"Ini semua karenamu."
Boruto menghentikan tangannya yang tengah mengelap kaca jendela. Ia memutar kepalanya hingga bisa melihat Sarada yang tengah menatapnya tajam dengan kemoceng yang berada di tangan kanan.
Keduanya terjebak dalam situasi buruk. Mereka harus membersihkan dua ruangan karena terlambat mengikuti pelajaran pertama. Padahal mereka baru saja menjalankan hukuman beberapa hari yang lalu karena bolos, kini mereka juga mendapat hukuman.
Padahal Inojin bilang bahwa pamannya yang merupakan guru seni di sekolah ini tidak akan hadir. Ternyata itu salah. Shin masuk pada pelajaran pertama, dan pada akhirnya Boruto beserta Sarada hanya bisa pasrah menerima hukuman.
"Apa?" tantang Boruto. Ia berpura-pura menaikan lengan pendek kemeja seragamnya. "Kau lupa kejadiannya? Ini salahmu," sahut Boruto dengan mata yang melotot. Mengambil ancang-ancang untuk berkelahi dengan gadis yang membuat harinya kembali sulit.
Sarada, gadis itu berdecak. Melemparkan kemoceng pada papan tulis hingga menimbulkan suara tabrakan yang indah.
Boruto memperhatikan kemoceng yang jatuh ke lantai yang dingin. Malang sekali nasibnya. "Jangan banyak mengeluh. Cepat kerjakan bagianmu. Aku sibuk, ada acara setelah ini."
"Aku yakin tak sesibuk diriku," gumam Sarada.
"Memang kau sibuk apa jam segini? Paling hanya sibuk jalan-jalan ke mall, kan?"
Hari sudah sore, dan keduanya masih harus membersihkan satu ruangan di lantai satu. Merepotkan.
"Aku tidak akan melakukan hal tak penting seperti itu."
"Lalu?"
Sarada terkekeh geli dengan pertanyaan Boruto. Ia mengambil sapu di sudut belakang ruangan dan mulai menyapu dimulai dari bagian depan.
"Lalu kau sibuk apa?" desak Boruto. Ia menunggu sarada untuk menjawab.
"Kau sendiri?" tanya Sarada pada Boruto. Ia memutar balikan keadaan sekarang, dan payahnya Boruto tak mengetahui hal itu dan dengan polos menjawab.
"Jam 7 nanti ada makan malam bersama keluarga Nara dan Yamanaka. Shikadai dan Inojin juga akan datang. Makanya orangtuaku berisik mengirimiku pesan untuk cepat pulang."
Pergerakan Sarada kembali berhenti karena perkataan Boruto. Astaga lelaki itu sering sekali mengatakan hal yang membuat fokusnya hilang sementara.
"Mereka itu terlalu cerewet. Terutama Ibu. Dia akan berhenti berkata jika aku sudah bersikap kasar," jelas Boruto. Ia sibuk bercerita sembari mengelap. Melupakan kejadian beberapa saat lalu, dimana ia dan Sarada berdebat tentang siapa yang salah pada hukuman kali ini.
"Artinya mereka sayang," ungkap Sarada. Ia menatap Boruto dengan pandangan yang menyendu.
"Ya, ya, ya. Terserah. Tapi mereka terlalu rewel untuk hal-hal kecil," keluhnya. Ia bisa mengingat ketika Ibu atau Ayahnya mengomentari segala hal yang ia perbuat, terutama ketika ia SMP.
Sarada menggeleng. Boruto tak melihatnya karena terlalu fokus pada pekerjaannya sendiri.
"Mungkin karena kau terlalu nakal. Mereka jadi cemas."
"Hei, aku tidak nakal," bantah Boruto. Ia membalikan badannya. Ekspresinya lebih mudah berubah dibanding pertama kali Sarada melihatnya.
"Aku iri," gumam Sarada tanpa sadar. Matanya menyorot hampa lantai yang ia sapu.
"Kenapa?"
Sarada kembali hilang fokus, ia menggeleng. "Bukan apa-apa," dalihnya.
Sial. Mengapa Sarada menjadi seperti ini? Fokusnya tiba-tiba hilang entah kemana, bahkan terkadang ia bisa memikirkan hal lain sembari memikirkan sesuatu. Fokusnya bisa terbagi menjadi banyak, hingga membuatnya pusing. Anehnya, ia sulit mengendalikan pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teenage Hurt
Fanfiction[BoruSara Fan Fiction] Banyak hal yang berubah. Boruto yang semula hangat menjadi dingin, Sarada yang semula cerah menjadi gelap, dan hidup yang semula lancar menjadi penuh hambatan. Sebenarnya apa yang Tuhan rencanakan? +++ ©original story by me (B...