31 | Santai Sehari

344 52 5
                                    

02 Januari 2006

Pukul 01.13

Pohon-pohon cemara yang menjulang tinggi di sisi kiri dan kanan membuat suasana menakutkan, namun dihiraukan pria itu.

Setelah melewati jalan setapak, akhirnya mobil berhasil keluar dari kawasan pohon cemara dan kini sedang menuju jalan raya.

Salju terus berjatuhan semenjak pertengahan bulan Desember. Hawa dingin yang menusuk hingga tulang mewajibkan semua orang untuk memakai pakaian tebal.

Seorang pria bersama seorang gadis kecil di samping kemudinya, dan dua orang dewasa di bangku belakang, tengah membelah jalanan menggunakan mobil. Hening yang sebelumnya bertahan lama mendadak menjadi sedikit berisik akibat suara deru kendaraan tua itu.

Udara dingin, tapi si gadis kecil nampak tertidur nyaman karena hangat dari penghangat yang dipasang. Sementara itu, si pria tampak tak merasakan dingin sedikitpun. Pria itu tetap melajukan mobil dengan kecepatan tinggi untuk sampai di tujuan.

Mereka sampai di tujuan sekitar pukul setengah tiga pagi. Tiga puluh menit lebih cepat dari dugaannya.

Si pria menghela napas panjang. Membuka sabuk pengaman, sedikit merapikan penampilannya––yang sebetulnya sudah rapi. Ia menatap ke sebelah kanannya, di mana si gadis kecil manis terdidur lelap. Tidak, lebih tepatnya, gadis itu tertidur setelah pingsan sebelumnya.

Wajah pria itu menakutkan. Ia mengeluarkan masker dan topi berwarna hitam dari dashboard mobil, lalu mengenakannya.

Ia mengangkat tubuh kecil itu perlahan. Gadis itu tak menggeliat, tapi sebisa mungkin ia memposisikannya senyaman mungkin dalam gendongannya.

Setelah itu, ia membawa gadis kecil itu keluar. Salju terus berjatuhan, jalanan jadi tertutup salju. Di antara dua kedai, ada sebuah gang kecil. Ia masuk ke sana. Membawa gadis kecil itu menuju rumah.

+++

Sarada terbangun dengan peluh memenuhi dahi dan lehernya. Matanya terbelalak, sedetik kemudian tatapannya berubah sedih.

Napasnya masih tersenggal. Ia mencoba untuk menenangkan diri.

Masih pukul enam pagi. Ia mencoba untuk tertidur lagi, tapi tak bisa. Ia menghela napas dalam dan panjang sembari menutup mata rapat.

Mimpi itu. Terasa nyata. Seolah ialah sang gadis yang berada di mimpi itu.

"Apa maksudnya?"

Napasnya mulai kembali normal. Ia mengambil handuk, lalu berjalan menuju kamar mandi. Ia harus membersihkan diri dan pikirannya.

Setelah mandi dan memakai pakaian, ia mengambil ponsel dan dompetnya, lalu pergi dari apartemen. Hari ini ia janjian dengan Chocho untuk berjalan-jalan.

Sarada menaiki bus menuju halte Miadori. Chocho menyuruhnya untuk menunggu di sana.

Sepanjang perjalanan, matanya tertutup. Tidak tidur, hanya sekedar menutup mata. Tidurnya semakin tidak teratur. Terkadang terlalu banyak tidur, namun terkadang juga ia kekurangan tidur.

Perutnya belum diisi makanan apa-apa. Ia akan makan nanti saja. Bersama Chocho tentunya.

Bus berhenti di halte Miadori. Saat itu juga matanya terbuka. Ia berdiri, menunggu barisan orang-orang yang juga akan turun. Ketika barisan orang-orang turun sudah pergi, kini giliran barisan orang-orang yang naik masuk.

Teenage HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang