelam dalam pemikiran masing-masing.

"Sudah berapa tahun, ya, semenjak kejadian itu?" tanya Hinata memecah keheningan. "Aku harap Sarada-chan baik-baik saja."

"Entahlah. Baik Sarada maupun pelaku yang membawanya, sampai sekarang belum bisa kami temui."

"Bagaimana jika besok kita ke kuil? Kau sedang mengambil cuti selama seminggu, 'kan?"

"Maaf, hanya bisa mengambil cuti selama seminggu," lirih Naruto. Ia sangat merasa bersalah.

Hinata menggeleng. "Tidak apa-apa. Aku mengerti."

"Baiklah, besok kita ke kuil pagi-pagi saja."

Malam semakin larut. Pembicaraan di meja makan malah bertambah menjadi topik yang semakin serius.

Hinata ingin tahu sudah sejauh mana mereka mendapat petunjuk. Petunjuk yang akan membawa mereka pada kebenaran tiga belas tahun yang lalu. Kebenaran tentang kecelakaan yang menewaskan satu orang Polisi dan satu orang Dokter.

+++

Pagi harinya seperti biasa, Boruto bermalas-malasan untuk pergi ke sekolah. Ia hanya menganggap sekolah sebagai tempatnya bermain dan berkumpul dengan teman. Walau Boruto termasuk dalam jajaran siswa "terpandai" dan "terkeren" di sekolahnya, nyatanya Boruto hanya menganggap hal itu sebagai hal yang bodoh.

"Membedakan murid berdasarkan nilai dan penampilannya? Dasar bodoh!"

Setelah sampai di meja makan Boruto memandang Himawari dari atas sampai bawah, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hima, mukamu kenapa?"

Himawari yang sedang mengenakan dasi langsung menoleh ketika mendengar suara kakaknya. Tersenyum cerah, ia menyelesaikan sampul dasinya cepat. "Aku mencoba untuk berdandan, kak. Bagaimana? Apa aku terlihat lebih manis?"

Teenage HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang