29 | Makan Malam

361 49 3
                                    

Boruto bersama Himawari, Shikadai dan Inojin duduk di teras restauran yang menyuguhkan pemandangan malam indah dengan kelap-kelip lampu-lampu kecil. Acara makan malam hari ini rasanya berbeda dari biasanya. Itu karena tempat meja dan ruangan mereka yang terpisah dengan para orangtua.


Di hadapan Boruto terdapat Shikadai yang mengenakan pakaian formal seperti halnya juga Inojin di sebelahnya.  Himawari di sebelah Boruto mengenakan setelan dress berwarna hijau muda. Gadis SMP itu menambahkan jepitan-jepitan tipis di rambut sebelah kirinya untuk menambahkan kesan manis.

Boruto juga sama. Memakai pakaian formal yang menurut Boruto terlalu formal. Oh, ayolah! Ini hanya acara makan malam bersama. Tapi ia terpaksa memakai setelan kemeja putih dengan jaz berwarna biru tua. Parahnya, sepatunya juga harus disesuaikan. Ia memakai sepatu pantofel hitam mengkilat.

Inojin melempar senyum pada Himawari di hadapannya. Gadis itu membalas senyum sebelum membuka percakapan. "Bagaimana kabarmu kak Inojin?"

"Aku? Baik."

Himawari mengalihkan tatapannya pada Shikadai, senyuman tak pernah luput dari wajah imutnya. "Kalau kak Shikadai bagaimana?"

Shikadai membuka mulut, berniat menjawab. Tapi ia malah menguap. Lalu cepat-cepat meminta maaf. "Maaf. Ah, kabarku juga baik."

"Terlalu formal," ejek Boruto pada Shikadai dan Inojin. Meski Boruto sering berkunjung ke rumah keluarga Nara atau Yamanaka, nyatanya Shikadai dan Inojin sangat jarang mengunjungi rumah keluarga Uzumaki. Mereka juga jarang bertemu dan bertukar sapa dengan Himawari.

Shikadai mendelik, tapi tak berkata apa-apa.

Ketika ekor matanya melihat Inojin yang tersenyum, Boruto seketika teringat dengan kejadian di sekolah tadi. Ia menatap nyalang Inojin.

"Kau bilang pamanmu tidak akan masuk."

"Seharusnya begitu," sahut Inojin sembari menyeruput air putih yang disediakan pihak restauran selagi menunggu hidangan yang dipesan datang.

"Gara-gara informasi sesatmu aku dihukum membersihkan dua ruangan."

Himawari terkejut. Menatap kakaknya dengan mata yang melebar. "Eh, kakak dihukum?"

Shikadai yang yang menyadari kekesalan Boruto hanya bisa terkekeh dalam hati. Begitu puas dengan raut wajah suntuk Boruto ketika ia, Inojin dan Mitsuki pulang meninggalkan Boruto yang mulai menjalani hukuman di kelas.

"Jangan marah begitu. Semua orang bisa salah, kan?" Inojin menjawab dengan alasan klasik. Sebenarnya ia sengaja berbohong pada Boruto tentang pamannya yang tidak masuk kelas untuk mengerjai Boruto. Karena Mitsuki memberi tahu ia dan Shikadai bahwa Boruto tidur di perpustakaan.

Sesekali mengerjai Boruto tidak apa-apa, kan? Toh, dosa ditanggung masing-masing. Yah, walau tidak dipotong pajak.

Shikadai memperhatikan ekspresi kekesalan yang tertahan dari Boruto. Ia memajukan badannya. "Hei, Himawari," bisik Shikadai. Meski dibilang berbisik, Shikadai berniat untuk memancing kekesalan Boruto hingga ke permukaan dengan cara membicarakan di depan orangnya.

"Kakakmu dihukum karena telat masuk pelajaran pertama,"

"Dia," Shikadai melirik Boruto yang melihatnya dengan wajah konyol, "tidur di perpustakaan."

Seperti dugaannya, Himawari kembali terkejut. Sementara Boruto pura-pura tidak tahu.

"Jangan tidur larut malam, kak. Tapi jangan tidur terlalu lama juga. Pokoknya porsi tidur kakak harus diperbaiki. Bisa-bisa kakak sakit," ucap Himawari. Seolah memohon, ia mengepalkan kedua tangannya di dada.

Boruto melirik Inojin dan Shikadai. Keduanya terlihat asik mengobrol.

"Keparat!" maki Boruto dalam hati.

"Bukan begitu." Boruto memejamkan mata untuk menetralkan emosinya. "Aku dihukum karena Sara," jelasnya.

"Kalian sering dihukum bersama. Apa yang kalian lakukan hingga visa seperti itu memangnya?" celetuk Inojin.

Himawari tidak mengetahui apa-apa tentang Sara. Jadi yang ia lakukan sekarang hanya mendengarkan sembari menunggu hidangan datang.

"Dia menjatuhkan buku-buku. Aku berniat membantunya, tapi dia melarangku. Aneh, bukan? Dia, maksudnya kita mengobrol sebentar," Boruto menahan dagu dengan sebelah tangannya, "padahal pembicaraan kita hanya sebentar. Tahu-tahu sudah telat."

Tepat saat Boruto menyelesaikan perkataannya, dua orang pramusaji fatang dengan hidangan di troli kecil yang mereka dorong.

Selanjutnya mereka makan diselingi obrolan ringan.

+++

Para anak masih sibuk pada pembicaraan tentang keterlambatan Boruto dalam mengikuti pelajaran pertama di sekolah. Sementara itu, para orang tua kita berfokus pada pembahasan rumit mereka.

Makan malam ini diatur oleh Naruto. Ia sengaja memisahkan antara orangtua dengan anak-anak. Karena sebenarnya, ada hal penting yang ingin ia bahas dengan keluarga Nara dan Yamanaka. Jika biasanya mereka membahas hal-hal penting di kantor kepolisian atau di rumah keluarga Nara, kini Naruto mengusulkan di restauran. Sekalian makan bersama. Meski topik yang mereka utamakan tidak cocok di meja makan, tapi tidak apa, tidak ada yang keberatan dengan itu.

"Rasanya sudah lama kita tidak berkumpul seperti ini," celetuk Naruto. Ia kembali membayangkan masa-masa sekolah mereka. Dimana ketika masa itu mereka sering sekali berkumpul bersama. Tapi bedanya kini jumlah mereka berkurang.

"Terakhir kali kapan, ya?" sambut Ino. Gelang-gelang di pergelangan tangan kirinya saling berdentingan ketika ia mengambil gelas.

Shikamaru menggaruk kepala bagian belakangnya sembari tersenyum kecil. "Masing-masing dari kita sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sulit juga menghubungi yang lainnya," ucapnya. Temari yang duduk di sebelahnya mengangguk.

Lalu hening menyelimuti keadaan.

Temari meminum wine secara perlahan hingga habis setengah gelas.

"Aku rindu dengan keluarga Uchiha," lirih Hinata. Hari ini ia menyampingkan poninya agar terlihat lebih dewasa.

Ino menutup rapat kedua matanya. Menyandarkan tubuhnya sembari sedikit mendongak. "Benar. Sudah cukup lama sejak kecelakaan itu. Aku harap Sasuke-kun dan Sakura tenang di sana."

"Aku harap begitu," balas Hinata.

Para pramusaji datang membawa banyak hidangan. Acara ini juga hitung-hitung perayaan atas berhasilnya Naruto untuk bekerjasama dengan kota Oto.

Ada makanan pembuka, makanan utama dan makanan penutup. Restauran yang mereka datangi bertemakan Eropa. Bukan hanya makanannya, dekorasi dan penampilan para pekerjanyapun disesuaikan.

Naruto memegang gelasnya, sembari berdiri. Lalu mengangkat gelasnya tinggi-tinggi.

Seakan mengerti apa yang harus dilakukan, semua orang mengikuti apa yang ia lakukan. Mereka memegang gelas masing-masing lalu mengangkatnya tinggi-tinggi.

"Mari kita bersulang!"

Suara dentingan gelas yang bertubrukan melambung tinggi. Mereka tersenyum lebar.

Semua terlihat sangat senang. Semuanya. Tanpa terkecuali.

Meski hidup yang masing-masing mereka jalani memiliki alur yang berbeda, tapi pada akhirnya mereka semua sama. Mereka berharap, dapat selalu tersenyum. Juga, mereka berharap semua memiliki akhir cerita yang bahagia.

.
.
.

tbc

duh, jadi ga enak ke kalian.
dari awal aku tau, sih, konsekuensi bikin cerita gini. eh, ditelantarkan, dilupakan, diabaikan, dan yang paling parah ingin dibuang. HAHAHA.

ada typo, ya? sorry, pengen turu.

Teenage HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang