Keluarga Nara tiba di rumah pukul setengah sebelas malam. Sebenarnya Shikadai sudah mengantuk sedari awal mereka berangkat, tapi kantuknya harus ia tahan demi keberlangsungan acara.
Temari menggeleng melihat tingkah suami dan anaknya yang langsung terlelap di sofa ruang tamu. Sudah bukan hal yang baru baginya melihat kebiasaan keduanya.
Padahal Shikadai tidur dengan porsi yang cukup, tapi kelopak matanya selalu terlihat lelah dan tak bersemangat. Secara keseluruhan, Shikadai terlihat seperti anak yang malas. Nyatanya, ia sama seperti Shikamaru, Shikadai memiliki kepintaran setara dengan Ayahnya ketika seumuran dengannya. Warna rambut dan gaya berpakaiannya juga sama dengan sang Ayah.
Temari menyimpan tas di meja riasnya. Membuka ikatan rambut dan melepaskan pakaian untuk diganti dengan baju tidur.
Ingin mandi pakai air hangat, tapi sudah terlalu malam. Tidak baik untuk kesehatan. Jadi ia hanya mengganti baju.
Setelah mengganti baju dan menghapus riasan, ia kembali menuju ruang tamu, guna membangunkan Shikamaru dan Shikadai.
"Hei, kalian! Ayo bangun! Pindah ke kamar," titahnya sembari menggoyang-goyangkan tubuh keduanya secara bergantian.
Butuh usaha yang cukup kesar untuk membangunkan keduanya. Karena Temari tahu mereka sudah menyelami dunia mimpi. Namun seperti kata pepatah, "Usaha tidak akan menghianati hasil". Setelah menjewer telinga keduanya, akhirnya mereka bangun dan pindah menuju kamar masing-masing.
+++
Jam menunjukan pukul tujuh lebih lima puluh delapan menit ketika Shikadai membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah Ibunya yang sedang bercakak pinggang menatapnya. Satu kata yang bisa menggambarkan Ibunya saat itu, yaitu 'seram'.
Shikadai mengucek matanya perlahan, menguap panjang. Ia bangkit dan menyenderkan punggungnya pada sandaran ranjang.
"Ini jam berapa?" racaunya. Biasanya seseorang akan kehilangan fokusnya ketika baru bangun tidur.
"Kau bermimpi apa?"
Bukan menjawab pertanyaannya, Temari malah balik bertanya padanya. Ia jadi bingung. Jiwanya masih belum terkumpul sepenuhnya.
"Kau mengigau, lho," ucap Temari sembari membuka jendela kamar Shikadai. "Kau memimpikan apa?"
Kesadarannya perlahan terkumpul, namun ia masih bingung. "Memang aku mengigau apa?" tanyanya. Seingatnya ia tidak memimpikan apapun.
Temari kembali berdiri di sisi Shikadai. Ia berdecak. "Tidak ada. Cepatlah bersiap-siap! Kau kesiangan hari ini."
Shikadai menengok ke arah jam di dinding. Saat itu juga ia fokus sepenuhnya.
"TIDAK!"
Ia berteriak histeris. Berlari tergesa menuju kamar mandi.
Hanya butuh waktu kurang lebih lima menit untuknya selesai mandi dan memakai seragam musim panasnya. Karena musim panas di sana belum berakhir.
Setelah mengambil tas, Shikadai kembali berlari menuju garasi untuk mengeluarkan motornya.
Ia berlomba dengan waktu. Meski ia sudah cepat-cepat, pada akhirnya ia tetap akan terlambat sampai.
Melihat anaknya yang sudah menyalakan mesin motor, Temari bergegas menuju garasi juga.
"Hei, bukumu tertinggal!" teriaknya. Namun sayang. Teriakannya kurang kencang untuk didengar oleh Shikadai yang sudah melesat pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teenage Hurt
Fanfiction[BoruSara Fan Fiction] Banyak hal yang berubah. Boruto yang semula hangat menjadi dingin, Sarada yang semula cerah menjadi gelap, dan hidup yang semula lancar menjadi penuh hambatan. Sebenarnya apa yang Tuhan rencanakan? +++ ©original story by me (B...