Sebelum Sarada berniat untuk kembali ke kelas, ia teringat dengan perkataan Chocho pagi tadi.
"Istirahat pertama ikut aku ke kantin, ya? Mari rayakan kembalinya kedekatan kita!"
Suara ceria Chocho membuatnya sedikit merasa bersalah karena mengingkarinya. Segera ia melangkah untuk kembali ke kelas dan meminta maaf pada Chocho.
Namun, ketika ia berada di ambang pintu dan belum melewatinya, suara berat nan rendah dari arah belakang menghentikannya.
"Mau membolos?"
Suaranya terdengar serius. Pertanyaan itu lebih terdengar seperti tawaran yang menuntut untuk diterima.
Mulut Sarada terbuka sedikit. Ia berbalik untuk menatap Boruto yang juga menatapnya lurus. Ia berkedip.
"Tidak," tolaknya. Ia memejamkan mata lalu menghirup udara.
Segala pergerakannya tertangkap jelas oleh indra penglihatan Boruto. Lelaki itu seperti memiliki tempat dokumentasi dimana gerak-gerik Sarada terekam jelas didalamnya.
Memang, sih. Sarada terlalu sayang untuk sekedar diabaikan. Seperti cahaya matahari pagi yang tertutupi gelapnya langit dan awan-awan hitam yang mencoba untuk menurunkan air.
"Kau––"
Tiba-tiba perut Boruto berbunyi. Sial! Boruto menutup wajahnya dengan sebelah tangan dan memalingkan wajahnya, sementara sebelah tangannya yang lain bercakak pinggang.
Boruto sempat melihatnya. Melihat tatapan yang dilemparkan Sarada padanya. Gadis itu menatap polos padanya. Terlihat sangat lucu.
Sejauh ini Boruto pernah melihat Sarada dengan tatapan: datar, dingin, tajam, membunuh, malas dan ... kosong. Kini isi daftarnya bertambah satu, yaitu tatapan polos.
Gadis itu benar-benar unik. Boruto jadi semakin penasaran.
Melihat Sarada yang melipat kedua lengan di depan dada, membuat harga diri Boruto menurun. Hilang sudah Boruto yang dikenal dingin dan menyeramkan.
Namun, Sarada malah tersenyum kecil tanpa sadar. Sangat kecil hingga rasanya hanya Tuhan yang mengetahui hal tersebut.
Gadis itu maju satu langkah. "Lapar?" tanyanya.
Dalam hati Boruto berkata, "Tentu saja! Kau mendengar suara tadi, kan? Kalau tidak lapar, ya, jawaban sakit perut.", Namun karena ia tidak ingin berkata seperti itu, ia menjawab dengan nada pasrah, "Iya."
Saat itu juga tatapan Sarada meluluh.
+++
"Selamat siang." sapa seorang guru yang baru memasuki kelas 1-B.
"Siang, pak!"
Guru tersebut meletakan tas tangannya di atas meja. Sedikit membereskan meja yang berantakan. Ia menyapu seluruh penjuru kelas dengan matanya yang orang-orang bilang jeli. Ia melihat ada dua kursi yang kosong. Senyuman ramah yang sebelumnya ia tampilkan perlahan luntur.
"Ada dua kursi yang kosong." Ia melangkah hingga berada di tengah-tengah para murid. Keringat dingin yang keluar dari pelipis para murid tak ia indahkan. Ia berujar keras. "Di mana mereka?"
Semua murid menunduk tak mau menatap matanya. Begitupun Shikadai yang biasanya terlihat bermalas-malasan. Karena guru satu ini, ia harus bersikap seperti anak teladan pada umumnya.
Sebenarnya Shikadai pintar. Namun tertutupi oleh kemalasannya. Karena biasanya, pelajaran yang diterangkan para guru dapat ia mengerti hanya dengan satu kali lihat dan dengar. Kemampuan mengingatnya terkadang membuat Inojin merinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teenage Hurt
Fanfiction[BoruSara Fan Fiction] Banyak hal yang berubah. Boruto yang semula hangat menjadi dingin, Sarada yang semula cerah menjadi gelap, dan hidup yang semula lancar menjadi penuh hambatan. Sebenarnya apa yang Tuhan rencanakan? +++ ©original story by me (B...