"Ini bukan salahmu."
Seorang wanita muda yang mengenakan gaun putih panjang berdiri beberapa meter dari seorang anak kecil. Umur keduanya terpaut duapuluh tahun. Cukup jauh.
Melihat anak tersebut masih menangis, wanita itu mendekat. Hingga jarak keduanya hanya selangkah.
Senyuman tulus milik si wanita rupanya semakin membuat si anak menangis histeris. Keadaannya kacau. Rambut pendeknya berantakan dan baju yang dikenakannya terlihat kusut juga kotor.
Mereka berada di tempat yang sangat terang, namun si anak tidak mengetahui tempat apa itu.
"Jangan menangis," si wanita berjongkok di hadapannya, menghapus air mata yang keluar dari kedua matanya, "aku tahu kau tak selemah ini."
Mata mereka bertemu dalam jarak dekat. Asap putih keluar dari tubuh si wanita, membuat si anak kecil terkejut bukan main.
Si wanita tahu apa artinya itu. Maka, sebelum waktunya tiba, dipeluknya erat si anak. Ia salurkan kehangatan dan rasa sayangnya. Hal terakhir yang ingin ia lakukan tidak bisa terwujud, jadi ia hanya tersenyum sebagai gantinya. Dan ketika tubuhnya mulai mendingin, ia berujar lirih, "Aku menyayangimu."
+++
Festival musim panas resmi dimulai!
Bangunan sekolah nampak ramai dengan berbagai dekorasi khas musim panas. Acara ini diadakan tiga hari, selama itu pula semua murid dan guru diliburkan dari kegiatan belajar mengajar.
Ah, senangnya.
Shikadai menatap tanpa minat ruang kelas yang ribut. Beberapa murid sekelas yang pernah melamar sebagai anggota Osis tidak berada di kelas, mereka ikut bergabung sebagai bagian kepengurusan.
Beberapa guru yang biasanya terlihat selalu marah dan galak mendadak menjadi sosok yang sangat ramah dan menyenangkan. Tentu itu salah satu perbedaan yang terlihat jelas, namun tidak mengherankan.Inojin nampaknya bersemangat untuk mengikuti serangkaian acara. Ia dan Sumire menjadi perwakilan kelas 10-B untuk menjadi bagian pengawas.
Dari desas-desus yang didengar, katanya ada seorang siswa pindahan yang bergabung dengan kelas 10-C. Orangnya ramah dan menyenangkan, itu yang terdengar oleh Inojin dan Sumire ketika keduanya tengah bersama-sama menuju ruang guru untuk menemui walikelas.
"Eum ... Jumlah murid kelas sebelah sepertinya memang bertambah, ya." Sumire memulai percakapan dengan topik tersebut. Karena ia sedikit kurang nyaman dengan keheningan di antara keduanya.
Inojin mengedikkan bahunya. "Mungkin."
Astaga, mengapa Inojin menjawab dengan singkat? Sumire memilin jarinya gugup.
Kemudian Inojin menggeleng dan mendesah berlebihan, seolah ini adalah hal yang mengecewakan. "Padahal hanya bertambah satu orang, tapi berisiknya seperti bertambah sepuluh orang."
Ketika Sumire akan membalas perkataannya, seseorang menabrak tubuhnya yang kecil dari belakang.
Sumire menjerit kecil. Ia kaget.
Mata lelaki si penebar senyum palsu itu melebar, ikut terkejut. Ia memeluk bahu Sumire agar tidak menabrak dinding yang berada di sisi kiri Sumire.
Keduanya bersabung mata. Sumire mati-matian menahan kegugupannya karena jarak ia dan Inojin yang terlalu dekat.
Orang yang menabrak Sumire memandang pandangan yang tersaji dengan wajah seperti menahan muntah. "Dunia serasa milik berdua," gumamnya. Ia berdeham kencang.
Sumire seketika mundur dan tangan Inojin terlepas. Wajah gadis itu dipenuhi rona merah, ia membuang wajah ke arah lain. Ke arah manapun, asal tidak bersabung mata dengan Inojin.
Tatapan dingin Inojin membius iris kelabu orang yang tidak sengaja menabrak Sumire. Cepat-cepat orang tersebut berujar.
"Maaf. Aku buru-buru, jadi tidak hati-hati," sesalnya. Orang itu sepertinya memiliki tinggi tubuh lebih dari 180 senti. Mungkin 182 atau 183. Sumire tidak tahu tepatnya. Dan lagi, rambut kuning tipis di bawah helaian rambut hitam lainnya nampak seperti tidak asli.
Inojin melirik dari ujung kepala hingga kaki lelaki yang berada di hadapan Sumire. "Kau ... murid baru itu, kan?"
Jawaban yang diberikan cukup membuat Sumire maupun Inojin kebingungan.
"Kalian tahu? Ha ha ha, iya. Omong-omong," lelaki itu menjulurkan tangan kanannya di hadapan Sumire, "aku Kawaki."
Senyuman lebar tanpa dosa itu mengusir suasana canggung. Lelaki bernama Kawaki itu tipe orang yang mudah bergaul, Inojin mengakuinya.
Sumire balas senyumnya dan hendak membalas uluran tangan Kawaki, jika saja Inojin tidak mendahuluinya.
"Inojin," katanya. Dengan cepat ia melepaskan jabatan keduanya.
"Aku Sumire Kakkei. Salam kenal, Kawaki-kun."
Tahukah alasan Inojin menjabat tangan Kawaki terlebih dahulu? Semua semata karena Sumire.
Inojin menyukai gadis ungu tersebut. Senyuman, sentuhan, tatapan, iris ungunya, warna rambut, dan segala yang ada pada Sumire, Inojin menyukainya. Maka, ketika lelaki lain mencoba mendapatkan salah satu dari banyak hal ada pada Sumire, Inojin akan berdiri di depannya sembari merentangkan kedua tangan--menahan.
Senyum Kawaki semakin lebar. Percakapan merekapun berlanjut sembari berjalan menuju ruang guru. Dan ketika ketiganya sibuk dengan topik seputar sekolah, seseorang melewati mereka tanpa disadari siapapun.
+++
Pria dengan jaket hitam itu tak menampilkan reaksi berarti ketika gadis kecil di hadapannya mulai membuka mata. Justru, ia malah menatapnya nyalang. Seolah ia siap kapanpun untuk menghunuskan pisau yang berada di genggamannya pada tubuh kecil itu.
"Eung ..."
Kepalanya berdenyuk nyeri. Sangat sakit sampai gadis itu tak kuat untuk sekadar berbicara. Bahkan, matanya yang kini terbuka saja perlu usaha keras.
Tatapan keduanya bertemu. Terjadi pergolakan batin pada si gadis dan secara tiba-tiba, napasnya memburu. Keringat dingin berjatuhan, semakin banyak seiring mendekatnya si pria.
Ingin berteriak, namun lehernya seolah tercekit seutas tali. Ingin berlari, namun kedua kakinya lemas dan bergetar. Kedua mata si gadis dipenuhi air mata yang menggenang dan bisa tumpah dalam sekali kedip.
Pria itu berjongkok di depannya. Mengeluarkan kain berwarna kuning dari saku jaketnya, lalu melambai-lambaikannya di depan wajah si gadis kecil.
"Milikmu, bukan?" tanyanya.
Diam. Tak ada sepatah kata atau gerakan apapun. Air mata yang sebelumnya menggenang kini berjatuhan dengan deras.
Menghela napas, pria itu bangkit kemudian berjalan menuju sofa kecil yang berada di sudut ruangan. "Kau tahu? Kau beruntung."
Setiap kata yang terucap dari bibir pria tersebut sama sekali tidak bisa didengar dengan jelas oleh sang gadis kecil. Pikiran-pikiran buruk berputar di kepalanya.
Tubuhnya menduduki sofa kecil yang seolah seperti singgasana di ruangan dengan cahaya remang-remang tersebut.
"Omong-omong, kau tahu siapa dirimu, kan? Atau perlu ku ingatkan?"
Untuk pertama kalinya senyum pria itu terlihat, meski senyum mengerikan yang ia tampilkan.
"Kau adalah Uchiha Sarada."
.
.
.tbc
aduh maaf ya menelantarkan cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teenage Hurt
Fanfiction[BoruSara Fan Fiction] Banyak hal yang berubah. Boruto yang semula hangat menjadi dingin, Sarada yang semula cerah menjadi gelap, dan hidup yang semula lancar menjadi penuh hambatan. Sebenarnya apa yang Tuhan rencanakan? +++ ©original story by me (B...